Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kepercayaan Lokal Masyarakat Jawa dalam Film Primbon (2023)
22 Januari 2024 10:56 WIB
Tulisan dari Roma Kyo Kae Saniro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Film Primbon (2023) adalah karya yang menawan karena penggabungan genre horor dan misteri dengan nuansa rumit budaya Jawa. Budaya Jawa terkenal dengan kelimpahannya dalam bentuk kepercayaan, tradisi, dan adat istiadat yang terus ditegakkan oleh penduduknya. Hebatnya, film ini berfungsi sebagai media di mana aspek-aspek ini digali dan dieksplorasi.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, primbon atau ramalan sangat penting. Primbon sendiri terkait erat dengan keyakinan spiritual dan rutinitas kehidupan sehari-hari. Akibatnya, dalam konteks film Primbon, sistem kepercayaan ini membentuk landasan narasi yang menarik. Penggambaran yang ditemukan di dalam primbon dapat berfungsi sebagai petunjuk atau ancaman bagi karakter dalam film.
Rudy Soedjarwo, yang dihormati karena kecakapan sutradaranya, sangat terkenal karena kemampuannya membuat film yang membangkitkan suasana mencekam, dengan genre horor tidak terkecuali. Dengan mengombinasikan keahliannya dengan tema budaya Jawa, ia telah berhasil membangun suasana yang berbeda yang memikat penonton. Bersama penulis skenario Lele Laila, seorang tokoh terkenal di ranah film horor Indonesia, film Primbon berhasil menyuguhkan horror yang berlandaskan kearifan lokal Indonesia. Hal ini tidak perlu dipertanyakan karana keberhasilannya sebelumnya, termasuk Danur, Asih 2, Ivanna, dan KKN di Desa Penari, telah memberinya banyak pengalaman dalam menyusun alur cerita rumit yang secara mulus memadukan elemen horor dengan nuansa budaya lokal.
ADVERTISEMENT
Dalam film ini, dapat disimpulkan bahwa narasi tidak hanya menyelidiki ketakutan dunia okultisme, tetapi juga memberi penghormatan kepada warisan budaya masyarakat Jawa. Melalui karakter dan situasi yang dihadapi, penonton dapat mengalami secara nyata bagaimana kehidupan sehari-hari dan kepercayaan spiritual penduduk Jawa membentuk bagian integral dari alur cerita.
Film Primbon tidak semata-mata menjadi sumber hiburan horor, tetapi juga berfungsi sebagai jendela di mana penonton diberikan pemahaman dan apresiasi yang lebih baik terhadap kekayaan budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa. Keberhasilan film ini berpotensi menjadi katalis bagi upaya lebih lanjut untuk meningkatkan dan melestarikan kelimpahan budaya dalam produksi film Indonesia.
Film Primbon menceritakan tentang Rana dan Janu yang tersesat saat mendaki gunung. Rana hilang, dan keluarganya, yang menjunjung tinggi budaya leluhur, melakukan pencarian dengan bantuan primbon. Setelah sepekan, keluarga menganggap Rana telah meninggal dan mengadakan upacara tahlil. Namun, Rana muncul tanpa cela setelah acara tersebut. Keluarga curiga dan membuka primbon, khawatir Rana yang pulang adalah makhluk halus. Mereka menggelar acara ruwat untuk tolak bala atau buang sial. Namun, pada akhirnya, Rana terbukti telah meninggal dan orang yang selama ini menyerupai Rana adalah roh jahat.
Film Primbon secara efektif menggambarkan peran penting kearifan lokal dalam mendongenginya. Kearifan lokal ini tidak hanya berfungsi sebagai latar belakang narasi, tetapi juga memberikan pengetahuan kepada pemirsa. Dalam konteks ini, film ini berfungsi tidak hanya sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan. Narasi film ini menggambarkan pentingnya kearifan lokal, terutama dalam kehidupan sehari-hari suku-suku Jawa. Pemanfaatan primbon sebagai alat untuk mencari Rana, tokoh utama yang hilang, menjelaskan kepercayaan dan tradisi masyarakat Jawa. Ini menawarkan audiens pemahaman tentang bagaimana kepercayaan lokal dapat membentuk tindakan dan persepsi manusia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, film ini dapat dianggap sebagai manifestasi dari sastra visual yang mengintegrasikan unsur-unsur budaya dan kebijaksanaan lokal. Konsep “Dulce et utile,” yang menyampaikan bahwa sastra berfungsi tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan, dapat diterapkan dalam konteks “Primbon.” Melalui narasi, penonton tidak hanya diajak untuk mengalami ketegangan horor, tetapi juga untuk mendapatkan wawasan tentang nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut oleh suku Jawa.
Kearifan lokal yang tercermin dalam film "Primbon" menggambarkan sejumlah kepercayaan dan tindakan ritual yang diyakini oleh masyarakat Jawa. Salah satu kepercayaan yang ditonjolkan adalah bahwa seseorang yang tidak meninggalkan jejak atau "napak" dianggap sebagai hantu. Hal ini terlihat dalam kisah Rana, yang menghilang dan diperkirakan tidak meninggalkan jejak, menciptakan kekhawatiran bahwa dia mungkin telah menjadi makhluk gaib.
Selain itu, kepercayaan terhadap kehadiran hantu juga terkait dengan waktu tertentu, seperti saat tahlilan kematian. Dalam film, kedatangan Rana setelah acara tahlilan keluarganya menciptakan kebingungan, karena menurut kepercayaan setempat, kedatangannya dapat diartikan sebagai tanda kehadiran makhluk halus. Aspek primbon juga terlihat dalam kisah pernikahan yang menjadi sumber masalah bagi keluarga. Pernikahan yang tidak sesuai dengan primbon menyebabkan kecelakaan dan kematian. Penggunaan primbon untuk menghitung angka weton tanggal lahir orang tua Rana menunjukkan keyakinan bahwa ini dapat membawa hal buruk. Konflik ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh primbon dalam kehidupan sehari-hari mereka.
ADVERTISEMENT
Tindakan ritual seperti meletakkan bunga dan garam di bawah kasur Rana sebagai bentuk pelindung juga mencerminkan kearifan lokal. Jika bunga-bunga tersebut busuk, itu diartikan sebagai tanda bahwa Rana bukanlah manusia, menggambarkan ketakutan akan pengaruh roh jahat. Selain itu, penggunaan primbon dalam menentukan waktu kematian Rana menambahkan lapisan kepercayaan yang mendalam. Primbon menentang waktu kematian pada saat Rana pergi dari rumah karena dianggap sebagai hari buruk. Selain itu, kehadiran burung kedasih yang terus berbunyi di sekitar rumah diartikan sebagai pertanda kematian.
Seluruh narasi film Primbon menjadi suatu pandangan mendalam tentang kehidupan masyarakat Jawa yang sarat dengan kearifan lokal dan kepercayaan spiritual. Melalui kisah Rana, film ini menggambarkan bagaimana kearifan lokal memainkan peran penting dalam penentuan nasib dan tindakan manusia, menciptakan sebuah kisah yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik penonton tentang warisan budaya dan kepercayaan tradisional. Dengan demikian, film ini tidak hanya memberikan pengalaman hiburan yang menarik, tetapi juga memberikan pelajaran berharga dan pemahaman mendalam tentang budaya lokal dan kebijaksanaan Indonesia, khususnya suku Jawa. Ini menawarkan perjalanan sinematik yang menawan dan bermakna bagi penonton.
ADVERTISEMENT