Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Kekuatan Komunikasi Persuasif dalam Konten Media Sosial
17 April 2025 17:15 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Rozi Prima Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di era digital yang didominasi oleh platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter, konten kreator memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini dan mendorong tindakan audiens. Meskipun tiap platform memiliki karakteristik dan segmentasi penggunanya masing-masing, ada satu elemen penting yang menyatukan mereka: komunikasi persuasif.
ADVERTISEMENT
Komunikasi persuasif merupakan proses yang melibatkan upaya untuk mempengaruhi pemikiran, perasaan, atau tindakan orang lain, baik melalui pesan verbal maupun nonverbal. Di media sosial, konten tidak hanya sekadar hiburan, melainkan juga menjadi alat komunikasi yang dirancang untuk meraih reaksi entah itu like, komentar, share, maupun pembelian.
Peran algoritma turut memperkuat kekuatan komunikasi ini. Algoritma media sosial menyortir dan menyajikan konten berdasarkan ketertarikan pengguna, membuat pesan-pesan persuasif dapat menyebar lebih cepat dan tepat sasaran. Kreator pun semakin berlomba menciptakan konten yang bisa viral demi mendulang interaksi dan potensi penghasilan disebut juga sebagai efek meme machine.
Namun, pengaruh kreator tidak berhenti pada ranah digital. Mereka mampu menciptakan tren yang berdampak luas, seperti meningkatnya popularitas produk tertentu: crocs, corkcicle, hingga lanyard. Brand pun turut mendompleng tren ini demi mendongkrak penjualan melalui endorsement dan kolaborasi dengan kreator yang dianggap punya influence tinggi.
ADVERTISEMENT
Meski komunikasi persuasif punya sisi positif seperti mendorong edukasi dan inovasi, ada pula risiko konsumtif dan manipulatif. Penjelasan yang tampak logis dan meyakinkan bisa membuat audiens membeli produk dengan harga tinggi, demi tampil "kekinian". Hal ini dapat mendorong gaya hidup boros jika tidak diimbangi edukasi.
Untungnya, kini mulai banyak kreator yang menyisipkan nilai edukatif dalam kontennya. Mereka tidak hanya menjual gaya hidup, tetapi juga membangun kesadaran audiens agar lebih bijak dan selektif dalam merespons tren. Di sinilah komunikasi persuasif bisa menjadi kekuatan untuk perubahan positif bukan hanya alat komersialisasi.