Ice Cold: Murder, Coffee & Jessica Wongso: Film Dokumenter, Representasi Fakta?

Roma Kyo Kae Saniro
Dosen Universitas Andalas dan Peneliti Kajian Gender dan Feminisme
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2023 7:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roma Kyo Kae Saniro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Proses Pembuatan Film Dokumenter. Sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/behind-scene-concept-cameraman-working-on-1008856822
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Proses Pembuatan Film Dokumenter. Sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/behind-scene-concept-cameraman-working-on-1008856822
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film dokumenter "Ice Cold: Murder, Coffee dan Jessica Wongso" yang tayang di Netflix pada 28 September 2023 tengah menjadi perbincangan hangat di Indonesia dan mungkin juga di luar negeri. Film tersebut seolah menjadi salah satu cara untuk mendalami sebuah kasus yang telah menyita perhatian publik selama bertahun-tahun. Film dokumenter ini mengulas kasus kontroversial kematian Mirna Salihin yang terjadi pada tahun 2016. Kasus ini mencuat ke permukaan karena keterlibatan Jessica Wongso, seorang teman dekat Mirna yang dituduh meracuni kopi yang kemudian menyebabkan kematian Mirna Salihin.
Ilustrasi Kopi Sianida Kasus Mirna Salihin. Sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/ice-coffee-tall-glass-cream-poured-1402629113
Kasus meninggalnya Mirna Salihin dan persidangan Jessica Wongso menjadi salah satu kasus yang paling banyak dibicarakan di Indonesia dan banyak menimbulkan kontroversi dan spekulasi. Oleh karena hal itu, film dokumenter ini dapat memberikan perspektif baru yang memungkinkan pemirsa untuk lebih memahami berbagai aspek kasus ini serta pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Film ini pun menyajikan berbagai pertanyaan yang masih belum terjawab dalam kasus ini bertahun-tahun setelah persidangan. Ini termasuk pertanyaan tentang motif Jessica Wongso, bukti-bukti yang disajikan selama persidangan, serta proses hukum yang mengelilingi kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, film dokumenter "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso" dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kasus tersebut dibandingkan dengan berita-berita singkat atau laporan berita yang lebih pendek. Film dokumenter biasanya memiliki durasi yang lebih lama dan dapat mengeksplorasi lebih dalam tentang berbagai aspek kasus, melibatkan berbagai narasumber, dan menyajikan bukti-bukti atau fakta-fakta yang lebih lengkap.
Namun, penting untuk diingat bahwa film dokumenter juga memiliki batasan. Mereka sering kali berdasarkan sudut pandang tertentu, dan pembuat film memiliki kebebasan kreatif untuk memilih apa yang akan disertakan atau diabaikan dalam film tersebut. Selain itu, film dokumenter juga dapat memengaruhi opini penonton melalui penggunaan teknik penyuntingan, musik, dan narasi.
Film dokumenter dapat dipahami sebagai jenis film yang bertujuan untuk merekam peristiwa dan informasi nyata yang terjadi dalam kehidupan nyata. Ide dasar di balik film dokumenter adalah untuk mengabadikan realitas, menceritakan kisah-kisah yang sebenarnya, atau menyampaikan pesan serta informasi tentang subjek atau peristiwa tertentu. Ada beberapa elemen penting dalam pembuatan film dokumenter, termasuk penekanan pada realitas, penggunaan narasi, kebebasan kreatif pembuat film, penelitian dan pengumpulan data, sudut pandang yang berbeda, berbagai jenis film dokumenter, berbagai tujuan, penghargaan yang diberikan, serta proses pembuatan yang kompleks dan kreatif. Film dokumenter adalah alat yang kuat untuk membagikan cerita, memberikan informasi, dan memengaruhi penonton dengan cara yang unik.
ADVERTISEMENT
Tidak semua yang disajikan dalam sebuah film dokumenter dapat dipercayai secara mutlak. Film dokumenter memiliki banyak faktor yang dapat memengaruhi tingkat kepercayaan yang dapat diberikan kepada mereka. Pembuat film dokumenter memiliki kebebasan kreatif untuk memilih sudut pandang dan narasi yang mereka inginkan dan yang bisa menghasilkan bias dalam penyajian materi sehingga seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa film dokumenter berisi perspektif sineas dan kru film.
Ilustrasi Wawancara dalam Film Dokumenter. Sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/focus-on-camera-confident-indian-bearded-2203920851
Nantinya, hasil riset di lapangan pun akan menjadi akta yang didukung oleh bukti yang kuat memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi untuk dijadikan sebuah bahan. Hal ini pun dapat melibatkan proses wawancara seperti yang dilakukan oleh kasus Jessica. Film dokumenter sering melibatkan wawancara dengan berbagai narasumber yang memiliki sudut pandang berbeda, dan penonton perlu mempertimbangkan sudut pandang dan kepentingan narasumber ini.
Ilustrasi Proses Pembuatan Film oleh Kru. Sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/bearded-videographer-videocamers-his-blond-female-2198228473
Selain itu, jenis film dokumenter dan niat pembuatnya juga memengaruhi kepercayaan, dengan beberapa bertujuan menghibur, sementara yang lain bertujuan untuk mendidik atau mempengaruhi opini. Terakhir, film dokumenter sering kali mencampur fakta dengan interpretasi atau opini, sehingga penonton perlu dapat membedakan antara fakta yang disajikan dengan jelas dan interpretasi yang mungkin bersifat subjektif. Selain itu, penyuntingan adalah bagian penting dari pembuatan film dokumenter, di mana penggunaan pemotongan, perubahan urutan kejadian, atau penambahan musik dan narasi dapat memengaruhi cara penonton memandang suatu peristiwa.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penting bagi penonton film dokumenter untuk tetap kritis dan melakukan penelitian tambahan jika ingin memahami lebih dalam tentang subjek yang dibahas dalam film tersebut. Membandingkan berbagai sumber dan sudut pandang juga dapat membantu mendapatkan gambaran yang lebih seimbang dan objektif tentang topik yang dibahas dalam film dokumenter. Meskipun film dokumenter dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang kasus, penonton harus tetap kritis dan menyadari bahwa film tersebut mungkin memiliki sudut pandang atau bias tertentu. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih objektif dan lengkap tentang kasus hukum, sering kali diperlukan penelitian lebih lanjut dan pemeriksaan berbagai sumber yang berbeda.
Sama seperti kasus kopi sianida Jessica dan film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, penonton tidak boleh terlarut dan percaya seluruhnya dengan iming-iming diksi “dokumenter” yang melekat pada film ini. Masyarakat harus lebih kritis untuk melihat dan mempertimbangkan sebuah hal yang disajikan dalam film. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk menemukan fakta dan data secara komprehensif sehingga seakan tidak “berat” sebelah dalam cara berpikir suatu kasus yang diusulkan dalam film.
ADVERTISEMENT