Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ubud Writers & Readers Festival 2023: Minat Literasi Orang Indonesia?
27 Oktober 2023 18:17 WIB
Tulisan dari Roma Kyo Kae Saniro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ubud Writers and Readers Festival pada tahun 2023 telah terjalin selama 20 tahun sejak tahun 2003. Kegiatan ini dapat dikatakan sebagai kegiatan festival sastra yang bertahan lama hingga kini. Tahun ini, lebih dari 200 penulis, aktor, jurnalis, penyair, dan pemikir paling menarik di dunia berkumpul di Ubud. Mereka hadir dalam sebuah acara atau pertemuan yang sangat menarik dan menonjol di Ubud, sebuah tempat atau lokasi yang diyakini sebagai pusat kegiatan intelektual dan budaya. Acara ini mungkin mencakup diskusi, pembacaan karya, wawancara, pertunjukan, atau kegiatan lainnya yang melibatkan kontributor dari berbagai bidang kreatif dan intelektual. Keberadaan mereka di Ubud dapat dilihat sebagai momen penting dalam berbagi ide, pengalaman, dan inspirasi dengan audiens yang tertarik pada berbagai aspek kehidupan dan budaya.
ADVERTISEMENT
Acara ini berawal dari serangkaian ledakan bom di Bali pada tahun 2002, yang mendorong Janet untuk mengambil inisiatif. Janet ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Bali mampu melanjutkan kehidupan setelah peristiwa bom tersebut, dan dengan tekad ini, dia memutuskan untuk mengorganisir festival ini sebagai bentuk perlawanan dan optimisme.
Ubud Writers & Readers Festival dikenal di seluruh dunia karena programnya yang beragam dan dekat dengan penonton. Festival ini mengumpulkan lebih dari 150 penulis, pemikir, dan seniman paling menginspirasi dari seluruh dunia selama lima hari penuh percakapan yang menarik, diskusi yang dalam, dan perayaan budaya sastra yang penuh semangat.
Selain obrolan dengan penulis dan diskusi panel, festival ini juga menawarkan berbagai pertunjukan seni dan tari Indonesia, makan siang sastra, tur panduan untuk menjelajahi pasar, candi, dan sawah terkenal di Ubud. Ada juga pertunjukan komedi di malam hari, konser musik, dan acara bicara yang memukau, serta peluncuran buku, lokakarya kreatif, dan acara yang bertujuan untuk memperkaya dan menginspirasi penulis muda dan generasi penerus.
ADVERTISEMENT
Acara utama festival ini berlokasi di Jalan Raya Sanggingan, hanya 5 menit dari pusat kota Ubud. Setiap tahun, programnya tersebar di beberapa lokasi, termasuk Taman Baca, Restoran Indus, dan Museum Neka, sementara beberapa acara lainnya diadakan di berbagai tempat di sekitar Ubud. Sebagian besar sesi akan diselenggarakan dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, atau dwibahasa, dengan penerjemah hadir dalam sebagian besar sesi untuk memastikan partisipasi yang lancar.
Namun, adanya pernyataan yang dibeirkan oleh Tan Lioe Le di akun Facebooknya yang mengungkapkan sebuah pertanyaan bahwa sebenarnya, untuk siapa kegiatan ini diselenggarakan dan bagaimana kontribusi penulis dari Bali, tempat festival ini diselenggarakan? Ia pun menambahkan bahwa berdasarkan pengalamannya mengikuti festival lainnya di luar negeri dan daerah lainnya, tuan rumah selalu menjadi prioritas utama, setidaknya tidak lebih dipinggirkan.
ADVERTISEMENT
Dari seluruh keseluruhan kegiatan yang terlaksana, ada satu hal yang menjadi pertanyaan besar seperti yang disuarakan oleh Tan Lioe Le sebelumnya, tetapi lebih menitikberatkan pada partisipannya. Hal ini menitikberatkan pada partisipan yang hadir pada kegiatan main agenda. Ubud Writers and Readers Festival 2023 memiliki berbagai agenda atau acara. Namun, salah satu agenda yang besarnya adalah main agenda atau agenda utama yang menghadirkan berbagai penulis, sastrawan, jurnalis, dll. yang akan mengungkapkan hasil pemikiran mereka melalui buku yang telah ditulis dan dipublikasikan.
Mengambil satu main agenda yang diselenggarakan di Indus Restaurant, salah satu tempat pelaksanaan main agenda dari tiga tempat main agenda lainnya, partisipan yang hadir didominasi oleh partisipan luar negeri. Pada salah satu diskusi main agenda yang berjudul Understanding and Challenging Authoritarian Resurgence yang dimoderatori oleh Janet Steele, salah satu profesor dari George Washington University. Pada kegiatan ini, dominasi partisipan asing lebih dominan daripada partisipan dalam negeri atau orang Indonesia itu sendiri.
Tentunya, hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait dengan minat literasi dari orang Indonesia sendiri. Apakah hal ini menjadi sebuah penguatan dari hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang menitikberatkan pada kemampuan literasi dan numerasi siswa. Selain itu, Program for International Student Assessment (PISA) adalah sebuah survei yang mengkaji dan mengevaluasi sistem pendidikan di seluruh dunia. PISA memiliki fokus pada kinerja siswa di tingkat pendidikan menengah, dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
PISA menjalankan penilaiannya setiap tiga tahun sekali. Survei ini memusatkan perhatiannya pada tiga bidang utama, yaitu literasi (kemampuan membaca dan memahami teks), matematika, dan sains. Hasil dari survei ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang sejauh mana siswa di berbagai negara memahami dan dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang-bidang tersebut.
Pada tahun 2018, survei PISA melibatkan partisipasi sekitar 600 ribu siswa berusia 15 tahun dari 79 negara yang berbeda. Melalui tes dan pertanyaan yang dirancang secara cermat, survei ini mengukur kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis, dan menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks dunia nyata. Hasil survei PISA memberikan wawasan penting tentang kualitas pendidikan di berbagai negara dan membantu dalam merancang kebijakan pendidikan yang lebih efektif di tingkat global.
Berdasarkan survei PISA 2018 menempatkan Indonesia di urutan ke-74 alias peringkat keenam dari bawah. Hal ini tentunya menjadi sebuah hal yang miris dan membuat kita semua berbenah kembali. Namun, minat literasi merupakan salah satu alasan dari alasan lainnya yang menjadikan minimnya orang Indonesia hadir sebagai partisipan dalam kegiatan tersebut. Untuk mencari alasan lebih lanjut, dibutuhkan analisis mendalam untuk hal tersebut. Fenomena minimnya partisipan turis lokal menjadi sebuah salah satu perbandingan yang dapat direnungi kembali dan dicari jalan keluarnya bersama. Sekali lagi, ajang Ubud Writers and Readers Festival semestinya menjadi wadah literasi dengan perspektif nasional dan internasional yang tidak hanya menyasar kepada turis luar negeri, tetapi juga kepada turis dan pembicara dalam negeri yang dapat mendunia.
ADVERTISEMENT