Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Membumikan Pancasila Melalui Perpustakaan
4 Mei 2023 21:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Romi Febriyanto Saputro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah suatu ideologi negara. Ideologi ini merupakan suatu petunjuk untuk menata kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi rumah bersama bangsa Indonesia yang berbeda suku, agama, ras dan golongan. Berbeda-beda tetapi tetap satu dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT
Mustafa Rejai (1991) dalam buku Political Ideologies menyatakan, ideologi itu tidak pernah mati, yang terjadi adalah emergence (kemunculan), decline (kemunduran), dan resurgence of ideologies (kebangkitan kembali suatu ideologi). Tampaknya, sejak awal reformasi hingga saat ini sedang terjadi declining (kemunduran) pamor ideologi Pancasila seiring meningkatnya liberalisasi dan demokratisasi dunia.
Untuk itu perlu upaya cerdas untuk membumikan Pancasila di hati sanubari rakyat Indonesia. Agar Pancasila tidak sekadar menjadi angin sepoi-sepoi yang indah untuk didengar namun sulit untuk dilaksanakan. Sebagai sebuah ideologi, Pancasila telah mengalami keterpurukan.
Keterpurukan ini terjadi karena ketiadaan teladan penguasa baik pada masa orde lama, orde baru maupun orde reformasi. Orde lama dan orde baru telah menggunakan Pancasila hanya sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan sekaligus untuk memberangus lawan-lawan politiknya.
ADVERTISEMENT
Ketiadaan teladan dalam mengamalkan Pancasila ini juga masih menghiasi lembaran sejarah orde reformasi. Korupsi yang tumbuh dan berkembang pada masa orde baru tetap tumbuh subur pada masa reformasi.
Perpustakaan dapat dijadikan sarana untuk membuat Pancasila lebih mudah diterima, dipahami, dan diamalkan. Mengapa? Karena perpustakaan merupakan titik temu antara mozaik ilmu pengetahuan yang beraneka warna dengan masyarakat yang beraneka warna pula latar belakang sosial, politik, agama, ekonomi, dan budayanya. Perpustakaan merupakan sarana bagi masyarakat untuk lebih mudah membaca Pancasila.
Perpustakaan sebagai gudang ilmu dapat menjadi alternatif untuk membumikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah ideologi yang bersifat terbuka. Demikian pula halnya dengan perpustakaan yang merupakan wadah terbuka bagi semua orang untuk membaca dan mengaktualisasikan informasi, pengetahuan, dan wawasan.
ADVERTISEMENT
Buku adalah investasi masa depan yang bersifat non-material yang berguna untuk mewujudkan masyarakat yang melek informasi. Buku sesungguhnya merupakan software atau perangkat lunak untuk memberdayakan masyarakat. Perangkat lunak yang selama ini terlupakan dalam program membumikan Pancasila.
Dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap informasi maka akan berdampak pada peningkatan masa depan mereka. Perpustakaan merupakan salah satu tempat terbaik untuk memberdayakan rakyat dari berbagai latar belakang yang berbeda agar semakin mengenal, memahami, dan mengamalkan Pancasila. Beragam koleksi yang ada di perpustakaan dapat dijadikan pisau bedah untuk mendiskusikan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka.
Untuk membumikan Pancasila, perpustakaan harus menjadi pusat kegiatan komunitas. Perpustakaan mesti menjadi fasilitator kegiatan komunitas blogger, komunitas penulis, komunitas remaja, dan komunitas kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Acara bedah buku, pelatihan menulis, dan pelatihan keterampilan dapat dipusatkan di perpustakaan. Aneka kegiatan semacam inilah yang akan menjadi lahan basah untuk mengenalkan nilai penting Pancasila bagi anggota komunitas.
Komunitas di perpustakaan merupakan sarana untuk melakukan proses internalisasi nilai-nilai Pancasila di kalangan anggota komunitas. Ada beberapa fungsi yang bisa dilakukan untuk memberdayakan anggota komunitas ini.
Pertama, untuk memelihara dan menguatkan hubungan sosial di antara anggota kelompok sebagai manifestasi dari Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Komunitas dapat memberikan kesempatan kepada anggota untuk melakukan aktivitas yang informal, santai, dan menghibur.
Kedua, pendidikan. Artinya dinamika kelompok baik secara formal maupun informal bekerja untuk memahami, menelaah, diskusi dan sekaligus mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila. Belajar, membaca, menulis, dan berselancar dalam lautan informasi ialah aplikasi nyata dari Pancasila. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota komunitas selalu membawa informasi baru ke dalam komunitas. Tanpa informasi baru, fungsi pendidikan ini akan berada dalam keadaan stagnan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, persuasi. Komunitas merupakan sarana untuk menumbuhkan karakter Pancasilais di kalangan anggota sekaligus memberikan daya ungkit ke masyarakat luas. Mendakwahkan Pancasila melalui pendekatan komunitas akan terasa lebih halus daripada model pendekatan Orde Baru dengan P4-nya. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) ketika itu terasa sangat vulgar dan kaku dalam mendakwahkan Pancasila. Akibatnya, menimbulkan apriori dan skeptisme di kalangan generasi muda.
Keempat, problem solving. Pemecahan masalah merupakan fungsi penting dalam dinamika kelompok. Eksistensi komunitas sangat ditentukan oleh kemampuan komunitas dalam menyelesaikan permasalahan anggota. Pendekatan nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat memberikan solusi atas masalah-masalah yang ada.
Jika perpustakaan sudah menjelma menjadi pusat kegiatan komunitas maka pada titik puncak perpustakaan akan menjelma menjadi pusat persemaian kader-kader anak bangsa yang memiliki loyalitas kepada Pancasila. Tidak hanya secara ucapan saja melainkan juga dibuktikan dengan perbuatan nyata dalam segala bidang kehidupan.
ADVERTISEMENT
Kader-kader bangsa yang cerdas karena sering membaca buku sebagaimana Bung Hatta. Mampu menelurkan ide-ide revolusioner untuk kemajuan bangsa dan negara tercinta ini. Kader-kader bangsa yang berjiwa nasionalisme sejati bukan nasionalisme semu dan palsu!