Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Berbagai Jenis Analisis Korelasi Berdasarkan Jenis Datanya
15 Agustus 2021 9:36 WIB
Tulisan dari Pardomuan Robinson Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Analisis korelasi merupakan salah satu metode dalam statistika yang digunakan untuk melihat arah dan kuat hubungan/ asosiasi antara dua variabel (Walpole, 2007). Analisis korelasi diperkenalkan pertama kali oleh Galton (1988). Dalam analisis korelasi terdapat satu dictum yang mengatakan “correlation does not imply causation”, hal ini bermakna korelasi tidak digunakan untuk melihat adanya hubungan kausalitas (sebab akibat) antar variabel. Dalam korelasi tidak dikenal variabel dependen dan variabel independen, penulisan variabel x dan variabel y, hanya sebagai simbol pembeda dalam penamaan variabel saja. Arah koefisien korelasi dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif. Jika koefisien bertanda positif, berarti arah hubungan searah. Artinya apabila nilai variabel x meningkat, nilai variabel y juga meningkat dan berlaku sebaliknya. Sedangkan, jika koefisien korelasi bertanda negatif, berarti arah hubungan berlawaan arah. Artinya, apabila nilai variabel x meningkat, nilai variabel y akan menurun dan berlaku sebaliknya. Tetapi dalam hal ini perubahan (peningkatan) nilai variabel x tidak mengakibatkan perubahan (peningkatan/ penurunan) nilai variabel y.
ADVERTISEMENT
Besarnya nilai koefesien korelasi berada di antara antara -1 sampai 1. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, ada beberapa referensi yang digunakan. Pada umumnya besaran korelasi dibagi kedalam 5 kriteria. Kriteria pertama adalah koefisien korelasi bernilai nol, artinya tidak terdapat korelasi antara kedua variabel. Kriteria kedua adalah nilai absolut/ mutlak koefisien korelasi diantara nol sampai 0.5, artinya terdapat korelasi yang lema antara kedua variabel. Kriteria ketiga adalah nilai absolut/ mutlak koefisien korelasi diantara 0.5 sampai 0.7, artinya terdapat korelasi yang moderat/ cukup kuat antara kedua variabel. Kriteria keempat adalah nilai absolut/ mutlak koefisien korelasi diantara 0.7 sampai 0.99, artinya terdapat korelasi yang kuat antara kedua variabel. Kriteria kelima adalah koefisien korelasi bernilai satu, artinya terdapat korelasi sempurna antara kedua variabel.
ADVERTISEMENT
Ada berbagai macam model analisis korelasi; dilihat dari pola hubungannya, jumlah variabel x dan y, waktu penelitian, dan skala datanya. Jika dilihat dari pola hubungannya korelasi dapat dibagi menjadi korelasi linier dan korelasi non lineir. Sala satu contoh korelasi nonlinier adala korelasi eta. Pembaasan selanjutnya adalah korelasi yang memiliki pola hubungan linier. Jika ditilik dari jumlah variabel x dan y nya, maka korelasi dapat dibagi menjadi korelasi univariat (hanya menggunakan 1 variabel x dan 1 variabel y) dan korelasi multivariat (menggunakan lebih dari 1 variabel x dan lebih dari 1 varaibel y). Korelasi multivariat dikenal dengan nama korelasi kanonik yang diperkenalkan oleh Hoteling (1936). Sebagai contoh kasus korelasi kanonik, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara variabel-variabel sebelum lulus kuliah (IPK, keaktitan organisasi) dan variabel-variabel setelah lulus kuliah (lama menganggur, gaji pertama, bonus yang didapat).
ADVERTISEMENT
Jika ditilik dari waktu penelitiannya, maka korelasi dapat dibagi menjadi korelasi pada data cross section (hanya menggunakan 1 periode waktu pada sejumla n individu) dan pada data time series (hanya menggunakan 1 unit individu pada sejumlah t periode waktu). Korelasi time series dikenal dengan nama cross correlation, korelasi ini menguji korelasi antara dua variabel sekaligus pada berbagai nilai lag datanya. Sebagai contoh kasus korelasi silang, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara harga emas dengan nilai saham pada data periode harian selama tahun 2020.
Selanjutnya adalah korelasi univariat dengan data cross section. Jika ditilik lagi berdasarkan skala datanya masih dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Jika kedua variabel data yang digunakan merupakan variabel kuantitatif (numerik) dengan minimal berskala interval maka korelasi yang tepat adala korelasi pearson. Korelasi pearson termasuk korelasi parametrik diperkenalkan oleh Karl Pearson pada abad ke-19. Korelasi pearson memiliki asumsi bahwa hubungan kedua data berbentuk linier, datanya berdistribusi normal dan minimal data berskala interval. Sebagai contoh kasus korelasi pearson, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara berat dan tinggi badan seseorang. Selanjutnya jika peneliti memiliki data yang berskala ordinal tetapi berdistribusi normal maka korelasi yang tepat adala korelasi polychoric. Korelasi polychoric diperkenalkan oleh Karl Perason (1900). Sebagai contoh kasus korelasi polychoric, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkat disiplin dengan tingkat kinerja karyawan, dimana kedua variabel diukur dengan skala likert.
