Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Buku Saku, Tren Sastra Populer Tahun 1950-an
15 Oktober 2023 7:49 WIB
Tulisan dari Roma Kyo Kae Saniro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sastra dan karyanya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, karya sastra pun biasanya memiliki tren atau kecenderungan karya yang berbeda pada setiap periode sastranya. Hal ini dapat terlihat pada sastra populer pada tahun 1950-an yang memiliki kecenderungan sastra yang dijadikan dalam bentuk buku saku. Buku saku adalah buku yang kecil dan ringan, sehingga mudah dibawa-bawa. Mereka sering menjadi sahabat yang setia bagi para pembaca yang ingin membaca sesuatu saat mereka berada di perjalanan, menunggu, atau dalam situasi lain di mana membawa buku besar tidak praktis. Dalam cerita-cerita sastra, buku saku sering digunakan sebagai teman setia karakter yang selalu siap memberikan hiburan atau pengetahuan di berbagai situasi.
ADVERTISEMENT
Buku saku bermakna bahwa buku tersebut memiliki format paperback mengacu pada bentuk fisik sebuah buku yang relatif kecil dan ringan, yang biasanya cocok untuk dibawa atau dimasukkan ke dalam saku atau tas pakaian. Buku bersampul tipis lebih kecil dari buku standar, biasanya berukuran lebih kecil dan memiliki halaman lebih sedikit dibandingkan buku biasa, menjadikannya format yang nyaman untuk dibaca dalam berbagai situasi. Paperback sering digunakan untuk novel, cerita pendek, puisi, atau teks lain yang dapat dibaca dengan cepat dan mudah, menjadikannya bentuk penerbitan buku yang populer.
Isi buku saku yang berbentuk sastra pun sangat bervariasi. Biasanya, karya yang dimuat dalam buku saku adalah puisi dan prosa. Namun, secara dominan, genre yang lebih laris dijadikan buku saku adalah prosa. Dominasi ini tercermin dalam perkembangan sastra populer Indonesia pada tahun 1950-an.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1950-an, sastra populer Indonesia memuat beragam genre dan tema yang menarik perhatian pembaca saat itu. Beberapa kecenderungan dan ciri sastra populer pada periode ini mengandung unsur yang berbeda-beda. Romansa menjadi highlight utama, di mana kisah cinta dengan latar belakang budaya dan sosial Indonesia dihadirkan dalam novel dan cerpen yang menarik pembaca. Penulis seperti Marga T dan Asrul Sani menghasilkan karya-karya romantis yang sangat digemari. Selain itu, genre detektif dan misteri mulai berkembang dengan detektif populer seperti Si Buta Dari Gua Hantu dan Sherlock Holmes versi Indonesia. Humor juga memegang peranan penting dalam sastra populer, karya komik seperti "Si Kabayan" karya N. Riantiarno dan "Si Unyil" karya Ganes T. Arya mendapat perhatian luas.
ADVERTISEMENT
Fokusnya juga pada sastra anak-anak dan remaja, dan karya-karya seperti “Si Unyil” sangat populer di kalangan pembaca muda dan sering kali mengangkat nilai-nilai pendidikan dan moral. Selain itu, penulis mulai mengeksplorasi kehidupan sehari-hari masyarakat awam dalam cerita mereka. Pengaruh sastra Barat, khususnya Amerika, juga mempengaruhi perkembangan sastra populer Indonesia pada periode ini, dengan karya-karya yang terinspirasi dari penulis seperti Mark Twain dan Agatha Christie.
Pertumbuhan penerbitan pada tahun 1950-an memudahkan tersedianya karya sastra populer dalam format paperback dan majalah. Penggunaan bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan ramah pembaca juga memfasilitasi sastra populer untuk berbagai kelas sosial. Semua itu mencerminkan perkembangan sosial, budaya, dan politik zaman, sekaligus memberikan hiburan dan pelarian dari permasalahan sehari-hari.
Selain yang disebutkan sebelumnya, pada masa ini pun lahirlah berbagai buku saku yang ditulis oleh Motinggo Busye. Motinggo Busye adalah seorang sastrawan, sutradara, dan pelukis Indonesia yang memiliki dampak yang signifikan dalam berbagai bidang seni. Ia dikenal karena karyanya dalam sastra, serta kontribusinya sebagai sutradara dan pelukis. Karyanya dalam sastra, terutama dalam bentuk novel dan cerita pendek, telah memengaruhi dan menginspirasi banyak pembaca di Indonesia. Selain itu, perannya sebagai sutradara dan pelukis juga menunjukkan keberagaman bakatnya dalam seni.
Karrya Motinggo Busye sepertinya karya-karya dalam bentuk prosa memainkan peran penting dalam era ini. Sastra populer pada masa itu memang mencakup berbagai genre dan tema yang beragam, termasuk drama dengan berbagai aspek kisah percintaan, cerita silat dan petualangan yang menonjolkan unsur-unsur seperti percintaan, seksualitas, detektif, dan koboi. Ini mencerminkan keragaman minat dan preferensi pembaca pada waktu tersebut, dan menunjukkan bagaimana sastra populer beradaptasi dengan berbagai tren dan preferensi dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Karya-karya seperti itu juga bisa menjadi cermin dari perubahan sosial dan budaya yang sedang berlangsung pada periode tersebut, di mana masyarakat mungkin lebih terbuka terhadap berbagai jenis sastra dan hiburan. Ini adalah informasi yang menarik tentang perkembangan sastra populer pada tahun 1950-an di Indonesia. Lebih jauh, cerita dengan tema percintaan biasanya lebih disukai oleh masyarakat pada masa itu. Berdasarkan analisis para pembaca, dominasi pembacaan karya buku saku yang memuat kisah percintaan adalah pria dari berbagai umur.
Percintaan yang dimaksud adalah kisahan seorang janda dan kehidupannya yang dianggap sebagai seorang yang buruk karena adanya stereotip sebagai pengganggu rumah tangga orang lain. Tidak hanya itu, hal ini mampu memberikan sebuah gambaran pula bahwa cerita yang ringan dan penuh dengan ilustrasi pada kover buku saku mampu menjadi sebuah daya tarik bagi para pembaca. Oleh karena itu, secara konten, sastra tersebut populer karena berisi kisahan roman picisan yang biasanya memiliki konotasi negatif atau merendahkan, yang mengacu pada sebuah roman atau hubungan yang dianggap sepele, remeh, atau tidak serius. Dalam konteks ini, istilah ini digunakan untuk merujuk kepada kisah cinta atau hubungan yang tidak mendalam atau tidak memiliki komitmen yang serius. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan roman atau hubungan yang mungkin lebih berfokus pada kenikmatan atau kesenangan sementara, tanpa niat untuk berkomitmen dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
*Tulisan ini merupakan salah satu luaran penelitian yang berjudul "Konstelasi Sastra Populer Masa Tahun 1950–1968-an sebagai Pengembangan Iptek dalam Kemanusian melalui Sastra" Nomor 1 /371/UN16.07.D/KPT/XI/2023 yang dibiayai oleh FIB Universitas Andalas.