Konten dari Pengguna

Perangi Stunting di Maluku: Anak Terlindungi, Aset Pembangunan di Masa Depan

Roslian STK
ASN BPS Daerah
17 Agustus 2024 14:31 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roslian STK tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber ilustrasi gambar: https://www.pexels.com/photo (Alex Green)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber ilustrasi gambar: https://www.pexels.com/photo (Alex Green)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ramai komentar di media sosial X tentang postingan banyaknya pasien anak yang tengah menjalani terapi cuci darah di RSCM Jakarta membuat gaduh warganet akhir-akhir ini. Mendengar kata “cuci darah” tentunya sudah bikin merinding bagi orang awam. Cuci darah atau yang dikenal secara medis dengan istilah hemodialisis merupakan tindakan untuk membuang racun dari dalam tubuh akibat ginjal yang telah rusak. Survei Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menemukan bahwa setidaknya 1 dari 5 anak Indonesia berusia 12-18 tahun berpotensi mengalami kerusakan ginjal.
ADVERTISEMENT
Hasil survei tersebut juga mengindikasikan gaya hidup anak-anak usia 12-18 tahun sangat memprihatinkan. Pola makannya, pola geraknya, pola tidurnya sering begadang, dan malas gerak olahraga. Terutama pola makan dan minum anak-anak yang saat ini terbilang kurang baik, kecenderungan untuk mengonsumsi makanan atau minuman yang manis-manis. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi kader-kader posyandu dalam memberikan edukasi ke ibu, serta dapat melakukan sosialisasi ke sekolah terkait pola konsumsi anak, sehingga jajanan anak di sekolah yang mungkin tidak dapat dikontrol orang tua, dapat dilakukan oleh sekolah.
Dalam pembangunan sumber daya manusia, kelompok yang perlu mendapat perhatian adalah anak-anak. Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa terdapat 311,05 ribu anak-anak atau sekitar 16,82 persen diantara seluruh penduduk Maluku. Anak-anak tersebut yang akan berkontribusi dalam perekonomian Maluku di masa mendatang. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, anak adalah agen perubahan dan penerus, sehingga investasi pada anak sangat penting untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan. Investasi pada anak dapat dilakukan dengan memastikan kebutuhan atau haknya telah terpenuhi. Sejak anak dilahirkan, mereka sudah memiliki hak untuk kelangsungan hidupnya. Mereka berhak atas layanan dasar yang berkualitas, pemenuhan gizi yang sesuai usia, air minum bersih maupun tempat tinggal yang aman.
ADVERTISEMENT
Bahaya Stunting dalam Pembangunan Berkelanjutan
Di tahun 2012, Majelis Kesehatan Dunia (WHA) menyetujui Rencana Implementasi Komprehensif untuk Gizi Ibu, Bayi, dan Anak yang menetapkan enam target global yang berfokus pada hasil gizi prioritas yang harus dicapai pada tahun 2025 salah satunya adalah pengurangan sebesar 40 persen dalam jumlah anak balita yang mengalami stunting dan mengurangi angka wasting pada anak-anak menjadi kurang dari 5 persen secara global.
Berdasarkan data yang dikutip dari laman https://dashboard.stunting.go.id, tercatat bahwa pada tahun 2023 prevalensi stunting di Maluku mencapai 28,40 persen, kondisi ini meningkat 2,3 persen poin dari tahun 2022 yang sebesar 26,1 persen. Stunting adalah akibat dari gizi yang kurang optimal sejak dari dalam kandungan, asupan gizi yang kurang pada anak usia dini dan/ atau penyakit infeksi serta penyakit lainnya. Bahaya stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga pada kognisi, kemampuan belajar, dan produktivitas di masa dewasa dari anak-anak Maluku.
ADVERTISEMENT
Akar Permasalahan Stunting
Secara langsung, salah satu sumber masalah stunting adalah gizi buruk pada ibu dan anak. Kurangnya asupan gizi pada ibu sejak sebelum hamil, selama kehamilan, dan pada 1.000 hari pertama kehidupan anak dapat menghambat pertumbuhan mereka. ASI memberikan nutrisi optimal untuk pertumbuhan bayi karena mengandung mineral dan nutrisi yang cukup untuk enam bulan pertama kehidupan. Hasil Susenas Maret 2023 menunjukkan hanya sekitar 61,52 persen anak usia 0-5 bulan yang mendapat ASI eksklusif, artinya masih terdapat 2 dari 5 anak usia 0-5 bulan belum mendapat ASI eksklusif. Akan tetapi, secara umum kesadaran memberikan ASI di Maluku sudah cukup baik, ditunjukkan bahwa sekitar 92 persen anak Maluku usia 0-23 bulan pernah diberi ASI (hasil survei yang sama).
ADVERTISEMENT
Kondisi ekonomi keluarga secara tidak langsung menjadi akar permasalahan stunting. Bagaimana ibu atau anak dapat mengakses asupan nutrisi yang baik jika keadaan mereka secara ekonomi tidak baik atau miskin? Hasil Susenas Maret 2024 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik mencatat bahwa persentase penduduk miskin di provinsi Maluku sebesar 16,05 persen. Meskipun trennya turun 0,37 persen poin dari tahun sebelumnya, angka tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat 1 atau 2 dari 10 penduduk Maluku berada di bawah garis kemiskinan, mereka terbatas dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar.
