Ketidakjujuran dalam Dunia Pendidikan dan Upaya Mengentaskannya

Rooby Pangestu Hari Mulyo
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2023 16:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rooby Pangestu Hari Mulyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan di lingkungan pendidikan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan di lingkungan pendidikan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dunia pendidikan saat ini sudah banyak tercemari oleh perilaku-perilaku yang tidak terpuji, salah satu tindakan yang saat ini sangat sering kita temui adalah adanya praktik joki yang dilakukan baik oleh oknum mahasiswa atau bahkan juga dilakukan oleh oknum yang lain. Sikap malas yang kerap merasuk kepada kalangan mahasiswa membuat mereka seringkali mencari jalan pintas dengan meminta orang lain yang mengerjakan kewajibannya tersebut dengan memberikan imbalan sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan di antara mereka.
ADVERTISEMENT
Mungkin hal ini sepintas tidak terlihat dampak jangka pendeknya, namun hal ini sangat fatal jika kita mencoba meraba dampak secara jangka panjang. Mendengar kata “perjokian” saja, saya sudah merasakan perasaan sedih yang sangat amat dalam. Mari kita coba amati apa saja dampak ketika seorang mahasiswa yang saat ini duduk di bangku perkuliahan namun tidak pernah mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya sendiri.
Pertama, seorang mahasiswa tersebut akan merasakan dampak ketumpulan dalam berpikir. Bagaimana tidak, masa-masa perkuliahan yang seharusnya melatih diri untuk berkembang baik dalam segi pemikiran maupun skill kemudian dianggap remeh sehingga hal itu jelas akan berdampak pada pola berpikir. Mereka yang mengandalkan dunia perjokian akan terbiasa dengan hal-hal instan dan tentu saja daya berpikir mereka terbatas. Kemudian hal itu juga akan berdampak pada kepekaan mereka terhadap lingkungan yang mereka tempati.
ADVERTISEMENT
Kedua, bagi mereka yang terbiasa mengandalkan dunia perjokian dan kemudian mereka menjadi seorang pendidik, hal ini akan berdampak pada seorang siswa yang tidak mendapatkan haknya secara penuh. Dalam arti bahwa ketika seorang yang terbiasa melakukan perjokian kemudian dia sendiri mendidik seorang siswa, maka sangat kecil kemungkinan seorang pendidik ini dapat memberikan suatu ilmu dengan baik dan maksimal.
Bayangkan saja, pendidik yang semasa dia duduk di bangku perkuliahan hanya bersantai-santai kemudian setelah lulus dia menjadi seorang yang amat ditunggu kontribusinya dalam dunia pendidikan. Semoga saja hal-hal seperti ini semakin berkurang atau bahkan tidak terjadi.
Mengenai dunia perjokian ini, ternyata bukan hanya menjadi penyakit bagi mahasiswa, namun juga menjadi penyakit para pengelola jurnal yang notabene mereka juga berprofesi sebagai seorang dosen. Saya rasa saat ini sebagian besar kampus baik negeri maupun swasta memberikan satu syarat wajib yang harus dipenuhi oleh mahasiswa jenjang ke-2 (S2) dan ke-3 (S3) sebelum melaksanakan ujian akhir, yakni menerbitkan karya ilmiah dalam bentuk jurnal.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, hal ini merupakan salah satu upaya perguruan tinggi dalam melatih dan memberikan kesempatan para mahasiswanya untuk berkarya, namun hal ini juga ternyata masih banyak terdapat persoalan. Persoalan yang saya maksudkan di sini adalah bagi mahasiswa yang tidak terbiasa menulis dan dikarenakan sifat syarat ini adalah wajib maka mereka harus merampungkan tugas ini. Kemudian dengan adanya persoalan ini membuka ruang bagi oknum-oknum pengelola jurnal dan mereka yang sudah terbiasa melakukan riset dan terbiasa menulis.
Selama ini, saya beberapa kali menemukan ada oknum pengelola jurnal yang memberikan ruang kepada para mahasiswa yang menginginkan terbit jurnal dengan cara instan. Saya kerap kali menemukan oknum pengelola jurnal yang memberikan karpet merah bagi siapa pun yang menginginkan tulisannya terbit, meskipun mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini yang saya sayangkan adalah pengelola jurnal yang sangat mudah menerbitkan tulisan seseorang tanpa mereview dengan serius tulisan-tulisan yang ada pada mereka. Karena jika hal ini dibiarkan terus menerus maka akan banyak sekali tulisan-tulisan yang kosong gagasan berseliweran di dunia akademik yang bisa saja hal itu akan dikutip oleh orang lain di kemudian hari, tentu ini sangat disayangkan. Mengingat dunia teknologi saat ini semakin berkembang, maka akan dengan sangat mudah apa pun yang kita tulis di media sosial, dapat ditemukan dengan mudah.
Hal lain yang sangat saya sayangkan mengenai hal ini adalah bahwa saat ini tak sedikit seorang peneliti hanya melakukan penelitian semata-mata hanya untuk kepentingan kenaikan jabatan bagi dirinya sendiri. Maka tak bisa kita hindari ketika di dalam suatu kesempatan kita melihat ternyata ada hal-hal yang seharusnya bisa diselesaikan namun tidak terselesaikan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan realitas seperti itu, alangkah baiknya bagi kita untuk membantu pemerintah mengentaskan praktik-praktik kotor dalam dunia pendidikan agar masa depan Indonesia menemukan titik terang. Ada beberapa hal yang dapat kita upayakan sejak dini, seperti halnya bagi yang masih menjadi siswa dan mahasiswa dapat untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara jujur, agar ke depannya dapat menjalankan kewajiban yang lain baik dalam bidang akademik ketika menjadi guru atau dosen ataupun dalam bidang yang lain dengan memiliki integritas yang tinggi.
Kemudian, bagi yang saat ini berprofesi menjadi dosen ataupun pengelola jurnal yang memiliki peran penting dalam kemajuan pendidikan, sudah menjadi kewajiban untuk terus memperbaiki pola-pola pembelajaran dan memperketat seleksi karya ilmiah agar penelitian yang muncul dalam dunia pendidikan berbobot dan dapat menjadi acuan bagi pembaca khalayak luas. Demikian, semoga tulisan yang singkat ini dapat membantu membuka pintu kesadaran dalam diri kita serta membuat kita semakin peduli terhadap dunia pendidikan agar lebih baik lagi, aamiin.
ADVERTISEMENT