Lembah Jahanam di Kota Suci Tiga Agama

Ronny P Sasmita
Warga Negara Biasa Penikmat Kopi Warkop yang Nyambi Jadi Pengamat Ekonomi, Penikmat Sejarah dan Kajian-Kajian Strategis
Konten dari Pengguna
24 Februari 2022 10:13 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ronny P Sasmita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Valley of Hinnom
zoom-in-whitePerbesar
Valley of Hinnom
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada sebuah spot terendah di Jerusalem, namannya Valley of Hinnom, atau Lembah Henom. Bahkan di barat dikenal dengan sebutan "Hell" atau neraka. Ceritanya, sebagaimana diceritakan oleh salah satu peneliti di sana kepada saya beberapa waktu lalu, kembali ke 3200 tahun silam, sebelum keturunan Yakup datang, di mana Jerusalem ketika itu masih dihuni oleh kaum pagan yang menyembah dewa api.
ADVERTISEMENT
Mereka mengadakan upacara pengorbanan bayi di Valley of Hinnom untuk menghormati sang dewa api, atau Henom. Asal kata Aramaic-nya adalah Gehena, lalu jadi Gei Ben Hinnom, yang berarti api. Kemudian menjadi "Gehinom" di dalam bahasa Ibrani, dan menjadi "Jahanam" dalam bahasa arab. Istilah tersebut bertemu dengan budaya barat yang menganggap kehidupan bawah tanah (underground) dikuasai oleh dewa Hellia (api), yang akhirnya menjadi "Hell" alias "neraka." Dan begitulah orang Isreal memperkenalkan Valley of Hinnom dalam bahasa Inggris, yaitu "Hell."
Ya memang begitulah. Tapi, meskipun terdapat lembah neraka di sana, kota tersebut masih tetap menjadi kota suci tiga agama, yang diperebutkan sampai hari ini. Entah kebetulan atau memang konsep kunci religi memang demikian, di mana ada neraka dan surga, di kota suci tiga agama itu sampai hari ini masih terdapat sebuah lokasi yang dinamai neraka jahanam itu.
ADVERTISEMENT
Pertempuran simbolik antara neraka dan surga adalah salah satu narasi kunci dalam agama, yang ikut meramaikan relasi konfliktual di Jerusalem, walaupun sejatinya di komplek Masjidil Aksa, damai antara Islam dan Judaisme secara historis teoritik sebenarnya sangat dimungkinkan, setelah sekian banyak temuan dan interpertasi baru atas sejarah dan old testament (Torah/Taurat). Tapi secara tradisi, rasanya memang masih sulit dan masih lama, atau mungkin tak akan pernah.
Seteru keyakinan soal lokasi situs keagamaan terjadi setelah ratusan tahun Dinasti Umayah membangun Masjidil Aksa dan Kubah Mas (dome of the rock), sekitar tahun 691, di kawasan Haram al Syarif (Masjidil Aksa Compound) atau Baitul Maqdis. Dan kini justru di bawah Dome of The Rock dan masjid Masjidil Aksa , diyakini terdapat Tempel mount, tempat yang dipercaya oleh orang Yahudi sebagai lokasi suci, temple of Solomon, pernah berdiri.
ADVERTISEMENT
Posisi West Wall saat ini pas bersebelahan dengan Masjidil Aksa. Setelah pendudukan Israel saat Six Days War, pengelolaan kedua situs religious tersebut diserahkan kepada agama masing-masing. Jadi secara teknis berada di bawah lembaga wakaf Jordan. Begitu pula dengan West Wall yang dikelola lembaga wakaf Judaisme, Temple mount faithfull movement. Sampai hari ini, orang Yahudi penganut Judaisme ramai berdatangan ke West Wall, seperti muslim di Mekah. Dan memang itu tradisi mereka.
Lantas, bagaimana menurut sejarawan, arkeolog, dan pakar Taurat dari kalangan akademis? Jawabannya ternyata Temple Mount tidak di sana. Menurut para pakar ini, yang ditimpa oleh masjid Masjidil Aksa bukanlah Temple mount, tapi St Antonia Fort, atau kawasan tinggal plus benteng St Antonia dengan Yupiter Temple, yang dibangun setelah Titus Flavius Romawi (Titus Flavius of Rome) meratakan Jerusalem, paska pemberontakan Yahudi, sekitar tahun 70an. Ketika itu Romawi masih menganut paganisme, di mana Yupiter temple dibangun untuk menyembah Tuhan Yupiter (Agama Kristen resmi dianut oleh Romawi setelah Emperor Constantine, 300an)
ADVERTISEMENT
Menurut sejarawan dan arkeolog, historical dan arkeological record-nya sangat tidak cocok dengan gambaran Temple mount di Taurat (surat Isaiah) atau gambaran dari sejarawan Yahudi kala itu, Flavius Josephus, mantan pemberontak Yahudi yang ditawan Jenderal Verspian, lalu jadi penasehat Vespian, Emperor of Rome kala itu. Bukti sejarah dan arkeologis dari kawasan Haram Al Syarif, atau Masjidil Aksa, merepresentasikan benteng Romawi dan Yupiter Tempel, bukan Tempel Mount, baik dari segi ukuran, umur material, struktur ataupun gaya. Para sejarawan dan arkeolog meyakini, posisi Temple Mount yang sebenarnya tidak benar-benar ada di bawah Masjidil Aksa per se, tapi masih ada jarak yang memungkinkan kedua agama berbagi lokasi secara fair.
