Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Negeri Agraria Warisan Nenek Moyang
27 Oktober 2022 14:15 WIB
Tulisan dari Roni Adi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Perspektif Naskah Tani”

Indonesia adalah negeri yang mempunyai kekayaan melimpah.
ADVERTISEMENT
Kalimat itu jelas sering kita temukan pada buku pelajaran dan iklan-iklan menjelang hari kemerdekaan, tetapi jika dilihat sekarang, apakah kalimat tersebut bisa memproyeksikan gambaran masyarakat Indonesia? Hal ini tergantung dari siapa yang menjawab dan perspektif mana yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Naskah Tani
Naskah yang berjudul “Tani” adalah naskah yang dituliskan dengan bahasa jawa kromo yang berisikan mengenai tindak tutur, saran, dan filosofi mengenai pertanian. Naskah ini spesifik membicarakan mengenai tata cara penanaman beberapa tanaman seperti; jagung, dan bakau. Penanaman tersebut dijelaskan mulai dari pembibitan tanaman yang bagus, cara merawat, hingga masa dan cara memanen yang cocok.
Naskah tani membahas dua tanaman yaitu jagung dan tembakau. Pada bab jagung dijelaskan secara detail bagaimana proses penanaman jagung yang baik, waktu kapan saja yang cocok untuk menanam dan memanen, serta hal yang dilakukan setelah proses panen.
ADVERTISEMENT
“ Atoeran manen djagung ingkang sae bak inggih poenika, ing dadine satotang salaewang 2 idji djagung lan awisipas 1 setengah setawi 2 kali.”
Dari penggalan kalimat tersebut menunjukkan jika masa panen jagung yang cocok yakni, dalam satu setengah tahun dapat dilakukan proses penanaman dua kali. Tidak hanya perihal cara menanam jagung, pada naskah ini juga menjelaskan mengenai ancaman yang akan dialami saat penanaman serta penanggulangannya.
“ ing sapoenika gagak teka anggenipoen mentjok, djagoengipoen saged sepoeh maelon”.
Memiliki makna jika ancaman yang bisa dihadapi waktu penanaman jagung salah satunya adalah gagak yang akan memakan jagung yang sudah akan segera panen.
Melihat dari tulisan yang ada di naskah dan bahan yang digunakan sebagai media penulisan, estimasi dari penulis jika naskah ini ditulis pada awal abad 19 (karena tidak tertera secara jelas ), estimasi ini melihat bahasa yang digunakan yaitu bahasa jawa kromo dengan ejaan Van Ophuijhen, dan terdapat ilustrasi jagung pada naskah, oleh karena itu penulis menganggap jika naskah ini ditulis awal tahun 1900-an.
ADVERTISEMENT
Naskah Tani adalah naskah dengan jenis non-fiksi, naskah ini memberikan petunjuk berupa arahan, peringatan, dan juga larangan dalam menanam jagung dan bakau. Naskah ini bertujuan untuk memberikan gambaran kehidupan terdahulu (saat naskah ini ditulis). Penulisan naskah pada zaman dahulu sejatinya digunakan sebagai sumber referensi untuk pembelajaran kehidupan selanjutnya.
Korelasi Naskah Tani dengan Keadaan Saat Ini
Melihat isi dan waktu dari naskah tani tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia pada waktu itu paham betul di bidang pertanian. Akan tetapi jika dilihat keadaan sekarang, seakan kontradiktif. Hanya sedikit masyarakat di daerah tertentu yang masih melanjutkan estafet penjaga tatanan negara Indonesia. Petani atau akronim dari penjaga tatanan negara Indonesia adalah profesi yang sesuai dengan namanya, yaitu profesi yang bertugas menjaga tatanan negara ini dengan memproduksi pangan.
ADVERTISEMENT
Naskah ini memberi kesadaran bagi para pembaca jika negara ini sejak dahulu terkenal dengan sebutan negara agraris atau negara yang dikenal besar dengan kegiatan pertanian, terbukti sejak dahulu nenek moyang kita meninggalkan catatan-catatan penting yang berisi petunjuk, imbauan dan larangan dalam menjalani proses bertani.
Meskipun teknologi dan informasi terus berkembang, bukan berarti sebagai generasi muda melupakan perihal yang fundamental, seperti produksi pangan atau pertanian, karena hal-hal tersebut masih menjadi salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan oleh manusia.