Kyai Hasyim yang Saya Kenal

Romahurmuziy
Ketua Umum PPP 16-21, Anggota Komisi XI DPR 14-19, Ketua Komisi IV DPR 11-14, anggota Komisi VII DPR 9-11.
Konten dari Pengguna
16 Maret 2017 17:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Romahurmuziy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jenazah Hasyim Muzadi tiba di Ponpes Al Hikam. (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
Suatu hari 2007, selepas Pilkada Jatim yang adalah satu-satunya di sejarah Pilkada langsung yang berjalan 3 putaran, saya dan beberapa rekan nahdliyyin duduk santai bersama Kiai Hasyim di kediaman beliau, Jl. Cengger Ayam, Malang. Saya bertanya:
ADVERTISEMENT
"Kiai, katanya Jawa Timur itu basis NU. Mengapa kita kok kalah ngusung gubernur NU? Apa warga NU dan para santri sudah tidak taat kepada para kyainya?"
Sebagai catatan, saat itu PPP sebagai satu-satunya parpol parlemen mengusung Khofifah untuk Cagub Jatim, bersama 16 parpol non parlemen. Jawaban Kiai Hasyim enteng belaka:
"Rom, ​​dulu santri-santri NU itu kayak saya. Sekarang, santri-santri NU itu kayak kamu-kamu."
Meski disampaikan sambil terkekeh, saya merasakan jawaban itu menandai keprihatinan Kiai Hasyim atas dekadensi moral dan tradisi ketaatan yang khas dimiliki warga NU.
Indonesia umumnya dan NU khususnya kehilangan salah satu ulama yang lengkap pengalamannya, dalam ilmunya, santun tutur-bahasanya, teguh pendiriannya, luas pergaulannya, diterima seluruh umat lintas agama.
ADVERTISEMENT
Kiai Hasyim adalah ulama yang langka, bukan hanya menekuni ilmu agama, namun juga mempraktikkannya dalam aktivitas organisasi, berbangsa, dan bernegara.
Beliau seorang Kiai yang alim, organisator ulung, orator hebat, politisi yang konsisten sekaligus negarawan sejati. Itulah kesan yang saya rasakan sebagai orang yang merasa sangat beruntung berkali-kali menimba ilmu langsung dari almarhum.
Tidak pernah lazimnya ulama, Kiai Hasyim marah-marah kepada siapapun. Beliau teguh dalam memegang prinsip, namun halus dalam penyampaian. Satu hal yang saya kenang, setiap beliau selesai berpidato, tak pernah absen bertanya kepada orang-orang sekeliling beliau, termasuk saya:
"Bagaimana tadi pidato saya, lumayan, lebih dari lumayan, atau kurang dari lumayan?".
Pertanyaan tersebut, sekaligus cermin kerendah hatian beliau kepada siapapun. Bahwa ulama, kiai, juga manusia yang tak pernah luput dari salah dan alpa.
ADVERTISEMENT
Romahurmuziy bersama KH Hasyim Muzadi (Foto: Dokumen Pribadi)
Pilihan beliau untuk dimakamkan di ponpesnya di Depok, bukannya di TMP Kalibata, Jakarta, atau Malang kota tempat awal beliau membina masyarakat, tak lepas dari perhatiannya yang luar biasa kepada para santri Al Hikam II, yang beliau tengah bina.
Bahwa ulama sejati, adalah yang lahir, besar dan kembali ke dunianya, dunia santri. Sebagai warga nahdliyyin dan "santri" Kiai Hasyim, saya berterimakasih kepada Pemerintah yang telah menghormatinya secara paripurna dalam upacara militer.
Saya menulis ini, dalam iring-iringan kendaraan menghormati Kiai Hasyim dari bandara Halim, Jakarta, ke ponpes Al Hikam, Depok, tempat peristirahatannya yang abadi.
Selamat jalan Kiai, kami semua kehilangan guru bangsa sejati. Semoga kami dapat meneruskan silaturrahmi, moderasi, dan keteguhan panjenengan dalam mengawal Islam rahmatan lil 'alamin di bumi NKRI.
ADVERTISEMENT
Jakarta-Depok, 16 Maret 2017
M. Romahurmuziy
Ketua Umum DPP PPP