Mempertanyakan Kembali Integritas Penyelenggara Pemilu di Indonesia

Rooby Pangestu Hari Mulyo
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
25 Januari 2023 15:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rooby Pangestu Hari Mulyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kontestasi pemilihan umum (pemilu), lembaga yang tergabung dalam penyelenggara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketiga lembaga tersebut menjadi satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
ADVERTISEMENT
KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Artinya dalam hal ini KPU juga berada di tingkat Provinsi dan juga di tingkat Daerah Kabupaten/Kota. Selanjutnya, KPU juga dapat membentuk panitia pemilihan dalam ruang lingkup yang lebih kecil lagi, yakni di tingkat kecamatan yang kemudian diberi nama Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) serta Panitia Pemilihan Suara (PPS) di tingkat kelurahan/desa.
Pasal 3 UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyatakan “Dalam menyelenggarakan Pemilu, Penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien”.
Pasal 4 menyatakan “pengaturan penyelenggaraan pemilu ini bertujuan untuk: memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem Pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien”.
ADVERTISEMENT
Melihat dari apa yang telah tertuang dari Pasal 3 dan Pasal 4 kiranya cukup untuk mengetahui bahwa penyelenggara pemilu diharuskan untuk bersikap sesuai apa yang telah diatur berdasarkan Undang-Undang yang ada. Sangat penting bahwa integritas penyelenggara pemilu haruslah dilaksanakan dalam semua proses penyelenggaraan pemilu sejak awal hingga akhir.
Setelah ditetapkannya PPK dan PPS oleh KPUD, ternyata masih banyak menimbulkan aduan-aduan yang berasal dari calon peserta baik PPK ataupun PPS yang tidak lolos. Banyak sekali pemberitaan yang membahas mengenai aduan-aduan yang disampaikan.
Seperti misalnya berita beberapa orang (peserta yang tidak lolos PPS) yang berasal dari Medan yang mengadu kepada Bawaslu untuk mengadukan dugaan adanya kecurangan dalam proses pemilihan PPS se-Kecamatan Kota Medan. Ada juga aduan dari sejumlah warga (calon anggota PPS yang tidak lolos) di Probolinggo karena menduga proses perekrutan PPS tidak sehat, dan masih banyak lagi pemberitaan yang membahas mengenai adanya dugaan kecurangan dalam proses perekrutan PPS kali ini.
ADVERTISEMENT
Kejanggalan-kejanggalan juga terjadi dalam proses perekrutan PPS. Seperti halnya AWP salah satu calon peserta PPS yang tidak lolos di Kabupaten Cilacap. AWP sendiri menyatakan bahwa dirinya mendapatkan nilai CAT tertinggi namun gagal dalam tes wawancara yang baginya jawaban yang telah disampaikan sudah sesuai apa yang dipertanyakan, dan hasil akhirnya adalah yang dinyatakan lolos sebagai PPS adalah mereka yang dalam tes CAT nilainya di bawah AWP.
Hal serupa juga disampaikan oleh FA (salah satu calon peserta yang tidak lolos) dari Kabupaten Brebes. Dia menyatakan dirinya mendapatkan hasil tertinggi dalam tes CAT, namun gagal dalam tes wawancara.
Dari beberapa uraian mengenai aduan yang telah dituliskan di atas serta beberapa orang yang merasa dirugikan, sudah seharusnya kita menelaah lebih dalam mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah mungkin benar memang dugaan mengenai ada banyak kecurangan yang terjadi dalam proses penjaringan PPS ini?
ADVERTISEMENT
Keluhan-keluhan dari sebagian calon anggota yang tidak lolos karena menduga banyak permainan dalam proses penjaringannya tentu harus kita buktikan kebenarannya. Dalam hal ini tentu saja sangat disarankan bagi setiap orang yang merasa ada permainan dalam proses penjaringan PPS dan merugikan dirinya untuk melaporkan dugaan tersebut, terlebih jika memang buktinya sudah kuat, tinggal laporkan saja langsung dengan membawa bukti-bukti yang ada.
Terlepas dari adanya dugaan yang ada, penulis juga memberikan sedikit catatan kepada KPUD. Pertama bahwa seharusnya dalam memberikan hasil dari proses wawancara harus transparansi yakni dengan menyertakan penilaiannya secara langsung, artinya bukan di plenokan oleh komisioner KPUD. Kedua, jika memang menggunakan pleno, maka harus disertakan hasil secara keseluruhan dari setiap proses, bukan hanya memberikan keterangan siapa yang lulus terpilih dan siapa yang menjadi PAW.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ketika banyak calon PPS yang mendapatkan nilai tertinggi dalam CAT namun tidak lolos dalam wawancara, maka bisa saja CAT ini hanya dianggap Formalitas untuk mengikuti tahap seleksi wawancara, bukan menjadi indikator penting dan penunjang dalam penilaian komulatif di akhir dalam pemutusan dalam sidang pleno. Keempat, tes wawancara dirasa lebih banyak bersifat subjektif.
Pemilu yang baik diawali dengan proses rekrutmen penyelenggara pemilu dengan transparan. Penyelenggara pemilu yang berintegritas akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.