Empat Alasan Mengapa Fellaini Penting untuk Mourinho

16 Agustus 2017 13:31 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fellaini pada laga Piala Super Eropa. (Foto: Eddie Keogh/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Fellaini pada laga Piala Super Eropa. (Foto: Eddie Keogh/Reuters)
ADVERTISEMENT
Marouane Fellaini memang bukan Cristiano Ronaldo apalagi Lionel Messi. Namun, manajer boleh berganti dan pemain boleh datang dan pergi, Fellaini tetap bertahan di Manchester United.
ADVERTISEMENT
Memangnya apa, sih, kelebihan Fellaini? Tekniknya tidak bagus-bagus amat, sudah begitu ia suka kikuk sehingga menimbulkan pelanggaran yang tidak perlu. Oh, iya… Jangan lupakan juga kebiasaan buruknya menyikut pemain lawan —kendati ini juga berpangkal dari sifat kikuknya itu.
Anda boleh sebal, tetapi faktanya adalah Fellaini melewati berbagai pergantian manajer —mulai dari David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho— dan ia tetap bertahan di dalam skuat. Bahkan gelandang yang punya teknik (yang lebih) bagus seperti Morgan Schneiderlin saja tidak bisa bertahan.
Maka, sampai pada tahap ini kami pun meyakini kalau ada ledakan nuklir, Fellaini adalah satu-satunya manusia yang akan bertahan.
Tentu ada alasan khusus mengapa Mourinho sampai tidak mau melepas pemain kribo satu ini. Mourinho bahkan berucap kepada Galatasaray, yang waktu itu dikabarkan mengincar Fellaini, bahwa lebih mudah mendapatkan dirinya ketimbang menggaet Fellaini.
ADVERTISEMENT
Karena alasan itulah kami di kumparan bela-belain bikin story untuk membahas pemain jangkung satu ini.
Fellaini adalah Pemain yang “Mourinho Banget”
Musim kemarin, banyak orang bilang bahwa Ander Herrera adalah tipe pemain yang amat disukai Mourinho. Itu betul. Pasalnya, Herrera tidak hanya punya teknik bagus, tetapi juga punya determinasi dan amat gigih dalam memperebutkan bola.
Namun, orang lupa bahwa ada sisi lain dari permainan Mourinho: dia adalah penihil. Kendati tidak alergi bermain ofensif, Mourinho sering menganalisis dengan detail calon-calon lawannya untuk menemukan kelemahan mereka. Begitu kelemahan itu ketemu, Mourinho akan mengeksploitasinya.
Contoh, ketika melawan Ajax Amsterdam di final Liga Europa 2017, Mourinho tahu bahwa Ajax selalu bermain dengan membangun serangan dari lini belakang —dan tidak pernah bermain dengan cara lain. Dua bek tengah mereka, Davinson Sanchez dan Matthijs De Ligt, serta gelandang bertahan mereka, Lasse Schoene, menjadi pangkal serangan itu.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Mourinho memasang trisula di lini tengah untuk berhadapan langsung dengan trisula lini tengah Ajax —Schoene, Davy Klaassen, Hakim Ziyech. Jika Ajax bermain dengan satu gelandang bertahan dan dua gelandang di belakang tiga striker, Mourinho memasang sebaliknya: dua gelandang bertahan (untuk menghadapi Klaassen dan Ziyech) dan satu gelandang di belakang tiga striker (untuk menghadapi Schoene).
Lalu, siapa lagi yang ditugasi untuk mengganggu Schoene jika bukan Fellaini.
Dengan hadirnya Fellaini, bukan cuma Schoene yang terganggu, tetapi juga barisan pertahanan Ajax. Mereka tidak punya solusi untuk menghadapi bola-bola panjang yang kerap dikirimkan kepada Fellaini —yang posisinya juga “aneh” karena tidak berada di dalam kotak penalti, melainkan di sepertiga akhir lapangan.
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung, tabiat Mourinho yang senang merusak dan menihilkan permainan lawan pun terejawantahkan pada sosok Fellaini.
Dia Tidak Buta-buta Amat akan Taktik
Ada alasan mengapa Louis van Gaal menyukai Fellaini, dan alasan itu berkenaan dengan taktik.
Bukan rahasia apabila Van Gaal adalah orang yang kaku dan saklek. Ketika dia bilang A, maka ia mengharapkan pemainnya melakukan A. Jika ada pemain yang malah melakukan B, bisa dipastikan si pemain itu akan ditepikan.
