Konten dari Pengguna

Membangun Data Indonesia yang Berkualitas

Pardomuan Robinson Sihombing
Seorang ASN, Fungsional Statistisi Ahli Muda, yang bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta. Lulusan D-IV statistika ekonomi STIS dan S2 statistika terapan Unpad. Saat ini, melanjutkan studi doktoral statistika dan sains data di IPB University
15 September 2021 11:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pardomuan Robinson Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pengolahan Data (Sumber: https://www.istockphoto.com/id/vektor/pengusaha-bekerja-dari-rumah-dan-memeriksa-grafik-keuangan-gm1218524057-356085739)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengolahan Data (Sumber: https://www.istockphoto.com/id/vektor/pengusaha-bekerja-dari-rumah-dan-memeriksa-grafik-keuangan-gm1218524057-356085739)
ADVERTISEMENT
Salah satu dasar dalam mengambil keputusan adalah dengan data. Jika data yang digunakan adalah data yang salah maka kesimpulan atau kebijakan yang diterapkan menjadi tidak tepat sasaran. Begitu juga dalam hal perumusan perencanaan pembangunan, dibutuhkan data yang baik dan benar sehingga kebijakan dihasilkan menjadi tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Apa syarat data yang baik?
Ada beberapa syarat yang harus dimiliki data agar dapat dikatakan sebagai data yang baik yaitu harus objektif, representatif, up to date, relevan, dan memiliki galat (error) minimum. Data yang objektif berarti data yang dikumpulkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, bukan merupakan hasil manipulasi atau karangan oleh peneliti. Data yang representatif, artinya datanya mewakili persoalan yang ada, sesuai dengan tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Jika datanya berupa data sampel, maka harus memenuhi syarat minimum jumlah sampel sehingga dapat digunakan untuk menggeneralisasikan populasi.
Data yang relevan, artinya data yang dihasilkan harus ada hubungannya dengan persoalan yang akan diselesaikan. Data yang up to date, artinya data yang digunakan harus masih baru/terkini atau tidak kedaluwarsa, cepat diakses (velocity yang baik), sehingga masih berguna untuk kebijakan yang diterapkan. Selain itu data harus memiliki tingkat kesalahan/galat (error) yang minimum. Dalam hal galat (error) mencakup sampling error (yang diakibatkan karena kesalahan dalam metode sampling) maupun non-sampling error (salah satunya karena human error).
ADVERTISEMENT
Siapa yang mengumpulkan data statistik?
Data-data yang telah dikumpulkan dan diolah sehingga dapat dipelajari disebut dengan statistik. Dengan kata lain, statistik adalah data yang berupa angka-angka atau catatan yang dikumpulkan, dikelompokkan, dan ditabulasi sehingga didapatkan informasi berkaitan dengan masalah tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia/ KBBI). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 pasal 5, data statistik di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga jenis, jika ditilik berdasarkan tujuan pemanfaatannya. Ketiga jenis data statistik tersebut adalah yaitu data statistik dasar, statistik sektoral, dan statistik khusus.
Statistik dasar diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang pemanfaatannya digunakan untuk umum. Statistik sektoral diselenggarakan oleh kementerian/ lembaga pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan BPS. Data ini juga pemanfaatannya terbuka untuk umum. Dalam beberapa kasus, data statistik dasar dan statistik sektoral terdapat ‘data yang dikecualikan’ yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diakses oleh umum. Statistik khusus diselenggarakan oleh masyarakat baik lembaga, organisasi, perorangan maupun unsur masyarakat lainnya secara mandiri maupun bersama-sama dengan BPS. Pemanfaatan statistik khusus tidak terbuka untuk umum, tetapi setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengetahui dan memanfaatkannya.
ADVERTISEMENT
Akibat Ketidaksinkronan Data Antar Lembaga Negara
Salah satu fenomena ketidaksinkronan data di Indonesia adalah data penerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial. Data penerima yang bermasalah ini menjadi salah satu faktor penyebab penyelewengan bansos di lapangan. Seseorang yang seharusnya menerima bantuan tetapi tidak mendapatkan. Sebaliknya yang tidak seharusnya mendapatkan bantuan malah mendapatkan bantuan sosial.
