Mengenal Qard dan Ketentuannya

rossy dwi astuti
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
18 Juni 2021 11:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari rossy dwi astuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Frantisek Krejci dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Frantisek Krejci dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Pinjam-meminjam merupakan hal yang sering kita jumpai ataupun kita lakukan dalam kehidupan. Kita dapat meminjam melalui bank, teman atau kerabat, bahkan pinjaman melalui online. Kali ini penulis akan membahas mengenai pinjam-meminjam dalam perspektif fiqh muamalah atau dapat disebut dengan Qard.
ADVERTISEMENT
Secara etimologi, qardh bermakna memotong, mengapa dinamakan tersebut? Karena uang yang diambil oleh muqrid (orang yang meminjamkan utang) itu memotong sebagian harta miliknya untuk diberikan kepada muqtarid (orang yang berhutang). Secara terminologi, menurut fiqh muamalah Al-qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan jumlah yang sama pada waktu yang telah disepakati. Qard berlaku tanpa imbalan, karena jika menggunakan imbalan termasuk ke dalam riba. Pinjam-meminjam diberikan oleh seseorang atau lembaga keuangan syariah (LKS) pada orang yang membutuhkan pinjaman untuk kebutuhan yang mendesak, lalu pembayarannya bisa dilakukan dengan diangsur atau lunas sekaligus.
Lalu bagimana ketentuannya jika ada orang yang berutang dan tidak mampu membayar?
Ketika ada orang memiliki utang dan tidak mampu untuk membayarnya, terdapat beberapa keadaan yang berbeda sehingga bisa disikapi
ADVERTISEMENT
Pertama, ketika orang yang berutang dalam kondisi kesulitan dan tidak mampu melunasinya. Maka dalam kondisi ini, orang tersebut tidak berhak dipenjarakan. Bahkan jika orang tersebut dipenjarakan atau hakim memenjarakannya dapat dikategorikan sebagai perbuatan zalim. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 280, yang artinya:
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Jadi, Allah mewajibkan bagi orang yang berutang dan kesulitan untuk mengembalikan kewajibannya agar diberi waktu tunda untuk bisa membayar utangnya. Akan percuma saja ketika orang yang tidak mampu membayar utang dipenjarakan, tetap dia tidak akan mampu melunasinya. Karena itu, dia diberikan waktu tunda agar bisa berusaha dan bekerja untuk mencicil utangnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, ketika orang yang berutang mampu untuk bayar utangnya, tetapi ia enggan atau menunda-nunda untuk membayarnya, maka orang yang erhutang boleh dipaksa dengan cara dipenjarakan.
Jika setelah dipenjarakan, ternyata dia tetap tidak mau membayar utangnya, maka hartanya ditahan, kemudian dijual secara paksa dan hasilnya dibagikan ke seluruh orang yang memberi utang kepadanya.
Ketiga, ketika kondisinya rancu atau meragukan antara apakah orang yang berutang itu memiliki kemampuan ataukah tidak dalam hal membayar utangnya hakim berhak menahan orang tersebut untuk dimintai keterangan. Jika terbukti dia tidak mampu maka dia dilepaskan. Sementara jika terbukti dia mampu, maka tetap ditahan sampai dia mau melunasi utangnya.
Kemudian muncul pertanyaan apakah jika sudah dipenjara utang muqtarid menjadi hangus secara otomatis? Perlu diketahui bahwa fungsi memenjarakan orang yang berutang adalah untuk memaksa dia agar mau melunasi utangnya, bukan untuk menebus atau menghilangkan segala utang-utangnya. Hal ini hanya berlaku bagi orang yang mampu tetapi enggan membayar. Meskipun ia sudah dipenjarakan, utang tidak otomatis hangus, namun tetap menjadi kewajibannya untuk melunasinya.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya qard termasuk akad tabarru yaitu akad tolong-menolong. Di mana ketika debitur meminjam uang, kreditur berniat hanya untuk menolongnya. Maka nilai uang yang dipinjamkan harus sama nilainya dengan uang yang di kembalikan atau tanpa adanya imbalan.