Konten dari Pengguna

Mengapa Proklamasi Kemerdekaan Diproklamirkan Tanggal 17 Agustus?

Roni Patihan
- Alumni LIPIA Jakarta - Pimpinan Insan Cendekia Boarding School (ICBS) Payakumbuh - Ketua FKPP Kota Payakumbuh - Menyukui membaca dan menulis
19 Agustus 2024 9:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roni Patihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Upacara Peringatan Detik - Detik Kemerdekaan RI ke-79, 17 Agustus 2024 di ICBS Payakumbuh, Sumatera Barat. Sumber: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Upacara Peringatan Detik - Detik Kemerdekaan RI ke-79, 17 Agustus 2024 di ICBS Payakumbuh, Sumatera Barat. Sumber: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Ini adalah tanggal yang dipilih Soekarno sendiri. Ia sendirilah yang menyusun rencana untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari sebelumnya, pada tanggal 8 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta secara mendadak dan sangat tergesa – gesa dipanggil ke Dalath, yang berjarak seratus kilometer di luar kota Saigon, Vietnam, untuk bertemu Jendral Terauchi, Panglima Tertinggi Pasukan Jepang di Asia Tenggara.
Jendral yang bertubuh tinggi dan kurus dengan penampilan cara Eropa itu berkata kepada keduanya, “Sekarang terserah kepada Tuan, Pemerintah Jepang menyerahkan proses kemerdekaan sama sekali di tangan Tuan.”
Pernyataan Jendral Terauchi, yang merupakan satu – satunya pemimpin Jepang yang bisa ditemui di luar Tokyo, nampak sebagai keputusasaan dibanding mengandung setitik pengharapan. Kota Hiroshima, salah satu kota industri Jepang baru saja dibom nuklir Amerika Serikat, dua hari sebelumnya. Dan sehari sesudahnya, di tanggal 9 Agustus, kota Nagasaki menjadi sasaran berikutnya. Kedua kota itu hancur berkeping – keping, korbannya ratusan ribu.
ADVERTISEMENT
Dan Jepang pun bertekuk lutut. Bangsa yang gagah perkasa dan mengaku sebagai Pelindung Asia itupun menyerah tanpa syarat. Jepang, sebentar lagi, nampaknya akan gagal mempertahankan jengkal demi jengkal tanah jajahannya, termasuk Indonesia.
Pada tanggal 14 Agustus Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Para pemuda, yang sebelum keberangkatan Soekarno ke Vietnam, terus mendesak Soekarno agar segera memproklamirkan kemerdekaan, datang lagi di malam itu.
Bung Karno merasa lelah, capek sekaligus marah. Mengapa para pemuda ini terus mendesaknya? Mengapa hanya Soekarno seorang yang didatangi? Mengapa mereka tidak datang juga ke Bung Hatta dan Syahrir?
”Di Saigon aku sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17.” Soekarno akhirnya mengaku, karena terus didesak ratusan pemuda yang mendatangi rumahnya dengan membawa senjata.
ADVERTISEMENT
”Tujuh belas adalah angka keramat.” Bung Karno mulai menjelaskan makna di balik angka itu. ”Pertama – tama, kita sedang berada di bulan suci Ramadhan. Ini berarti saat yang paling suci. Hari ini Jumat Legi, Jumat suci. Dan hari Jumat tanggal 17. Alqur’an diturunkan tanggal 17. Orang Islam melakukan sembahyang 17 rakaat sehari. Kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia.”
Bung Karno melanjutkan, ”Ketika pertama kali aku mendengar penyerahan Jepang, aku berfikir bahwa kita harus segera memproklamirkan kemerdekaan. Aku menyadari adalah takdir Tuhan bahwa peristiwa ini akan jatuh di hari keramatNya. Proklamasi akan berlangsung tanggal 17. Revolusi akan mengikuti setelah itu.”
Pada Jumat pagi, 17 Agustus, 9 Ramadan, proklamasi akhirnya dibacakan Bung Karno di depan halaman rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Timur. Upacaranya sangat sederhana. Pengeras suaranya adalah hasil curian dari stasiun radio Jepang. Bendera merah putih dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati, istri Soekarno. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah beberapa saat sebelum itu.
ADVERTISEMENT
Saat itu pukul 10.00 pagi. Dan Indonesia pun Merdeka…
Sumber tulisan ini lebih banyak dari buku "Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat" yang ditulis oleh Cindy Adams, edisi revisi, cetakan kelima, 2018.
Roni Patihan, alumni Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta, pimpinan Insan Cendekia Boarding School (ICBS) Payakumbuh, Sumatera Barat.