Konten dari Pengguna

Apakah Kebijakan Enhanced Indonesia Merupakan Solusi Iklim?

Robi Dzakir Maulana
Saya seorang Mahasiswa semester 1 program studi pendidikan matematika di UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2 Desember 2024 15:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Robi Dzakir Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/id-id/foto/menara-listrik-selama-golden-hour-221012/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/id-id/foto/menara-listrik-selama-golden-hour-221012/
Kebijakan Enhanced Indonesia: Solusi untuk Krisis Iklim?
Indonesia kini berada di persimpangan jalan dalam menghadapi tantangan serius terkait perubahan iklim. Di tengah ancaman yang semakin nyata, kebijakan Enhanced Nationally Determined Contributions (E-NDC) muncul sebagai langkah strategis dalam mitigasi. Dengan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,89% pada tahun 2030, kebijakan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam menjaga suhu global agar tidak melebihi 1,5°C. Namun, banyak yang mempertanyakan apakah langkah ini cukup untuk mengatasi krisis iklim yang semakin mendesak.
ADVERTISEMENT
Dampak Perubahan Iklim di Indonesia
Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa suhu rata-rata di Indonesia meningkat sekitar 0,03°C per tahun, dengan kenaikan permukaan air laut mencapai 0,8-1,2 cm per tahun. Sekitar 65% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir yang berisiko tinggi terhadap bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Dalam konteks ini, kebijakan E-NDC diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih efektif dan melindungi kehidupan masyarakat.
Target Emisi dan Realitas
Meskipun peningkatan target penurunan emisi dari 29% menjadi 31,89% terlihat sebagai langkah positif, banyak analis berpendapat bahwa target ini masih jauh dari harapan publik. Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), kenaikan target tersebut dianggap tidak cukup untuk mencegah kenaikan suhu global. Untuk memenuhi komitmen Paris Agreement, Indonesia seharusnya menetapkan target yang lebih ambisius dan realistis agar dampak positifnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Tantangan dalam Implementasi
Salah satu tantangan terbesar adalah ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama batubara. Hingga saat ini, sekitar 61% dari sistem energi Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara. Untuk mencapai target net-zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat, diperlukan transisi yang cepat ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
Selain itu, keterlibatan masyarakat sipil dan sektor swasta sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Edukasi tentang keberlanjutan dan dampak lingkungan perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar akan peran mereka dalam mengurangi emisi. Kesadaran kolektif ini sangat penting untuk menciptakan perubahan yang nyata.
Kesimpulan: Menuju Masa Depan Berkelanjutan
Kebijakan Enhanced Indonesia merupakan langkah awal yang penting dalam menghadapi krisis iklim. Namun, untuk menjadi solusi yang efektif, diperlukan komitmen yang lebih kuat dan tindakan nyata dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Melalui langkah-langkah konkret dan ambisius dalam mitigasi perubahan iklim, Indonesia tidak hanya akan melindungi lingkungan tetapi juga memastikan keberlanjutan bagi generasi mendatang. Kebijakan ini harus dilaksanakan dengan serius dan penuh komitmen agar harapan akan masa depan yang lebih baik dapat terwujud bagi seluruh rakyat Indonesia.