Pasthunwali dan Harga Diri Taliban

Ronny P Sasmita
Warga Negara Biasa Penikmat Kopi Warkop yang Nyambi Jadi Pengamat Ekonomi, Penikmat Sejarah dan Kajian-Kajian Strategis
Konten dari Pengguna
22 Desember 2021 14:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ronny P Sasmita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Taliban
zoom-in-whitePerbesar
Taliban
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada istilah di Pakistan dan Afganistan, semua anggota Taliban itu pasti dari suku Pasthun. Tapi tidak semua Pasthun adalah Taliban. Anggota sukunya banyak, tersebar di banyak negara, boleh jadi 40 jutaan, begitu tulis Prof Hassan Abbas di bukunya tahun 2016 lalu. Di Afghanistan ada sekitar 15 jutaan, sisanya di Pakistan, Tajikistan, India, Usbek, dll.
ADVERTISEMENT
Seorang kawan bersuku Pasthun di Dubai pernah melebih-lebihkannya. Katanya, Pasthun sudah bukan lagi sebagai tribe atau suku, tapi sudah menjadi "state of mind." Saya cuma mengangguk-angguk, cuma itu respon terbaik yang bisa saya berikan. Dalam hati, ya saya senyum-senyum tipis saja
Ya, Pasthun adalah suku terbesar di Afghanistan, sekitar 40 persen. Lalu diikuti suku Tajiks sekitar 30 persen, suku Hazara (syiah) sekitar 15 persen, sisanya suku kecil-kecil. Pasthun pun tidak homogen, ada puluhan subsuku, seperti Durani dan Khilzais, misalnya. Jadi Pasthun agak mirip Islam nusantara, tapi qualitas Islam dan kualitas nusantaranya nampaknya jauh lebih tinggi ketimbang Islam Nusantara di Indonesia.
Bahkan menurut saya, Pasthun mirip etnis Minang. Adatnya kuat, Islamnya lebih kuat. Ada Adat Basandi Sarak Sarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) di Minangkabau. Begitu pula di suku Pasthun, ada Pasthunwali sebagai code of conduct budaya Pasthun, yang sangat kuat.
ADVERTISEMENT
Taliban dikatakan radikal, tapi kenapa pakaiannya tidak kearab-araban? Nah, itulah bedanya. Pasthuwalinya sangat kuat, bahkan di bagian tertentu, Pasthunwali bisa menjadi pertimbangan utama dalam bersikap, bukan pertimbangan Islam. Pakaian petinggi Taliban yang sering masuk tv itu adalah pakaian Pasthunwali, yang tidak bertentangan dengan Mashab Hanafi Islam yang dianut oleh Taliban. Jauh berbeda dengan pakaian orang-orang Arab pada umumnya
Ajaran Pasthunwali tidak tertulis alias konvensional turun temurun. Ajaran pertamanya disebut Malmatia, atau hospitalitas, respek kepada tamu, terlepas agama, suku, bangsa, ras, dll, dari tamu tersebut, selama tidak melanggar adat mereka. Ada pula ajaran Badal. Ini adalah tradisi melawan kepada yang bertindak salah dan ajaran membalas dendam.
ADVERTISEMENT
Memahami tradisi ini, kita akhirnya paham mengapa mereka sangat sabar menunggu dan sabar dalam berjuang, sampai dendamnya terbalas, tanahnya kembali, dll. Ada lagi ajaran Nanawatay. Ini lebih hebat. Pasthun wajib dengan darah dan segala cara melindungi orang yang datang meminta perlindungan dari incaran musuhnya. Wajib, dengan secara cara alias at all cost. Inilah celah Osama bin Laden bisa dibela dan dipertahankan oleh Taliban
Memahami Pasthunwali belakangan, menyadarkan Amerika bahwa saat memasuki Afghanistan, Amerika minus pengetahuan tentang Taliban dan Pasthun. Mereka berfikir bahwa Taliban sama dengan Islam lainya. Mullah Omar menolak menyerahkan Osama kepada Amerika, karena menurut Mullah Omar, Amerika gagal menghadirkan bukti-bukti valid keterlibatan Osama di peristiwa 9/11.