Fenomena lain yang dapat kita temukan adalah data kependudukan dan data pemilih oleh Kementerian Dalam Negeri. Data ini digunakan untuk keperluan Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan Anggota Legislatif (Pilleg). Ketidakkonsistenan data ini mengakibatkan banyak warga yang kehilangan hak pilihnya di sisi lain banyak yang memiliki hak pilih ganda karena tercatat di dua atau lebih tempat berbeda. Tentu hal ini sangat merugikan berlangsungnya acara demokrasi yang seharusnya dapat berjalan dengan jujur, adil, bebas dan rahasia.
ADVERTISEMENT
Masalah ketidaksinkronan data yang masih menjadi perbincangan adalah masalah data Kementerian Pertanian. Keakuratan data ini sangat berdampak bagi para petani dan pihak badan urusan logistik (BULOG). BULOG adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan. Jika data yang dihasilkan salah, misalkan saja ketika diprediksi tidak terjadi panen raya, maka bulog akan melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Dan ternyata datanya salah di mana kenyataannya terjadi panen raya, padahal sebelumnya diprediksi tidak panen raya, maka harga pangan akan jatuh dan akhirnya petani lah yang dirugikan. Sebaliknya misalkan diprediksi terjadi panen raya padahal kenyataannya terjadi banyak puso (gagal panen) sehingga BULOG tidak mengantisipasi hal ini, maka harga pangan akan melonjak tinggi dan masyarakat umum lah yang merasakan akibatnya.
ADVERTISEMENT
Solusi Ketidakkonsitenan Data
Ada banyak kasus lagi di mana terjadi ketidaksinkronan data yang dihasilkan oleh beberapa lembaga negara. Akibat ketidaksinkronan data tersebut maka perencanaan pembangunan menjadi tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Sebagaimana slogan yang sering digaungkan membangun itu mahal, tetapi membangun tanpa data yang baik dan berkualitas akan menjadi lebih mahal. Maka diperlukan suatu cara dan aturan agar data yang dihasilkan menjadi data yang baik, konsisten dan dapat dipercaya oleh semua pihak.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2019 mengeluarkan kebijakan tentang Satu Data Indonesia. Satu Data Indonesia (SDI) merupakan kebijakan tata kelola data pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan data berkualitas, mudah diakses, dan dapat dipakai antar Instansi Pusat serta Daerah. Dengan adanya, SDI, diharapkan seluruh data pemerintah dan data instansi lain yang terkait dapat bermuara di Portal Satu Data Indonesia (data.go.id). Portal ini dikelola oleh Sekretariat Satu Data Indonesia tingkat Pusat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas.
ADVERTISEMENT
Memperingati Hari Statistik Nasional (HSN) yang diperingati setiap tanggal 26 September, semoga menjadi momentun bagi seluruh insan statistik, akademisi, pengusaha, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk dapat mencintai data. Dengan kesediaan memberikan data yang benar, diharapkan data yang dikumpulkan dapat menjadi sumber kebijakan yang relevan untuk pembangunan dan kemajuan bangsa kita.
Penutup
Dengan adanya kebijakan SDI dan melalui Portal SDI, diharapkan dapat meningkatkan tata kelola data terkait transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta mendukung pembangunan nasional. Di samping itu, seluruh elemen masyarakat dapat menggunakan data yang resmi dan akurat dari pemerintah. Data yang akurat tersebut dapat dimanfaatkan oleh para peneliti/ dosen/ mahasiswa dalam membangun karya ilmiah yang berkualitas, oleh para pengusaha, petani dan wirausaha lainnya dalam membangun prospek bisnisnya. Dan akhirnya dapat digunakan oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan tepat sasaran sehingga dapat mensejahterakan seluruh elemen masyarakat.
ADVERTISEMENT