Integrasi Angkutan Kota: Solusi Transportasi Publik Kawasan Cekungan Bandung

Rolip Saptamaji
Founder Poligrabs Infographic
Konten dari Pengguna
30 Januari 2023 13:37 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rolip Saptamaji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ridwan Kamil di Trans Metro Pasundan (jabarprov.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ridwan Kamil di Trans Metro Pasundan (jabarprov.go.id)
ADVERTISEMENT
Bandung, kota yang ramai dan sejuk dengan pegunungan sekitarnya, menjadi salah satu kota terpopuler di Indonesia. Terletak di Provinsi Jawa Barat, Bandung menjadi pusat aktivitas bisnis, pemerintahan, dan wisata. Popularitasnya ini membuat Bandung dan sekitarnya semakin berkembang dan membutuhkan pemukiman yang semakin luas serta transportasi publik yang baik.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, transportasi publik di Bandung dan sekitarnya masih menghadapi masalah besar seperti keterbatasan jangkauan, kapasitas, dan efisiensi, bahkan adanya berbagai transportasi informal membuat kemacetan menjadi masalah yang tidak terhindarkan. Kemacetan ini memiliki dampak besar bagi perekonomian Bandung dan sekitarnya.

Transportasi di Kawasan Cekungan Bandung

Trans Metro Pasundan (wikimedia)
Wilayah aglomerasi perkotaan adalah wilayah yang berdekatan secara geografis dan memiliki saling ketergantungan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Cekungan Bandung, yang terdiri dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan lima kecamatan di Kabupaten Sumedang, memenuhi syarat untuk dibentuk menjadi wilayah aglomerasi perkotaan.
Pemerintah provinsi Jawa Barat sedang mempersiapkan pembangunan transportasi publik yang lebih baik dengan membangun Bus Rapid Transit (BRT) dan direncanakan untuk mengintegrasikannya dengan kereta lintas rel terpadu (LRT). Namun, masalah yang ada saat ini harus diselesaikan terlebih dahulu agar rencana ini dapat berjalan dengan baik. Masalahnya, Bus Trans Metro Pasundan yang saat ini menjadi transportasi utama yang menghubungkan Kawasan Cekungan Bandung seringkali ditolak dan mendapatkan ancaman dari angkutan kota yang melintasi jalur yang sama. Hal ini menyebabkan ketegangan antara angkutan kota dan bus baru sehingga rencana pembangunan transportasi publik selalu terhambat dan kemacetan semakin parah.
ADVERTISEMENT

Transportasi paratransit : Angkutan Kota

Dalam konteks transportasi publik, angkot termasuk dalam kategori angkutan informal atau transportasi paratransit . Model transportasi ini memiliki ciri pada pola pelayanannya yang disediakan oleh operator dan dapat digunakan oleh setiap orang dengan kesepakatan antara penumpang dan pengendara, dengan menyesuaikan keinginan dari pengguna. Pergerakan moda transportasi ini memiliki rute dan jadwal yang fleksibel dapat diubah sesuai pengguna perorangan lebih tertuju sebagai demand responsive. Konsep pola demand responsive menurut black (1995) sebagai berikut:
Demand-responsive or A dial-a-ride transit system are there service petterns:
ADVERTISEMENT

Transportasi Publik : Bus Rapid Transit (BRT)

BRT (Bus Rapid Transit) adalah salah satu jenis transportasi publik yang saat ini sedang digencarkan oleh pemerintah. BRT memiliki keunggulan dalam hal efisiensi waktu dan biaya. Namun, BRT juga memiliki kelemahan dalam hal infrastruktur yang belum memadai dan masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.

Perbedaan Transportasi Publik dan Paratransit

Perbedaan antara transportasi publik dan paratransit cukup jelas. Transportasi publik adalah jenis transportasi yang dikelola oleh pemerintah atau swasta dengan jadwal yang tetap dan melayani rute yang sudah ditentukan. Sedangkan paratransit adalah jenis transportasi yang tidak dikelola oleh pemerintah atau swasta, seperti angkutan kota (angkot) dan ojek. Sayangnya, perbedaan ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat awam, sehingga seringkali masyarakat mengira angkutan kota (Angkot) adalah transportasi publik.
ADVERTISEMENT

Integrasi Angkot dengan BRT sebagai solusi transportasi publik Kawasan Cekungan Bandung

Baik BRT maupun Angkot sebagai layanan terpisah memiliki kekurangan masing-masing yang seharusnya dapat dikolaborasikan untuk meningkatkan layanan transportasi publik. Kedua moda ini dapat diintegrasikan dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi penumpang untuk beralih antara layanan angkutan kota dan BRT. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menyediakan hub atau transfer point di antara jalur angkutan kota dan jalur BRT, sehingga penumpang dapat dengan mudah beralih antara kedua layanan tersebut. Selain itu, pemerintah juga dapat menyediakan layanan informasi yang memudahkan penumpang untuk mengetahui rute dan jadwal layanan angkutan kota dan BRT, serta menyediakan tiket yang dapat digunakan untuk beralih antara kedua layanan tersebut. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah menggunakan angkutan kota dan BRT sebagai alternatif transportasi publik yang terintegrasi.
ADVERTISEMENT
Integrasi angkot dengan BRT di Kawasan Cekungan Bandung dapat memberikan manfaat-manfaat seperti peningkatan efisiensi, kapasitas, dan kualitas layanan dalam sistem transportasi publik. Selain itu, integrasi angkot dengan BRT juga dapat menjangkau lokasi-lokasi yang sebelumnya tidak terjangkau oleh transportasi publik lain. Namun, upaya integrasi ini tentu bukan tanpa halangan, ada juga kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi integrasi angkot dan BRT di Bandung, seperti keterbatasan sumber daya, masalah regulasi, dan perbedaan standar kualitas layanan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan integrasi angkutan kota (angkot) dengan Bus Rapid Transit (BRT) adalah:
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Transportasi publik di kawasan cekungan Bandung mengalami permasalahan yang cukup serius sehingga dibutuhkan transformasi besar untuk memperbaiki kualitas transportasi di wilayah cekungan Bandung. Transformasi ini dapat diterapkan dengan mengintegrasikan angkutan kota dengan Bus Rapid Transit (BRT) dan menempatkan angkot sebagai pendukung transportasi publik. Namun, untuk menerapkan integrasi ini, perlu ada penyediaan sumber daya yang cukup, penyusunan regulasi yang konsisten dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat, serta sinergi antara pemerintah, operator transportasi, dan masyarakat dalam pengembangan dan implementasi integrasi angkot dan BRT.