Mengapa Arbeloa Memilih Pensiun Ketika Tubuhnya Masih Kuat?

25 Juni 2017 1:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arbeloa kala memperkuat Madrid. (Foto: Wikimedia Commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Arbeloa kala memperkuat Madrid. (Foto: Wikimedia Commons.)
ADVERTISEMENT
Di usia 34 tahun, Alvaro Arbeloa mengaku bahwa tubuhnya masih kuat untuk bermain sepak bola. Lalu, mengapa ia memutuskan untuk menggantung sepatunya?
ADVERTISEMENT
Menyebut bahwa para pesepak bola yang sudah berusia lewat dari 30 tahun dengan label “uzur” memang tidak salah. Namun, menyebut bahwa mereka yang sudah berusia kepala tiga sudah habis adalah penilaian yang terburu-buru.
Bahwa mereka yang sudah berkepala tiga mengalami penurunan kemampuan fisik, termasuk kecepatan, memang ada benarnya. Tak jarang juga para pemain itu membutuhkan waktu (lebih) lama untuk memulihkan kondisi tubuh setelah bermain.
Maka, sejumlah pemain mengakalinya dengan mengubah gaya bermain atau posisi mereka. Paul Scholes, misalnya, berubah dari gelandang serang ke gelandang tengah ketika usianya sudah melewati 31. Ryan Giggs juga demikian. Dia bermutasi dari seorang winger yang lincah ke gelandang tengah yang lebih mengandalkan presisi ketimbang kecepatan belaka.
ADVERTISEMENT
Intinya, ada banyak celah untuk mengakali usia. Walau, ada beberapa juga yang bisa bertahan di level teratas tanpa harus mengubah posisi mereka. Beberapa contohnya adalah Paolo Maldini di AC Milan dulu dan Andrea Pirlo di Milan dan Juventus.
Maka, ketika kita mendengar bahwa Arbeloa mengatakan bahwa tubuhnya masih sanggup bermain di usia 34, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan.
Lalu, mengapa Arbeloa justru memilih untuk menggantung sepatunya? Well, Arbeloa menyebut bahwa bermain sepak bola berarti bermain di level kompetitif secara terus-menerus. Maka, ide yang menyebutkan bahwa para pemain uzur sah-sah saja mencari uang di China atau Amerika Serikat tidak masuk dalam hitungannya.
“Buat saya, sepak bola adalah soal perjuangan tanpa putus setiap hari. Terus berkompetisi,” ujar Arbeloa seperti dilansir Soccerway.
ADVERTISEMENT
“Opsi untuk bermain di China atau Amerika Serikat tidak membuat saya tertarik. Memang waktunya sudah tiba untuk mengatakan ‘cukup’, sebab apa yang disodorkan kepada saya saat ini bertentangan dengan apa yang saya sukai akan sepak bola.”
Arbeloa menghabiskan tujuh musim memperkuat Real Madrid, di mana ia bermain sebanyak 233 kali dan memenangi tujuh trofi —termasuk dua trofi Liga Champions—, sebelum akhirnya pindah ke West Ham United pada musim panas 2016.
Di West Ham, ia tidak banyak mendapatkan kesempatan bermain. Sepanjang musim, ia hanya diberikan kesempatan tampil sebanyak empat kali. Pada akhirnya, Arbeloa pun memutuskan bahwa kariernya cukup sampai di sini saja.
Bersama Madrid, Arbeloa tidak hanya menemukan trofi, tetapi juga sebuah rumah. Sekalipun bukan pemain utama pada musim-musim terakhirnya di Santiago Bernabeu, ia tetap sosok yang dihormati oleh para pendukung karena loyalitasnya.
ADVERTISEMENT
Jadi, tidak mengherankan ketika ia melakoni laga terakhirnya untuk Madrid, sebuah banner besar dengan nomor punggung 17 —nomor punggung Arbeloa dulu— terbentang di tribun Bernabeu. Arbeloa boleh berhenti menjadi pemain, tetapi namanya masih hidup di tribun-tribun Bernabeu karena loyalitasnya itu.