Keluarga dengan pendapatan rendah memiliki akses terbatas terhadap makanan bergizi, sehingga anak-anak mereka tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Selain itu, pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang gizi yang baik juga kurang. Banyak orang tua yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya makanan bergizi bagi anak serta tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pola makan seimbang. Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sanitasi yang buruk dan akses terbatas terhadap air bersih yang tidak memadai juga berkontribusi pada masalah stunting, terutama di daerah pedesaan. Berdasarkan hasil Susenas Maret 2023, sebesar 78,17 persen rumah tangga di Maluku yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Artinya masih terdapat 3 dari 10 rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap sanitasi layak. Kondisi sanitasi dan lingkungan juga turut memainkan peran, infeksi dan penyakit seperti diare dan penyakit parasit dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi dan pertumbuhan anak.
Akses terbatas ke pelayanan kesehatan juga dapat menjadi sumber masalah lainnya. Fasilitas kesehatan yang terbatas, terutama di daerah pedesaan, dapat menghambat identifikasi dan penanganan dini masalah gizi buruk pada anak. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya pemeriksaan gizi rutin menghambat upaya pencegahan dan penanganan gizi buruk.
ADVERTISEMENT
Perangi Stunting, Siapkan Masa Depan
Hari Anak Nasional tahun 2024 mengangkat tema yang sama dengan tahun sebelumnya, yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Hari Anak Nasional bukan hanya sebuah peringatan tahunan, tetapi merupakan momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan, mengevaluasi, dan memperbaharui komitmen kita dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak Indonesia.
Stunting adalah akibat dari gizi yang kurang optimal sejak dari dalam kandungan, asupan gizi yang kurang pada anak usia dini dan/ atau penyakit infeksi serta penyakit lainnya. Bahaya stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga pada kognisi, kemampuan belajar, dan produktivitas di masa dewasa dari anak-anak Maluku.
Program penanggulangan kemiskinan perlu terus ditingkatkan agar dapat mengurangi tingkat kemiskinan yang terjadi. Bantuan sosial dan pengentasan kemiskinan dapat membantu keluarga miskin memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka. Akan tetapi hal ini dapat terjadi jika bantuan sosial yang diberikan tepat sasaran. Selain itu, perlu adanya pendidikan gizi yang terintegrasi di sekolah-sekolah, puskesmas, dan melalui kampanye di media sosial atau media massa. Pendidikan dan penyuluhan harus dilakukan untuk memperkenalkan masyarakat pada makanan yang beragam dan bergizi.
ADVERTISEMENT
Bagi orang tua, pendidikan dan bimbingan untuk memberikan informasi dan ketrampilan tentang pola makan yang sehat bagi anak-anak. Pendidikan gizi juga harus berfokus pada praktik pemberian makanan yang tepat kepada anak-anak, seperti memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan, MPASI yang sesuai setelah 6 bulan, dan pola makanan yang seimbang pada usia balita. Pendidikan gizi penting untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam memilih, memasak, dan mengonsumsi makanan yang bergizi serta menjalankan pola makan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
GEMARIKAN atau Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan merupakan salah satu program yang dulu dicetuskan untuk meningkatan konsumsi ikan demi kesejahteraan nelayan, kini bukan hanya digaungkan oleh kementrian kelautan dan perikanan lagi tetapi juga turut didorong oleh kementrian yang lain dalam upaya peningkatan gizi keluarga. Maluku merupakan provinsi kepulauan dengan kekayaan laut yang melimpah, diharapkan dapat membantu dalam penanganan stunting. Peningkatan konsumsi ikan masyarakat dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan menghasilkan generasi yang sehat dan cerdas.
ADVERTISEMENT
Perbaikan sanitasi dan kesehatan lingkungan juga harus menjadi bagian dari solusi stunting. Membangun desa melalui program padat karya tunai dana desa perlu memprioritaskan perbaikan infrastruktur sanitasi dan peningkatan akses terhadap air bersih bagi masyarakat. Selain itu, penyuluhan tentang kebersihan pribadi dan sanitasi yang baik juga harus dilakukan secara berkelanjutan. Akses ke layanan kesehatan yang terbatas, terutama di daerah pedesaan, tertinggal, perbatasan, dan terpencil tak kalah penting untuk diperhatikan juga. Peningkatan fasilitas kesehatan, pelatihan tenaga kesehatan, serta pemeriksaan rutin tentang gizi pada anak dapat membantu mencegah dan menangani gizi buruk dengan lebih efektif.
Kolaborasi Berbagai Pihak
Sebagai langkah untuk Perangi Stunting perlu kolaborasi antar sektor dan partisipasi aktif dari pemerintah daerah, LSM, sektor swasta, dan masyarakat. Melalui kerja sama yang kuat dan sinergi, perubahan nyata dapat terjadi. Program intervensi komprehensif yang melibatkan semua pihak harus diperkenalkan, termasuk koordinasi lintas sektor dalam implementasi program gizi dan kesehatan, serta peningkatan akses ke layanan kesehatan berkualitas.
ADVERTISEMENT
Komitmen yang kuat dari pemerintah daerah juga sangat penting dalam mengatasi stunting pada anak-anak di Maluku. Peningkatan alokasi anggaran untuk program-program gizi dan kesehatan harus diprioritaskan. Keberlanjutan dan pengawasan yang ketat terhadap program-program tersebut juga perlu dijamin. Pemantauan dan evaluasi program secara rutin juga diperlukan untuk memastikan efektivitas dan dampak positif yang berkelanjutan. Anak adalah agen perubahan dan penerus yang perlu kita lindungi dan penuhi hak mereka. Anak terlindung, aset pembangunan Maluku di masa depan.