ADVERTISEMENT
Apabila data yang diteliti tidak berdistribusi normal, dan salah satu atau kedua variabel dapat dibuat sebagai rangking (menjadi berskala ordinal) maka korelasi yang tepat adalah korelasi spearman. Korelasi spearman diperkenalkan oleh Carl Spearman (1904). Sebagai contoh kasus korelasi spearman, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkatan IQ dan nilai ujian matematika siswa. Apabila data yang diteliti tidak berdistribusi normal, dan kedua variabel dapat dibuat sebagai rangking (menjadi berskala ordinal) maka korelasi yang tepat adalah korelasi Kendal tau. Korelasi kendall tau diperkenalkan oleh Maurice Kendall (1938). Sebagai contoh kasus korelasi kendall tau, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara penilaian dua orang juri terhadap 10 kontestan masak. Korelasi spearman dan korelasi kendall tau termasuk dalam korelasi nonparametrik.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya jika peneliti memiliki data salah satu variabel berskala ordinal dengan dua kategori (biner/ dikotomi) dan lainnya data kuantitatif / numerik minimal berskala interval maka korelasi yang tepat adalah korelasi biserial. Sebagai contoh kasus korelasi biserial, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan (rendah/ sma ke bawah atau tinggi/ sma dan perguruan tinggi) dengan pendapatan yang dimiliki. Sedangkan jika peneliti memiliki data salah satu berskala nomimal dengan dua kategori (biner/ dikotomi) dan lainnya data kuantitatif / numerik minimal berskala interval maka korelasi yang tepat adalah korelasi point biserial. Sebagai contoh kasus korelasi poin biserial, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga (olahraga atau tidak) dengan tingkat stamina/ kebugaran.
ADVERTISEMENT
Apabila kedua variabel yang diteliti merupakan data berskala ordinal yang terdiri atas dua kategori (biner) maka korelasi yang tepat adalah korelasi tetrachoric. Sebagai contoh kasus korelasi tetrachoric, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara status pegawai (staf dan manajer) dan tipe tempat tinggal (kontrakan dan perumaan elit). Apabila kedua variabel yang diteliti merupakan data berskala nominal yang terdiri atas dua kategori (biner) maka korelasi yang tepat adalah korelasi phi. Sebagai contoh kasus korelasi phi, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara gender (pria dan wanita) dan jenis tontonan (sinetron dan berita). Sedangkan, Apabila kedua variabel yang diteliti merupakan data berskala nominal yang terdiri atas dua kategori (biner) maka korelasi yang tepat adalah korelasi phi. Sebagai contoh kasus korelasi phi, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara gender (pria dan wanita) dan jenis tontonan (sinetron dan berita).
ADVERTISEMENT
Apabila kedua variabel yang diteliti merupakan data berskala ordinal yang terdiri atas lebi dari dua kategori maka korelasi yang tepat adalah korelasi gamma. Sebagai contoh kasus korelasi gamma, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan (rendah, sedang, tinggi) dan tingkat pendapan seseorang (rendah, sedang, tinggi). Sedangkan apabila kedua variabel yang diteliti merupakan data berskala nominal yang terdiri atas lebih dari dua kategori maka korelasi yang tepat adalah korelasi cramer V. Sebagai contoh kasus korelasi cramer V, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara stasiun televisi (RCTI, SCTV, Anteve) dan jenis acara (olahraga, musik dan sinetron). Selanjutnya jika peneliti memiliki data salah satu variabel berskala ordinal dan lainnya berskala nominal maka korelasi yang tepat adalah korelasi rank biserial. Sebagai contoh kasus korelasi rank biserial, apabila peneliti ingin mengetahui hubungan antara gender (pria dan wanita) dengan tingkat pendidikan (rendah, sedang, tinggi).
ADVERTISEMENT
Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada banyak jenis model korelasiyang digunakan berdasarkan tipe data yang dimiliki. Dengan mengetaui berbagai jenis korelasi berdasarkan tipe data, diharapkan para peneliti/ penulis dapat menggunakan model korelasi yang tepat sesuai data yang dimiliki. Jika model yang dipilih tepat maka kesimpulan dari hasil yang didapat juga tepat, sehingga dapat diimplementasikan dengan kebijakan yang tepat pula.