Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Cegah Stunting dengan Mapping
24 Mei 2022 7:43 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Romanio Bahama Lazuardy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Stunting Problem Genetika atau Kegagalan Pemenuhan Asupan Gizi ?
Tahukah pembaca, berdasar survei yang dilakukan World Population Review 2021, terhadap 100 negara besar di dunia, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan penduduk terpendek tubuhnya, di dunia? Penduduk negara lain yang juga tergolong pendek adalah : Bolivia (159,7cm), Philipina (161,79cm), Vietnam (162,1cm) dan Kamboja (162,5cm).
ADVERTISEMENT
Sedangkan penduduk Indonesia berdasar survei itu diketahui bertinggi badan rata-rata 157,98cm. Sebaliknya Belanda menjadi negara dengan penduduk tertinggi di dunia. Rata-rata tinggi badan penduduk negara itu, mencapai 183,79cm. Penduduk negara lain yang juga tinggi tubuhnya adalah Montenegro (183,21cm), Denmark (182,6cm), Norwegia (182,39cm), Serbia (181,99cm) dan Jerman (181cm) (Sumber : World Population Review 2021, dalam Kumparan .com, 2022).
Cukup lama adanya anggapan yang diterima khalayak luas, bahwa penentu tinggi badan manusia adalah susunan genetikanya. Ini berarti, tinggi badan seseorang, merupakan hasil kombinasi genetika ayah-ibunya. Artinya, ketika ayah-ibu orang Indonesia rata-rata pendek, maka anak yang dilahirkannya juga akan pendek. Namun anggapan itu kemudian direvisi melalui hasil riset yang valid.
Riset dipicu oleh adanya pengamatan maupun pengukuran teratur. Diperoleh temuan, tak setiap anak yang berayah-ibu pendek, juga akan terlahir pendek. Bahkan ketika pengamatan dilakukan hingga pada generasi kakek maupun buyut sang anak yang juga pendek, memunculkan pertanyaan : darimana asal tinggi badan anak yang melampaui leluhurnya?
ADVERTISEMENT
Demikian juga ketika rata-rata tinggi badan penduduk di banyak negara dunia mengalami penambahan. Padahal jika mengikuti teori genetika, bahan baku yang pendek menghasilkan produk yang juga pendek. Serial data menunjukkan, adanya pertambahan tinggi badan yang konsisten warga di suatu negara.
Riset yang kemudian mendalami faktor di luar genetika yang menentukan pertambahan tinggi badan seseorang, mendapati tinggi badan sangat dipengaruhi oleh faktor gizi. Terutama gizi asupan bayi pada 1000 hari pertama kehidupannya di dunia.
Kajian yang mengaitkan antara tinggi badan dengan terpenuhinya asupan gizi pada pertumbuhan anak, menghasilkan konsep tentang stunting. Stunting merupakan indikasi terjadinya kegagalan tumbuh akibat kekurangan gizi di 1000 hari pertama kehidupan anak.
Permasalahan stunting ini jadi perhatian serius pemerintah dan semua pihak, mengingat implikasinya bukan hanya pada soal tinggi badan yang bakal dicapai seseorang. Stunting juga merupakan indikasi terhambatnya pertumbuhan otak pada masa perkembangan anak.
ADVERTISEMENT
Maka lebih gawat dari sekedar soal tinggi badan, stunting juga berpengaruh pada daya saing suatu bangsa, terkait dengan perkembangan otaknya. Hal ikutan lain terkait kekurangan gizi pada tinggi badan dan perkembangan otak, adalah risiko munculnya penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, maupun gangguan jantung, di waktu yang lebih dini. Keadaan yang menyebabkan sulitnya individu bertanggung jawab pada hidupnya sendiri di masa yang akan datang.
Kedaruratan Stunting di Indonesia
Pada tahun 2019, angka stunting Indonesia mencapai 27,6 persen dari populasi. Sedangkan capaian penurunannya, masih berada pada angka 1,6 persen per tahun. Angka-angka indikasi ini masih tergolong tinggi, berdasar standar toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO menetapkan angka yang dapat ditoleransi, kurang dari 20 persen. Implikasi capaian Indonesia, adalah status stunting-nya yang masih berada di urutan ke-4 terbawah dunia, dan urutan ke-2 terbawah di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Menyikapi posisi tak sedap itu, Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan percepatan penurunan angka stunting, setidaknya di bawah angka toleransi, yang ditargetkan tercapai pada tahun 2024. Sebagai langkah nyata, Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebagai Ketua Pelaksana untuk percepatan penurunan angka stunting.
