Islam dan Ekologi: Teologi, Hukum, dan Praktik Lingkungan Muslim

Rocie Hendi Setiawan
Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
9 Juni 2022 20:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rocie Hendi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam artikel berjudul “Islam and Ecology: Theology, Law and Practice of Muslim Emvironmentalism” yang ditulis oleh Jonathan Brockopp. Membahas bahwa dalam agama terutama agama islam terdapat peraturan dan anjuran agar umatnya menjaga alam dan sistem ekologinya. Hal ini tentu saja benar, karena banyak sekali ayat dan hadis dalam ajaran islam yang menjelaskan tentang menjaga alam. Ayat dan hadis itu dijadikan acuan dan latar belakang dalam terbentuknya fatwa-fatwa MUI. Salah satunya pada fatwa No. 22 Tahun 2011 tentang pertambangan ramah lingkungan. Pembuatan fatwa yang dilakukan oleh MUI sebagai lembaga berbasis keagamaan yang turut andil peran dalam upaya pelestarian alam dan ekologi patut diapresiasi dan memang sudah seharusnya begitu.
ADVERTISEMENT
Pendekatan dengan menggunakan nilai-nilai agama dan moral dianggap menjadi salah satu penguatan atas konstitusi yang ada. Menurut Musa dkk. (2006) dalam buku berjudul “Prinsip dan Pengurusan Fatwa di Negara Asean” menyebutkan bahwa pada dasarnya, umat Islam sangat berharap adanya fatwa dari MUI. Karena fatwa mempunyai penjelasan tentang kewajiban, batasan serta menyatakan tentang haram atau halalnya sesuatu. Fatwa tidak hanya diartikan berupa sebuah produk hukum yang harus diketahui, tetapi lebih jauh dari itu. Fatwa merupakan aturan dan tata cara dalam melaksanakan ajaran agama.
Dalam hal ini saya sangat mendukung dan setuju atas kebijakan yang dibuat oleh MUI mengenai pengeluaran fatwa yang bukan hanya dalam urusan agama saja tetapi pada bidang lain yang sekiranya perlu juga harus diperhatikan. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam menguatkan konstitusi yang ada serta menambah kepercayaan rakyat kepada pemerintahan yang membuat peraturan.
ADVERTISEMENT
Hal-hal yang disebut dengan kata "syariat" lebih efektif dalam menghadapi masalah ekologis yang terjadi belakangan ini. Hal ini mungkin bisa menjadi sebuah topik yang bisa didiskusikan. Indonesia merupakan negara yang memilki komunitas muslim terbesar di dunia. Secara teori, jika rakyat Indonesia menjalankan apa yang disyariatkan oleh agama dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun fatwa, maka Indonesia akan menjadi negara dengan sistem ekologi dan lingkungan terbaik di dunia.
Namun mirisnya yang terjadi saat ini adalah Indonesia menempati posisi ke 9 sebagai negara terkotor di dunia berdasarkan ketinggian tingkat polusi menurut IQ Air yang merupakan perusahaan teknologi kualitas udara dari Swiss. Umat Islam seharusnya merupakan umat yang ramah lingkungan seperti umat lain. Namun kembali lagi jika kita melihat hasil penelitian IQ Air yang sama ternyata 10 besar negara terkotor di dunia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim yang lebih tinggi ketimbang agama lain.
ADVERTISEMENT
Lantas adakah kesalahan dari sistem agamanya? Atau kesalahan dari sistem beragamanya? Tentu saja pada sistem beragamanya.
Pada lanjutan artikel “Islam and Ecology: Theology, Law and Practice of Muslim Emvironmentalism” juga membandingkan antara agama monoteistik dan politeistik dalam memperlakukan alam. Namun menurut saya hal tersebut kuranglah berpengaruh karena pada dasarnya memang tingkat populasi manusia yang terus meningkat menyebabkan manusia makin liar dalam memanfaatkan alam dan megesampingkan tentang aspek ekologi bahkan ketuhanan.
Kita ambil contoh saja di lndonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam kurun waktu 6 tahun terakhir angka deforestasi mencapai 2.1 hektare. Hal ini mengindikasikan bahwa makin lama sistem ekologi akan semakin berubah dan terus tergerus oleh kepentingan manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Artikel di atas memang secara terang-terangan mengampanyekan tentang korelasi antara ekologi dan juga teologi. Pendapat yang diambil oleh penulis artikel ini adalah pendapat dari ahli teologi dan lingkungan. Pada dasarnya artikel ini ingin menyadarkan masyarakat bahwa dengan kita menjaga alam maka sekaligus kita juga akan menjalankan perintah Tuhan. Namun, kenyataan yang terjadi sekarang adalah alam terus dirusak dan dieksploitasi secara liar. Lembaga keagamaan dan kenegaraan terus berupaya dalam hal pelestarian lingkungan. Artikel ini memiliki nilai positif yang menyiratkan bahwa beragama yang baik salah satunya dengan menjaga alam secara baik.