Urgensi Amandemen ke-5 Konstitusi: Upaya Tingkatkan Perlindungan Hukum Hak KBB

Rooby Pangestu Hari Mulyo
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
1 Oktober 2023 18:18 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rooby Pangestu Hari Mulyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kubah masjid. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kubah masjid. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai negara yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum, Indonesia memiliki kewajiban mengatur masyarakat agar terciptanya suatu ketertiban, perdamaian, dan keadilan. Termasuk dalam hal ini, berkewajiban menjunjung tinggi hak dan martabat seluruh warga negaranya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, hak asasi manusia (HAM) yang di dalamnya berisikan seputar “hak-hak asasi” yang melekat pada setiap insan manusia. Adapun salah satu hak tersebut adalah hak untuk kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB).
Pembahasan seputar KBB, saat ini menjadi suatu pembahasan yang amat penting bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Kenapa demikian? Hal itu karena latar belakang masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Mengenai hak KBB di Indonesia, sejatinya hal itu sudah diatur di dalam perundang-undangan yang berlaku, seperti dalam UUD 1945, Tap MPR No XVII tahun 1998, UU No 39 tahun 1999, UU No 12 tahun 2005 tentang pengesahan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Right), Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No 9 dan 8 tahun 2006.
ADVERTISEMENT
Selain perundang-undangan seperti yang disebutkan di atas, ada Deklarasi Internasional juga yang selaras dalam mengatur seputar hak KBB. Beberapa di antaranya seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Duham), ICCPR, dan Deklarasi Kairo.
Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
Meski Indonesia secara tertulis dalam perundang-undangan sudah memberikan jaminan akan hak KBB. Namun pada realitanya sampai saat ini pelanggaran terhadap hak KBB di Indonesia masih kerap terjadi dengan jumlah yang tidak sedikit.
Hal ini dapat kita lihat dari jumlah pelanggaran terhadap hak KBB sepanjang tahun 2007-2022 berjumlah 7431, di mana jumlah ini baru pelanggaran yang dilaporkan. Lebih lanjut, dari jumlah tersebut di setiap tahunnya tidak kurang 100 pelanggaran terjadi dan dari jumlah tersebut pula ada sejumlah 519 aktor negara yang menjadi pelaku pelanggaran KBB.
ADVERTISEMENT
Cukup mengejutkan memang ketika perlindungan hukum yang sejatinya menjadi kewajiban dari pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab dalam memberikan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia justru menjadi pelaku pelanggaran.
Pelanggaran terhadap hak KBB yang marak terjadi di Indonesia tentunya didasarkan pada berbagai alasan yang mendasari suatu pelanggaran tersebut dilakukan. Seperti halnya pelanggaran yang disebabkan mendasarkan pada aspek hukum yang berlaku saat ini.
Seperti dalam PMB No 9 dan 8 tepatnya dalam Pasal 14 Ayat (1) yang di dalannya terdapat kalimaat “keperluan nyata” yang kemudian kalimat ini sangat mungkin ditafsirkan dengan berbagai macam pandangan yang bersifat subjektif.
Selanjutnya dalam Ayat (2) yang di dalamnya mengatur seputar persyaratan dalam mendirikan rumah ibadah: seperti pengaturan mengenai jumlah calon pengguna rumah ibadah tersebut sebanyak minimal 90 orang, ditambah dengan syarat dukungan dari warga sekitar minimal 60 orang, serta rekomendasi dari Depag dan FKUB. Tentu syarat-syarat ini bersifat diskriminatif terhadap setiap minoritas dalam suatu wilayah tersebut.
Ilustrasi masjid. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kemudian dalam Pasal 28J UUD 1945 berisikan seputar kewajiban seseorang dalam menjalankan hak dan kebebasannya, di mana setiap orang wajib tunduk terhadap pembatasan yang telah di atur dalam Undang-Undang (UU).
ADVERTISEMENT
Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pengakuan; kehormatan atas hak dan kebebasan orang lain; serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum.
Pasal ini yang kerap disalahartikan untuk membenarkan segala tindakan yang merugikan orang lain dengan dalih “pembatasan”. Terkait pembatasan terhadap hak, selain terdapat pada Pasal 28J UUD 1945 juga terdapat dalam ICCPR yang kemudian telah diratifikasi dalam UU No 12 tahun 2005 tepatnya pada Pasal 18 Ayat (3).
Adapun dalam pasal tersebut menyatakan bahwa pembatasan harus didasarkan pada hukum serta diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan, moral masyarakat serta hak dan kebebasan mendasar orang lain. Selebihnya, pembatasan juga di atur dalam UU No 39 tahun 1999 Pasal 23, 70, 73 seputar batasan terhadap kebebasan berpendapat.
ADVERTISEMENT
Adanya beberapa pasal yang bermasalah yang telah penulis uraikan di atas, tentu ini menjadi persoalan yang perlu diselesaikan. Karena adanya persoalan pelanggaran terhadap hak KBB, hal ini menandakan bahwa banyaknya Perundang-undangan di Indonesia yang mengatur seputar hak KBB tidak serta-merta dapat menyelesaikan persoalan terkait hak KBB.
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
Dalam kajian HAM, pengaturan seputar kebebasan terhadap penganutan suatu agama atau kepercayaan ini mencakup kebebasan otonom yang diberikan kepada setiap orang dalam rangka menganut atau meyakini suatu kepercayaan; kebebasan yang diberikan terhadap setiap golongan yang juga diberikan suatu perlindungan hukum dalam menjalankan suatu ritual keagamaan dalam berbagai bentuk; adanya pengakuan dari pemerintah terhadap agama yang dianut masyarakatnya; serta kewajiban, hak, dan kedudukan yang dimiliki oleh setiap warga negara.
ADVERTISEMENT
Hak KBB yang merupakan suatu hak yang terdapat dalam HAM dan berlaku universal serta masuk dalam pengaturan HAM Internasional memiliki delapan inti dari hak KBB, yaitu sebagai berikut:
Ilustrasi HAM. Foto: Shutter Stock
Adanya pelanggaran terhadap hak KBB ini menandakan bahwa unsur internal dalam HAM yang berisikan terkait hak kebebasan untuk meyakini suatu keyakinan terlanggar.
ADVERTISEMENT
Selain unsur internal, pelanggaran terhadap hak KBB juga melanggar unsur eksternal yang mencakup kebebasan seseorang dalam menjalankan ritual keagamaan. Secara umum, pelanggaran-pelanggaran terhadap hak KBB yang terjadi sepanjang tahun 2007-2022 dapat dikatakan bahwa tindakan ini masuk dalam tindakan religious intolerance.
Berdasar uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa adanya pelanggaran terhadap hak KBB ini salah satu faktornya adalah dikarenakan adanya pasal-pasal bermasalah dalam beberapa Perundang-undangan yang ada, kemudian penulis beranggapan bahwa perlu kiranya diadakan amandemen terhadap konstitusi.