Ketika menangani United dulu, Van Gaal dikabarkan tidak disukai oleh sebagian besar pemain karena sifat kakunya itu. Mereka merasa kebebasan mereka dalam bermain direbut. Nah, cuma Fellaini yang betul-betul patuh dengan Van Gaal.
Bagusnya, Fellaini tidak buta-buta amat akan taktik. Ia bisa memahami kemauan Van Gaal dengan amat baik.
ADVERTISEMENT
Pada formasi 4-1-4-1 Van Gaal, yang sempat membuat United menanjak, Fellaini memegang peran yang tidak biasa. Jonathan Wilson, penulis buku bola yang amat dipegang oleh seantero hipster bola, “Inverting The Pyramid”, melabeli peran Fellaini di era Van Gaal itu sebagai “deep-lying target man”.
Fellaini diposisikan di pos gelandang serang sebelah kiri, tepat di belakang striker dan berdekatan dengan sayap kiri. Namun, perannya tidak sama dengan seorang gelandang serang. Ia lebih menjadi sasaran bola-bola panjang untuk dipantulkan ke pemain lain atau ia tahan sendiri.
Karena posisinya tidak wajar, amat sulit untuk menjaga Fellaini. Selain itu, ia juga kerap masuk tiba-tiba dari lini kedua untuk menyabut umpan silang. Karena posisinya tidak berada di dalam kotak penalti, amat sulit untuk mendeteksi kehadirannya.
ADVERTISEMENT
Fellaini pada tur pramusim United. (Foto: Lucy Nicholson/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Fellaini pada tur pramusim United. (Foto: Lucy Nicholson/Reuters)
Akurasi Operannya Tidak Jelek
Sepanjang musim 2016/2017, Fellaini bermain sebanyak 28 kali di Premier League dengan 50% di antaranya bermain penuh. Dalam 28 penampilan itu, ia mencatatkan akurasi operan sebesar 86%. Tidak buruk.
Di barisan gelandang United, Fellaini menempati urutan kelima dalam hal akurasi operan terbaik sepanjang musim kemarin.
Sungguh, sekalipun ia kikuk dan pergerakannya acapkali kaku, cara Fellaini menahan bola dengan dada dan kepiawaiannya dalam melepaskan operan masih layak dipuji. Oleh karena itulah dia bisa memegang peran “deep-lying target man” dengan baik. Ia bisa masih bisa menahan, memantulkan, dan mengoper bola dengan baik.
Dengan akurasi operan yang bagus juga, ia bisa berguna ketika Mourinho menginginkan United untuk melakukan serangan balik. Artinya, jika Fellaini yang kedapatan menguasai bola, ia tidak akan kesulitan untuk mengalirkannya ke pemain lain.
ADVERTISEMENT
Tidak percaya? Lihat proses terjadinya gol Wayne Rooney ke gawang Arsenal pada musim 2014/2015 ini. Dengan cekatan, Fellaini mengirim through-pass akurat kepada Angel Di Maria, yang kemudian memberikan assist kepada Rooney.
Lawan Jadi Waspada
Dengan sederet penggambaran di atas, plus begitu percayanya Mourinho pada dirinya, Fellaini jadi sosok yang diwaspadai lawan. Ini jadi keunggulan psikologis tersendiri untuk United.
Pasalnya begini… Ketika Fellaini diturunkan, lawan jadi menebak-nebak apa sesungguhnya rencana Mourinho dengan menurunkan pemain asal Belgia ini. Di satu sisi mereka paham bahwa Fellaini bukan superstar dengan teknik yang teramat “wah”, tetapi di sisi lain mereka tahu bahwa ia berada di lapangan untuk satu tujuan tertentu.
Ada kejadian menarik pada laga United vs West Ham, Minggu (13/8) kemarin. Ketika Fellaini disiapkan di pinggir lapangan, Manajer West Ham, Slaven Bilic, langsung menunjuk-nunjuk pemain kelahiran 22 November 1987 itu. Bilic seolah-olah berkata, “Jaga! Jaga yang satu ini!”
ADVERTISEMENT
Padahal, seketika Fellaini masuk, United tidak lantas bermain dengan umpan-umpan panjang. Mereka tetap mengalirkan bola dari kaki ke kaki. Bahkan, dua gol terakhir United ke gawang West Ham berasal dari sederet operan pendek dan umpan terobosan.
Boleh dibilang, Fellaini bukan hanya “senjata simpanan” Mourinho, tetapi juga alat untuk mengirimkan perang urat syaraf kepada lawan di atas lapangan.
Jika dunia sepak bola adalah The Matrix, Fellaini adalah glitch bernama Neo.