Omnibus Law, Proyek Strategis Nasional, dan HAM

Ronny Josua Limbong
Analis di suatu lembaga mandiri setingkat lembaga negara lainnya
Konten dari Pengguna
14 Agustus 2020 16:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ronny Josua Limbong tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemangunan Infrastruktur (Foto: Hutomo Sulaksono)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemangunan Infrastruktur (Foto: Hutomo Sulaksono)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hadirnya RUU Cipta Kerja hendak memperkuat landasan hukum bagi pembangunan infrastruktur yang dikenal dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) agar terus berlanjut. Hal ini terlihat dalam Pasal 121 RUU Cipta Kerja tentang Perubahan Pasal 10 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di mana lingkup pembangunan untuk kepentingan umum meluas dengan adanya penambahan sektor kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, kawasan pariwisata, kawasan industri minyak dan gas, dan lain-lain. Dengan adanya penambahan tersebut, pembangunan PSN khususnya proyek berbasis kawasan akan semakin gencar dilakukan. Timbulnya kasus konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur tidak lepas dari eksistensi UU No.2/2012 yang mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam suatu pembangunan. Suntoro (2018) menyatakan bahwa UU 2/2012 dilihat dari aspek operasional lebih menjamin proses pengadaan tanah secara lebih cepat namun memberikan implikasi terhadap berbagai pelanggaran HAM terlebih dipengaruhi masih belum selarasnya dengan instrumen HAM serta perbedaan implementasi di lapangan.
ADVERTISEMENT
Dukungan pelaksanaan PSN dalam RUU Cipta Kerja juga dapat ditemui dalam perubahan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di mana dalam beberapa pasal khususnya penambahan Pasal 34A memungkinkan kebijakan nasional yang bersifat strategis dapat dilaksanakan tanpa perlu menunggu adanya peninjauan kembali RTRW baik nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota serta rekomendasi dari Pemerintah Pusat. Tidak berhenti sampai di situ, perubahan Pasal 44 Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga memungkinkan alihfungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk PSN.
Capaian pembangunan infrastruktur meliputi pembangunan jalan tol, rel kereta, pelabuhan, bendungan, bandara, dan lain-lain sekiranya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berbagai indikator seperti Index of Ease of Doing Business, angka elastisitas tenaga kerja, angka kemiskinan, dll menunjukkan adanya peningkatan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 2017-2018. Namun capaian tersebut berbanding terbalik dengan catatan Komnas HAM yang pada tahun 2017 menyatakan ada 33 kasus konflik agraria terkait dengan pembangunan infrastruktur. Bahkan pada tahun 2018 jumlah kasus meningkat 2x lipat menjadi 67 kasus. Konflik yang terjadi akibat adanya pembangunan infrastruktur umumnya berupa uang ganti rugi yang tidak layak atau bahkan belum dibayarkan, pembangunan yang dilakukan tanpa sosialisasi dan partisipasi, penggusuran paksa, hingga terjadinya kekerasan fisik atau persekusi yang dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi pembangunan.
ADVERTISEMENT
Pengistimewaan PSN melalui RUU Cipta Kerja hanya akan menambah daftar panjang konflik agraria yang terjadi akibat pembangunan infrastruktur. Dengan adanya RUU Cipta Kerja pelaksanaan PSN akan semakin mulus karena meniadakan prinsip partisipasi masyarakat dan Pemerintah Daerah serta perlindungan lingkungan hidup. Potensi terjadinya pelanggaran hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak, hak atas pangan, hak atas tempat tinggal, dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat adat, petani, nelayan, dan kelompok marginal lainnya akan semakin sulit untuk dihindari.
RUU Cipta Kerja dengan dasar pembentukan berorientasi pada kemudahan berinvestasi untuk meningkatkan lapangan kerja justru mengabaikan sejumlah nilai-nilai HAM khususnya Hak Atas Pembangunan. Dalam Declaration on the Right to Development yang dirilis oleh PBB tahun 1986 hak atas pembangunan adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut berdasarkan atas setiap manusia dan semua orang memiliki hak untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam penikmatan terhadap pembangunan ekonomi, sosial, kultural, dan politik. Pembangunan harus menggunakan pendekatan yang memanusiakan manusia dan penghormatan penuh terhadap HAM, tidak terkecuali dalam pembangunan infrastruktur (Komnas HAM, 2017).
ADVERTISEMENT