Pentingnya Kerja Sama Stakeholder dalam Upaya Penerapan SKP di Manokwari

Roy Salinding
Pengawas Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Penikmat Alam, Penulis
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2021 11:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roy Salinding tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan pengolahan ikan di salah satu unit pengolahan ikan di Manokwari
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan pengolahan ikan di salah satu unit pengolahan ikan di Manokwari
ADVERTISEMENT
Usaha pengolahan ikan banyak dijumpai di Manokwari. Namun, sangat disayangkan, belum satu pun yang memiliki sertifikat kelayakan pengolahan (SKP). Sebagaimana diketahui, kewajiban menerapkan kelayakan pengolahan ikan diatur dalam UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 20 ayat (3) yang berbunyi “setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
ADVERTISEMENT
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, aturan SKP juga disisipkan pasal yakni pada pasal 20A yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3), dikenai sanksi administrasi.
Lebih lanjut aturan tentang kewajiban memiliki SKP juga dengan rinci dijelaskan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 67/PERMEN-KP/2018 tentang Usaha Pengolahan Ikan, pada pasal 1 ayat (9) disebutkan bahwa SKP adalah sertifikat yang diberikan kepada UPI yang telah menerapkan cara pengolahan ikan yang baik dan memenuhi prosedur operasi sanitasi standar. Dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 67/2018 tersebut, jenis usaha pengolahan ikan terdiri atas penggaraman, pemindangan, pengasapan, peragian/fermentasi, pembuatan minyak ikan, pengalengan ikan, pengolahan rumput laut, pembekuan ikan, pendinginan, surimi dan pengolahan kerupuk ikan.
ADVERTISEMENT
Peran pengawas perikanan dalam usaha pengolahan ikan masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dokumen yang wajib diterbitkan oleh pengawas perikanan terhadap usaha pengolahan ikan. Oleh karena itu, pelaku usaha seringkali mengabaikan arahan dari pengawas perikanan, misalnya kewajiban memiliki SKP.
Permasalahannya lainnya adalah hasil tangkapan ikan kapal yang akan diolah juga tidak wajib diverifikasi karena kapal-kapal yang menyuplai ikan adalah kapal yang berukuran di bawah 5 GT yang secara aturan tidak wajib memiliki Surat Laik Operasi (SLO).
Berdasarkan data dari DKP Provinsi Papua Barat dan BKIPM KKP pada tahun 2020 bahwa di Manokwari, tidak ada satu pun usaha pengolahan ikan yang telah dilengkapi dengan SKP dan HACCP. Padahal usaha pengolahan ikan yang di Manokwari khususnya ikan tuna dikenal sebagai tuna dengan kualitas yang super. Namun, bila tanpa dilengkapi dengan SKP dan HACCP, maka usaha pengolahan ikan belum memenuhi syarat untuk ekspor. Ikan tersebut terlebih dahulu harus dikirim ke daerah lain untuk diolah lebih lanjut. Tentunya proses ini membutuhkan biaya tambahan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, apabila ikan hasil tangkapan nelayan dari Manokwari diolah lebih lanjut di luar Manokwari, maka daerah yang dikenal di negara tujuan ekspor tentunya adalah lokasi di mana ikan tersebut terakhir diproses/diproduksi. Hal ini menyebabkan hilangnya nama Kabupaten Manokwari tidak dikenal sebagai penghasil ikan tuna.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan sebagai produk turunan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada pasal 103 ayat (3) telah mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah supaya UPI menerapkan cara penanganan ikan yang baik dan/atau pengolahan ikan yang baik melalui SKP. Oleh karena itu, pelaku usaha pengolahan ikan di Manokwari harus "dipaksa" untuk memenuhi persyaratan untuk mendapat SKP. Sering kali yang dijadikan alasan karena pembeli (buyer) tidak mensyaratkan. Namun, dengan adanya upaya dari petugas instansi berwenang, saya yakin pelaku usaha akan mengikuti ketentuan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Terhadap permasalahan di atas, semua stakeholder, baik pelaku usaha, Pengawas perikanan, Karantina ikan, Dinas Perikanan Kabupaten Manokwari, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat dan Ditjen PDSPKP untuk bahu membahu agar pelaku usaha pengolahan ikan di Manokwari dapat memenuhi persyaratan dalam menerapkan standar kelayakan pengolahan ikan.
Upaya pemerintah pusat dan daerah dapat berupa penyiapan sumber daya manusia yang telah tersertifikasi sebagai pengolah ikan, petugas yang juga memiliki kewenangan untuk menerbitkan SKP.
Setelah semua usaha telah dilakukan, maka apabila pelaku usaha masih belum melengkapi usahanya dengan SKP, maka perlu diberikan tindakan tegas berupa sanksi administratif. Saksi juga dapat berupa larangan untuk mengirim produk hasil olahannya keluar dari Manokwari.
Pada akhirnya, usaha pengolahan ikan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pengawasan perikanan dalam hal penerbitan SKP. Perlu adanya kerja sama dari semua pihak untuk memfasilitasi penerbitan SKP bagi usaha pengolahan ikan sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Perikanan (UU 31/2004 sebagaimana diubah dengan UU 45/2009) dan juga beberapa perubahan dalam UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Jika usaha pengolahan ikan telah memiliki SKP, tentu usaha pengolahan telah memenuhi syarat untuk ekspor. Harapannya pelaku usaha perikanan juga mendapatkan keuntungan ekonomis yang lebih tinggi