Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Penerapan Konsep Smart Governance Pada Smart Village
4 April 2018 12:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Royan Aditama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
Sebagai langkah upaya untuk pengurangan kemiskinan, mendorong pemerintah Indonesia untuk mengubah strategi pembangunannya, antara lain dengan arah kebijakan untuk membangun dari pinggiran (Nawacita ke-3). Arah kebijakan tersebut diimplementasikan dengan meningkatkan perhatiannya pada pembangunan desa, sehingga berbagai upaya untuk membangun desa telah dikembangkan berbagai model, salah satunya melalui konsep Desa Cerdas (Smart Village) yang diadopsi dari konsepsi Smart City Implementasi konsep desa cerdas di Indonesia saat ini masih beragam, dan di masing masing daerah mengakui bahwa desa mereka masing masing telah menerapkan smart village. Meski di banyak daerah mungkin telah mengklaim bahwa daerah masing masing telah mengembangkan konsep dari smart village namun sampai saat ini belum ada definisi pasti apa sebenarnya yang dimaksud dengan desa cerdas tersebut.
ADVERTISEMENT
Permasalahan
Jika konsep smart village mangadaptasi dari konsep smart city maka kita harus memahami terlebih dahulu definisi dari smart city, kota-kota yang disebut smart city adalah kota yang pada awalnya memiliki terobosan baru dalam penyelesaian masalah di kotanya dan sukses dalam meningkatkan performa kotanya. Salah satu dimensi terpenting dari smart city adalah memberikan pelayanan menggunakan teknologi terkini dan membangun infrastruktur yang pintar, sehingga dapat memberikan pelayanan yang efektif kepada seluruh masyarakat yang tinggal di kota (Sudaryono, 2014).
Nijkamp (2009) mendefinisikan kota cerdas sebagai kota yang mampu menggunakan sumber daya manusia (SDM), modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi. Cohen (2010) menyebutkan bahwa kota cerdas diidentifikasikan pada 6 (enam) dimensi utama yaitu smart government (pemerintahan cerdas), smart economy (ekonomi cerdas), smart society (kehidupan sosial cerdas), smart mobility (mobilitas cerdas), smart environment (lingkungan cerdas), dan quality of live (hidup berkualitas).
ADVERTISEMENT
Dari enam (6) dimensi tersebut dalam penerapannya setiap kota dapat memfokuskan pada salah satu dimensi saja tergantung dari karakteristik kota dan urgensi permasalahan kotanya. Di Indonesia hingga saat ini belum ada acuan pasti bagaimana sebuah desa itu dapat dikatakan sebagai smart village, namun jika smart village menegacu pada konsep smart city teori Cohen (2010) menyebutkan bahwa kota cerdas diidentifikasikan pada 6 (enam) dimensi. Menurut Cohen salah satu dimensi yang ada pada smart village yaitu dimensi smart government mengacu pada prinsip good governance. Kunci utama pemerintahan yang cerdas bertujuan untuk mengurangi kesenjangan di tingkat kota, kecamatan dan kelurahan adalah tidak hanya memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi juga peningkatan profesionalisme kinerja aparatur yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dengan didukung oleh kecanggihan teknologi.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi Penerapan Konsep Smart Govement pada Smart Village
Jika melihat prinsip good governance UNDP (1997) maka prinsip-prinsip berikut dapat diterapkan dalam mewujudkan smart governance pada smart village adalah sebagai berikut :
1) Transparansi atau keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat diwujudkan melalui berbagai cara yaitu dengan penyampaian informasi secara langsung kepada masyarakat dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, pemasangan berbagai informasi di papan pengumuman, atau mungkin dapat membuat website pemerintah desa untuk menampilkan segala informasi terkait program dan pengggunaan anggaran pada suatu desa.
2) Partisipasi, pemerintah desa dapat melibatkan partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Bentuk partisipasi masyarakat antara lain dalam perencanaan pembangunan desa, partisipasi politik dan partisipasi dalam berbagai kegiatan atau program desa.
ADVERTISEMENT
3) Akuntabilitas, wujud akuntabilitas atau pertanggung jawaban pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dapat dilakukan antara lain dengan menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
4) Penegakan Hukum, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Pemerintah Desa harus bertindak berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan semua peraturan pelaksanaan tentang desa. Bentuk penegakan hukum yang lain adalah pemberian sanksi bagi perangkat desa yang terbukti melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi tersebut dapat berupa surat peringatan sampai 3 kali dan pemberhentian apabila telah terbukti melanggar.
5) Daya Tanggap, pemerintah desa harus peka dan cepat tanggap dalam menanggapi aspirasi masyarakat serta menghadapi persoalan yang terjadi dimasyarakat. Hal tersebut dapat didukung dengan fasilitas layanan pengaduan masyarakat berupa kotak surat pengaduan, pengaduan secara langsung, telepon dan sms.
ADVERTISEMENT
6) Keadilan, prinsip keadilan di desa dapat dilakukan dengan merekrut sdm yang berkompten dibidangnya tanpa melihat jenis kelamin status sosial atau kedudukannya di masyarakat akan tetapi harus didasarkan kompetensi yang dimiliki misalnya saja merekrut perangkat desa yang memiliki latar belakang pemerintahan atau hukum.
7) Efektivitas dan Efisiensi, menerapkan optimalisasi SOP (Standar Operasional Pelayanan) kepada masyarakat pada kantor pelayanan umum sebagai bentuk pelayanan publik berupa jasa layanan administrasi yang bersifat umum seperti kependudukan, pernikahan ataupun surat keterangan lainnya.
8) Orientasi pada kesepakatan, dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat, pemerintah desa harus mengutamakan musyawarah mufakat dengan dilandasi semangat kekeluargaan. Contoh permasalahan yang diselesaikan secara musyawarah di desa antara lain pembagian waris, batas tanah, perselisihan warga, perselisihan rumah tangga dan kenakalan remaja.
ADVERTISEMENT
9) Visi Strategis, dalam pemerintahan desa kepala desa harus memiliki persepktif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan pada desa tersebut setiap kepala desa harus memahami potensi apa yang ada di desa tersebut yang dapat difokuskan untuk dikembangkan sehingga dapat memicu perekonomian atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di desa.
Referensi
Arisaputra, Ilham. 2013. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Penyelenggaraan Reforma Agraria di Indonesia. Yuridika Volume 28 No 2, Mei - Agustus 2013
Cohen, Daniel A. dan Paul Zarowin. 2010. Accrual-Based and Real Earnings Management Activities Around Seasoned Equity Offerings. Journal of Accounting & Economics Vol. 50 No. 1: 2-19
Nijkamp, dkk . 2009. "Smart cities in Europe". 3rd Central EuropeanConference in Regional Science –CERS.
ADVERTISEMENT
Sudaryono. 2014. Perilaku Konsumen Dalam Prespektif Pemasaran. Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia.