Pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan Dianggap Tidak Sah Mengapa?

Roy Owen
Law Study at University of Lampung
Konten dari Pengguna
22 Juni 2022 20:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roy Owen tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber ilustrasi: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber ilustrasi: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pada 06 Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022. Pengumuman tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dengan diketuai oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
ADVERTISEMENT
Tercatat sampai 24 April 2022, jumlah pencabutan mencapai 1.118 dari total jumlah target yaitu 2.078 izin usaha pertambangan yang baru saja dicabut oleh Pemerintah
Sekitar 1.118 IUP tersebut terdiri dari nikel sebanyak 102 IUP dengan luas 161.254 hektare (ha), batubara sebanyak 271 IUP dengan luas 914.136 ha, tembaga sebanyak 14 IUP atau setara dengan 51.563 ha lalu izin pertambangan mineral bauksit sebanyak 50 IUP atau setara 311.294 ha, timah sebanyak 237 IUP atau seluas 374.031 ha, emas sebanyak 59 IUP atau seluas 529.869 ha, dan juga mineral lainnya sebanyak 385 IUP atau seluas 365.296 ha.
Pencabutan izin usaha pertambangan tersebut sudah memenuhi prosedur aturan hukum yang berlaku dan tidak pandang bulu terhadap pencabutannya ucap Menteri Investasi Bahlil dalam konferensi pers 25 April 2022.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa alasan dari pencabutan izin usaha pertambangan. Salah satunya yaitu perusahaan tambang tidak mematuhi Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara dalam Negeri yang memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO).
Pemberlakukan DMO diterapkan sebagai pemberian suatu kewajiban dari negara kepada badan usaha untuk mengutamakan pasokan kebutuhan pasar terhadap suatu komoditas tertentu untuk kepentingan dalam negeri sebelum melakukan kegiatan ekspor.
Alasan lainnya yaitu tidak adanya laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya oleh pemegang IUP tiap tahunnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 177 PP No. 96 Tahun 2021, sehingga izin yang diberikan tidak dilaksanakan dengan baik.
Keabsahan pencabutan IUP tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Pencabutan izin usaha tambang tersebut tidak mematuhi prosedur hukum, dimana seharusnya pemerintah mengikuti prosedur pemberian sanksi administratif yang diatur di dalam Pasal 185 PP No. 96 tahun 2021 yaitu dengan memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 kali masing-masing memiliki jangka waktu 30 hari kalender, penghentian sementara yang diberikan paling lama 60 hari kalender setelah peringatan tertulis ketiga, lalu pemerintah dapat mencabut izin setelah tidak ada itikad baik dari perusahaan setelah penghentian sementara.
ADVERTISEMENT
Pemerintah hanya bisa mencabut secara langsung sesuai Pasal 188 PP No.96 Tahun 2021 apabila adanya tindak pidana oleh perusahaan tambang yang dibuktikan dengan putusan hakim, hasil evaluasi pemerintah terhadap kerusakan lingkungan, dan perusahaan tambang dinyatakan pailit.
Adapun regulasi lainnya tentang sanksi administratif yaitu Kepmen ESDM No. 13.K/MB.021/MEM.B/2022 . Pada dictum keempatbelas kepmen ini pencabutan terhadap pemegang IUP baru bisa dilakukan apabila pemegang IUP tidak melakukan pembayaran denda dan kompensasi dari tidak terpenuhinya presentasi pemenuhan DMO.
Dampak dari pencabutan IUP ini tidak bisa dianggap enteng karena dapat menyebabkan pekerja tambang kehilangan pekerjaannya dan merugikan perusahaan lokal yang sedang melakukan kontrak kerjasama dengan pemegang IUP karena tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan, serta pada akhirnya membuat investor takut untuk mengembangkan usahanya di Indonesia yang diakibatkan oleh hukum Indonesia yang tidak jelas.
ADVERTISEMENT
Aturan dalam pemenuhan DMO pada Kepmen ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 juga tidak memberikan ketegasan yang jelas terkait hal penambahan jumlah DMO pasokan batubara dalam hal kondisi-kondisi mendesak seperti kekurangan pasokan batubara maupun hal hal mendesak lainnya.
Seharusnya pemerintah membentuk regulasi yang memberikan ketegasan dan kepastian terhadap kondisi-kondisi tertentu pada pelaku industri pertambangan, serta melakukan evaluasi secara menyuluruh dan teliti terhadap pemenuhan kewajiban administrasi dan Teknis perusahaan pemegang IUP karena dikhawatirkan terdapat perusahaan yang sudah melaksanakan kewajiban namun tetap dicabut izinnya oleh pemerintah.
Peran pemerintahan daerah juga dalam mengatur dan mengawasi seharusnya dapat ditingkatkan perannya dalam menyeleksi perusahaan tambang yang akan dicabut izinnya.