Konten dari Pengguna

Kisah Kakek di Flores: Dua Dekade Berjuang Sendiri, Tinggal di Gubuk Reyot

Rosis Adir
Menjadi jurnalis sejak 2017. bertugas di NTT dan menulis isu-isu Hak Asasi Manusia, Perdagangan Manusia, Lingkungan, dan isu-isu sosial dan korupsi.
31 Mei 2024 15:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rosis Adir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kakek Sius di pondok reyot. Foto: Rosis Adir
zoom-in-whitePerbesar
Kakek Sius di pondok reyot. Foto: Rosis Adir
ADVERTISEMENT
Seorang kakek di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, hidup seorang diri di sebuah gubuk reyot di kebunnya selama lebih dari dua dekade karena kesulitan biaya untuk membangun rumah layak huni.
ADVERTISEMENT
Sius Geong, 67 tahun, warga Kampung warat, Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong tersebut, menetap di kebun yang terletak sekitar 1,5 kilometer arah barat kampungnya yang berada di ibukota kabupaten, setelah rumahnya terbakar dan istrinya memilih pergi pada 23 tahun lalu.
“Saya tidak punya uang untuk bangun rumah di kampung,” kata Sius.
Saat saya mengunjunginya pada Minggu sore, 26 Mei, kakek berbadan kurus itu sedang mengerjakan tempat tidur kayu di bawah rimbunan pepohonan jati di kebunnya.
Ia tampak sibuk memotong belahan-belahan kayu menggunakan gergaji.
“(Tempat tidur) ini orang yang pesan,” katanya sembari meletakan peralatan kerjanya dan mengajak saya ke pondoknya.
Pondok tempat tinggal Sius berukuran 2,5x3 meter. Beratapkan seng, pondok tersebut tampak sangat reyot. Dinding pelupuh sudah bolong sana-sini.
ADVERTISEMENT
Tempat tidurnya hanya beralaskan papan-papan kayu, tanpa kasur.
Beberapa potong pakaiannya tampak digantung di dinding bilik.
Di pondok itu, ia mengandalkan lampu pelita untuk penerangan pada malam hari.
Sius bertahan hidup dengan Bertani. Ia menanam padi ladang dan pisang di lahan seluas sekitar setengah hektar tersebut.
Beberapa hari sebelum saya mengunjunginya, ia baru selesai memanen padi ladangnya itu.
“Itu saja hasilnya,” kata Sius sambil menunjukkan seonggok karung yang berisi gabah sekitar 25 kilogram yang diletakkan di salah satu sudut pondoknya.
“Mungkin tanahnya sudah tidak subur lagi.”
Selain Bertani, membuat tempat tidur kayu, Sius juga menjual kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan hariannya seperti membeli beras, minyak tanah, sabun, dan lainnya.
“Satu ikat, saya jual 10 ribu rupiah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sius memang punya anak laki-laki. Tetapi, anaknya itu, kata dia, sudah lama merantau ke Malaysia.
“Sudah lama tidak pulang,” katanya.
Rati Labus, seorang pekerja sosial di Manggarai Timur mengatakan selain kondisi kehidupannya yang memprihatinkan, Sius juga tidak mengantongi dokumen kependudukan, seperti Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.
“Kami sedang berupaya mengurus dokumen kependudukannya,” kata Ratih yang sudah beberapa kali membawa bantuan sembako untuk Sius.
Setelah dokumen kependudukannya sudah jadi, Ratih berharap agar Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur bisa mengakomodasi Sius mendapatkan bantuan, baik sembako maupun BPJS Kesehatan.
“Kalau saya lihat, kondisi kesehatan Bapak Sius ini perlu diperhatikan juga,” katanya.
Di usianya yang semakin tua, Sius sudah tidak kuat lagi untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
“Tidak seperti dulu lagi. Sekarang, saya cepat sekali lelah kalau bekerja. Jadi, lebih banyak istirahatnya,” kata Sius.
Di tengah kondisinya yang demikian, ia tidak punya siapa-siapa lagi, selain berharap kepada pemerintah.
“Semoga pemerintah bisa bantu saya yang sudah tua ini,” katanya lirih.