Konten dari Pengguna

America First: Proteksionisme AS dalam Liberalisasi Ekonomi China

Romanus Sinaama Lekan Kein
Mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan Internasional yang aktif dalam isu-isu ekonomi politik global, memiliki semangat kepemimpinan yang tinggi, siap membawa perubahan menuju Indonesia Emas 2045
6 Januari 2025 12:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Romanus Sinaama Lekan Kein tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasiperdagangan bebas AS (Gambar dibuat oleh Romanus, 20
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasiperdagangan bebas AS (Gambar dibuat oleh Romanus, 20
ADVERTISEMENT
America First menjadi logo penanda keadidayaan AS yang terus mendominasi percaturan global sekaligus respons terhadap agen-agen luar yang ingin berkompetitif. Kebijakan America First diusung oleh Presiden Donald Trump sejak 2017. Hal ini menandai era baru dalam perekonomian global, di mana AS beralih dari paradigma perdagangan bebas ke arah proteksionisme. Di sisi lain, China justru semakin mendorong liberalisasi ekonominya dan memperkuat posisinya sebagai pemimpin ekonomi global. Ketegangan ekonomi antara kedua negara tersebut tidak hanya bersifat bilateral tetapi memiliki dampak sistemik yang dirasakan oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara berkembang dengan ekonomi terbuka, Indonesia tidak bisa mengabaikan dinamika ini. Implikasi dari kebijakan proteksionis AS dan respons liberal China menempatkan Indonesia di persimpangan jalan: antara peluang dan risiko.
Kebijakan America First dan Respons China
Kebijakan America First menekankan perlindungan industri dalam negeri AS dengan menaikkan tarif impor, membatasi investasi asing, dan menarik kembali industri manufaktur yang berlokasi di luar negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS, terutama pesaingnya, China. Namun, efek kebijakan ini dapat memicu perang dagang yang berkepanjangan.
Sebagai respons, China tidak membalas dengan tarif serupa, tetapi mempercepat reformasi struktural untuk menarik investasi asing langsung (FDI). Selain itu, China semakin aktif dalam inisiatif, seperti Belt and Road Initiative (BRI) dan perjanjian perdagangan bebas, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
ADVERTISEMENT
Dampak Terhadap Indonesia
1. Ekspor dan Perdagangan
Sebagai negara yang bergantung pada ekspor komoditas, seperti batu bara, minyak sawit, dan karet, Indonesia mengalami dampak dari tendensi perdagangan AS-China. Penurunan permintaan dari dua mitra dagang ini berpotensi menekan neraca perdagangan indonesia.
2. Investasi Asing Langsung (FDI)
Ketidakpastian global akibat perang dagang ini telah mengakibatkan investor asing harus lebih berhati-hati. Meskipun Indonesia masih menarik investasi asing, khususnya investasi dari China dalam aspek ekonomi, menjadikan modal bagi stabilitas ekonomi dalam negeri.
3. Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Perang dagang banyak kali memicu gejolak di pasar keuangan global, menyebabkan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Fluktuasi ini meningkatkan risiko terhadap stabilitas ekonomi makro Indonesia.
ADVERTISEMENT
4. Peluang Diversifikasi Pasar
Di tengah tendensi dagang ini, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara Asia Selatan, Tmur Tengah, dan Afrika. Selain itu, perjanjian RCEP membuka akses yang lebih luas bagi produk Indonesia di pasar regional.
Eksistensi Indonesia dalam Dinamika Global
Dalam konteks global, eksistensi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi di Asia Tenggara sangat dipengaruhi oleh stabilitas perdagangan internasional. Sebagai anggota ASEAN dan salah satu inisiator RCEP, Indonesia memiliki posisi strategis untuk memainkan peran penyeimbang antara AS dan China.
Namun, posisi ini juga dapat menyebabkan risiko Jika Indonesia terlalu pragmatis dan tidak mampu memanfaatkan peluang serta menanggulangi risiko akibat sengketa dagang AS-China, maka stabilitas ekonomi Indonesia selalu mengalami ketergantungan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Ketegangan ekonomi antara AS-China menciptakan dampak yang kompleks bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Meskipun membawa tantangan, situasi ini juga membuka peluang bagi Indonesia mereformasi ekonomi domestik, meningkatkan daya saing industri, dan memperluas pasar ekspor.
Indonesia harus berhati-hati dalam memposisikan diri di tengah rivalitas dua kekuatan ekonomi global ini. Dengan kebijakan yang tepat, termasuk diversifikasi pasar, stabilisasi ekonomi makro, dan penguatan kerja sama regional dapat memberikan manfaat signifikan dalam memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi global.
Selain itu, Indenesia tidak boleh menjadi korban dari rivalitas dua kekuatan ini, tetapi harus menjadi pemain aktif dalam membentuk tatanan ekonomi global yang lebih adil dan berkelanjutan.