”Pada prinsipnya, berdasar arahan Bapak Presiden, memang semua pihak harus fokus dan melakukan intervensi yang harus tepat sasaran. Kami di BKKBN ini yang ditunjuk sebagai pelaksana di lapangan, terutama kami harus mengawal apakah intervensi itu bisa tepat sasaran,”. Demikian disampaikan Kepala BKKBN, Dr. (hons) Hasto Wardoyo, dalam keterangan pers yang dikutip dari laman web Sekretariat Negara, setelah Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Presiden Jokowi pada 11 Januari 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Melalui penugasan tersebut, Presiden mencanangkan target bahwa setidaknya dalam tiap tahun, angka stunting di Indonesia dapat diturunkan hingga 2,7 persen. Sehingga pada tahun 2024, pencapaian dapat menurunkan prosentase, hingga menjadi 14 persen.
Kolaborasi BIG dengan BKKBN Menurunkan Stunting
Terkait amanah Presiden Joko Widodo, bahwa program penurunan angka stunting harus tepat sasaran, BIG (Badan Informasi Geospasial) menerjemahkannya dengan menghadirkan data geospasialnya, mengakselerasi penurunan angka stunting.
Tercatat, di tahun 2020, BIG bersama BKKBN telah melakukan penandatanganan dokumen kesepahaman terkait “Pemanfaatan Data Spasial dalam Mendukung Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana”. Langkah itu selanjutnya diikuti dengan penandatanganan dokumen perjanjian kerja sama, “Integrasi Data Hasil Pendataan Keluarga dan Informasi Geospasial dalam Rangka Pemetaan Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”.
ADVERTISEMENT
Hadirnya BIG, meminimalisasi potensi tak tepatnya sasaran dalam pelaksanaan program yang hendak dicapai. Kenyataan di lapangan menyebutkan, koordinat data kependudukan yang dimiliki oleh BKKBN sering tak sesuai dengan lokasi penduduk sasaran program. Karenanya, perlu dilakukan re-Geotagging atau proses ulang penambahan informasi geografis, sesuai dengan koordinat data kependudukan yang diperoleh. Proses re-Geotagging ini dibutuhkan, manakala program percepatan penurunan angka stunting ingin tepat sasaran.
Seiring dengan itu, di tahun 2021, BKKBN telah melakukan Pendataan Keluarga (PK21). Pendataan Keluarga merupakan kegiatan pengumpulan data primer, terkait aspek-aspek kependudukan, keluarga berencana, pembangunan keluarga maupun data anggota keluarga, yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah, secara serentak. Pendataan keluarga ini menghasilkan “Data Statistik Tematik PK21” dan “Data Spasial Kependudukan PK21”.
ADVERTISEMENT
Pengumpulan “Data Statistik Tematik PK21” merupakan wewenang kerja BKKBN. Sedangkan “Data Spasial Kependudukan PK21”, yang terdiri dari wilayah administrasi dan koordinat geografis, merupakan wewenang kerja BIG. Dalam kolaborasi ini, BIG berperan memverifikasi data spasial, hingga pelaksanaan re-Geotagging, jika diperlukan.
Kedua kelompok data di atas diintegrasikan BIG dalam prototipe stunting dashboard dan keluarga berisiko stunting, untuk memberikan model tampilan pengintegrasian data spasial dengan data statistik dari hasil Pendataan Keluarga 2021. Stunting dashboard terintegrasi pada laman portal geoportal.big.go.id.
Manfaat peta risiko stunting, untuk menyusun program percepatan penurunan angka stunting yang tepat. Melalui peta itu, dapat diketahui informasi terkait fasilitas kesehatan yang di suatu daerah. Sedangkan Informasi spasialnya, dapat digunakan untuk membantu menentukan wilayah/ lokasi prioritas dalam pelaksanaan intervensi yang tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
BIG merupakan lembaga negara non kementerian, yang berwenang dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar. Peran ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011. Sebelumnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Perubahan nama yang telah disahkan pada tanggal 27 Desember 2011, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 94 Tahun 2011 ini, juga menguatkan kebijakan nasional di bidang informasi geospasial.
Salah satu hasil kerja dari BIG adalah Penyusunan Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peta tersebut diterbitkan oleh BIG yang dalam penyusunannya yang melibatkan berbagai Kementerian Lembaga seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertahanan, Dinas Pemetaan Topografi TNI AD, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, Dinas Foto Udara TNI AU, Badan Bahasa, dll.
ADVERTISEMENT
Peta itu bersifat public domain, artinya bisa dicetak oleh siapa saja, dengan tak mengubah isinya. Peta NKRI tersebut juga dapat diakses dan diunduh secara GRATIS melalui situs web Ina-Geoportal, tanahair.indonesia.go.id. Dengan memanfaatkan informasi geospasial yang akurat, ayo semua pihak turut memerangi stunting, demi Indonesia yang berdaya saing global