ADVERTISEMENT
Saudi, Qatar, dan Emirat Arab mengultimatum Mullah Omar untuk menyerahkan Osama tahun 2001, Mullah menolak. Padahal ketiga negara itu adalah pendonor utama rezim Taliban di tahun 1996-2001. Mullah tidak berpegang kepada konsiderasi Islam ala ketiga negara tersebut. Mullah Omar berpegang kepada Malmatia dan Nanawatay. Hormati tamu dan lindungi yang meminta perlindungan at all cost. Ya at all cost. Tak ada anggota Taliban yang menyalahkan Mullah Omar, seperti ketiga negara tersebut, karena semua anggota Taliban adalah Pasthun. Yang dilakukan Mullah Omar sudah sesuai dengan aturan main Pasthunwali.
Setelah puluhan ilmuwan dan antropolog Amerika masuk ke Afghanistan, belajar tentang Pasthunwali, mereka sadar ada yang terlewat. Ada nilai dan code of conduct yang kuatnya menyamai kuatnya ajaran Hanafi Islam di dalam Taliban dan Suku Pasthun. Dan sejak ribuan tahun lalu, suku Pasthun dan lainya berhasil membuat wilayahnya "ungovernable dan unstable" (memimjam istilah antropolog politik Thomas Barfield) bagi para penjajah, sehingga penjajah keluar sendiri seperti Soviet tahun 1989 dan Amerika tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Sama seperti orang Minang, banyak terdapat pepatah di sana. "Obah pe dang ne beleegee," begitu bunyi pepatah Pasthun, dalam bahasa Pastho. Artinya, "a stick does not divide flowing water." Dalam pepatah Indonesia, ibarat melukis di atas air, tak ada bekasnya. Apalagi (airnya mengalir) flowing water. Agar tak berbekas, maka water-nya harus dibuat flowing, kawasanya harus dibuat "ungovernable dan unstable." Begitu cara Pasthun sejak dulu, sejak Alexander The Great masuk ke Afganistan sampai Amerika, tulis Profesor Thomas Barfield dalam bukunya “Afghanistan. A Cultural and Political History” tahun 2010 lalu.
Di Minangkabau era penjajahan pun sama. Selama masa penjajahan, kaum adat dan kaum paderi jual beli serangan. Paderi memerangi budaya judi, sabung ayam, dan budaya menghisap candu di Tanah Minang. Tapi caranya terkadang sangat keras. Sehingga sebagian kaum adat sulit menerima cara "bak bik buk" tersebut dan berusaha mencari celah untuk melawan.
ADVERTISEMENT
Hari ini pun sama, selama tak ada lagi penjajah, di internal Minang sendiri saling serang dan saling debat tak putus-putus. Politisi PKS Sumbar, misalnya, yang telah berkuasa lebih dari satu dekade, setiap hari berdebat tak berkesudahan dengan politisi-politisi nasionalis dan tokoh-tokoh adat Sumbar. Sekali buka Grup Whatsapp para elit Sumbar, isi chatnya sudah ribuan. Semuanya terkategori perdebatan tak berujung. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Persis seperti Afghanistan, saat penjajah pergi, maka mereka ribut sesama mereka. Karena itulah kelompok moderat gagal membentuk pemerintahan stabil setelah Soviet hengkang di tahun 1989. Sampai akhirnya Taliban lahir, lalu merebut kekuasaan di tahun 1996 dan berkuasa dengan tangan besi.
ADVERTISEMENT
Bagi Taliban, Amerika tak bisa deal baik-baik dengan Pasthun kalau Amerika sekaligus menjajah, karena itulah yang dilakukan Alexander the Great, Jengis Khan, Inggris, dan Soviet. Semuanya gagal menciptakan tatanan kenegaraan yang stabil di Afghanistan. Karena orang Afghanistan akan membalas, akan berjuang mempertahankan tanahnya, dengan segala cara dan biaya.
Semestinya Amerika dulu datang sebagai tamu, datang baik-baik, berbicara dari hati ke hati dengan Mullah Omar, bukan dengan arogansi plus spirit white supremacy versi CIA, apalagi dengan arogansi senjata, begitulah saran terlambat para Ilmuwan, setelah semuanya memang terlambat.
Datang bertamu ke petinggi suku Pasthun, akan disuguhi teh dan roti parathas, roti berminyak khas pasthun. Tak boleh menolak, tak sopan. Bukan datang dengan senjata dan arogansi. Karena seperti kata prof Thomas Barfield, bagi Pasthun, kehormatan dan reputasi adalah nomor satu, nyawa sebagai penjaganya. Semoga Amerika belajar banyak ya
ADVERTISEMENT