ADVERTISEMENT
Sejarawan dan arkeolog ini bukan datang dari luar Israel, justru kebanyakan dari Isreal, rerata profesor dari beberapa universitas tenar di Israel ( Hebrew University, Ben Gurion University, Tel Aviv University, Ariel University, dan Albright Instute). Mereka sepakat bahwa Temple Mount bukan benar-benar dan "literally" di bawah Masjidil Aksa per se. Tapi sayangnya suara mereka bukanlah suara vokal dan mayoritas.
Sementara pandangan para rabbi yang terafiliasi dengan gerakan zionisme berbeda, seperti Temple mount faithfull movement, yakni West Wall dan Tempel Mount benar-benar tertimba oleh Majidil Aqsa dan Dome of the Rock, alias di bawah compound Masjidil Aksa. Walaupun ada juga pandangan yang sangat berbeda yang datang dari para rabbi super ortodok, yang berpendirian bahwa jangankan Temple Mount, tanah yang dijanjikan (promissed land) itu pun bahkan belum tentu di sana, katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Yahudi ortodok, pendirian negara Israel menyalahi perintah Torah dan ajaran Judaisme. Menurut mereka, orang yahudi sampai hari ini masih dalam hukuman pengasingan oleh Allah. Sebelum messiah muncul, maka Israel belum boleh memiliki negara berdaulat sendiri. Bahkan sebagian dari mereka meyakini bahwa promissed land-nya bukanlah di lokasi saat ini, alias sangat mungkin ada di lokasi lain di belahan dunia lain
Tapi secara teoritik, urusan Jerusalem khususnya soal rebutan Masjidil Aksa dan Temple mount, yang dipertengkarkan selama ini sebenarnya kelar, dan semestinya damai. Persoalannya adalah bahwa tradisi jauh melampaui pemahaman scientific historis. Tradisi Yahudi, yang datang ke West Wall, persis bersebalahan dengan komplek Masjid Kubah Mas, tak pernah bisa dibendung. Kalangan konservatif kanan Yahudi sangat yakin bahwa sebagian West Wall adalah bekas Temple Mount, yang kalau dibangun ulang, sebagaimana keinginan mereka, maka komplek Masjidil Aqsa harus dibongkar.
ADVERTISEMENT
Membangun kembali Temple Mount adalah perintah agama mereka, setidaknya begitu insterpretasi pakar eskatologi Judaisme, syarat mutlak untuk kembalinya sang mesiah atau penyelamat. Dan messiahnya akan memasuki Jerusalem melalui Golden Gate, pintu ke delapan dari dinding Jerusalem. Namun Ottoman (Ustmaniyah), di era Sulaiman the Magnificient, tahun 1530an, dikabarkan berusaha menghalangi cerita tersebut dengan menembok gerbang ke delapan atau Golden Gate itu, agar messiah orang Yahudi tak bisa masuk.
Jadi Golden Gate itu sampai kini masih tertutup tembok. Kalau hari ini non muslim masuk komplek yang diyakini Temple Mount itu, hanya bisa via satu gate, namanya Gate of Moor. Jadwal masuknya pun terbatas, hanya beberapa jam sehari. Tapi via Gate of Moor, sembari berkeliling di komplek, non muslim bisa melewati Golden Gate, yang masih ditutup dan diluarnya dijadikan pemakanan oleh Ottoman.
ADVERTISEMENT
Jadi damai di Jerusalem memang masih jauh. Messiahnya kaum Yahudi juga masih jauh, karena mereka belum bisa membangun kembali temple mountnya dan Golden Gatenya masih terhalang tembok tebal besutan rezim Sulaiman the Magnificient Utsmaniah (Ottoman). Walhasil, justru aura lokasi kecil yang bernama lembah neraka itu tadi yang kian kental di sana
Sebagai tambahan catatan, Masjid Kubah Mas bukan Masjid Masjidil Aksa, bukan pula masjid Umar. Masjid Al Aksa diyakini sebagai lokasi batu di mana Nabi Memulai Night Jurney (perjalanan malam atau Isra Mi'rat) ke Langit. Pembangunannya pun di era Umayah secara ilmiah sebenarnya juga kurang bisa dipertanggungjawabkan. Karena kala itu hanya berpatokan pada petunjuk dan pengakuan dari salah satu orang Yahudi yang telah jadi mualaf alias bukan berdasarkan kajian ilmiah. Sementara Tempel mount diyakini oleh sebagian besar Yahudi adalah juga tempat suci Yahudi, karena tempat ibadah yang dibangun oleh Soloman (Nabi Sulaiman).
ADVERTISEMENT
Dan bagi kristen, Tempel mount adalah juga situs di mana Yesus datang untuk beribadah, lalu mengkritik banyak hal di Temple mount karena dianggap bertengangan dengan perintah Tuhan, termasuk menjungkir balikan meja money changer di Tempel Mount, karena dianggap tidak diperbolehkan oleh tuhan untuk memperjual belikan mata uang. Sementara dome of the Rock diyakini oleh orang Yahudi sebagai batu yang ada di tengah gedung, di mana Abraham nyaris mengorbankan Isaac (versi Islam Nabi Ibrahim nyaris mengorbankan Ismail). Perbedaan narasi sejarah dan religi tersebut menjadi salah satu sebab mengapa Jerusalem justru lebih kental nuansa "Valley of Hinnom"-nya, selain faktor sejarah geopolitik tentunya, terutama setelah Balfour Declaration 1917, Deklarasi Kemerdekaan Isreal 1948, partisi Israel-Palestina di PBB, dan seterusnya
ADVERTISEMENT