Konten dari Pengguna

Penunjukan Pigai Bukti Agenda HAM Bukan Prioritas Pemerintahan Prabowo

Rozy Brilian Sodik
Master Student di Utrecht University. Ex-Peneliti di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Menaruh perhatian terhadap isu-isu Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.
10 November 2024 9:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rozy Brilian Sodik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: kumparanNEWS
zoom-in-whitePerbesar
Foto: kumparanNEWS
ADVERTISEMENT
Pasca dilantik pada 21 Oktober 2024 lalu, salah satu pembantu Presiden yakni Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai tak henti-hentinya menciptakan kontroversi di tengah publik. Sejak awal, Pigai terus menghiasi media massa dan sosial dengan wacana meminta penambahan anggaran dengani nilai yang sangat fantastis. Terbaru, pada rapat kerja Kementerian HAM dengan Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Pigai kembali meminta anggaran Rp. 20 Triliun, salah satunya untuk menambah jumlah pegawai Kementerian.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Pigai juga menyebut dana dengan jumlah besar tersebut akan digunakan untuk mebangun universitas dan rumah sakit HAM hingga melakukan sosialisasi HAM. Jumlah yang dimintakan Pigai tentu di luar nalar publik. Terlebih, permintaan anggaran tersebut dilakukan di tengah situasi ekonomi masyarakat yang cenderung sulit sehingga muncul kesan nir-empati.
Di samping kontroversi yang dimunculkan Pigai, sejak awal, kabinet yang dibentuk Prabowo memang menuai banyak kritik. Selain penunjukan orang-orang bermasalah, strukturnya pun terlalu ‘gemuk’ sehingga kental dengan aroma bagi-bagi kursi kekuasaan. Selain itu, Keputusan untuk membentuk lebih dari 50 kementerian bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang memghendaki efektivitas dan efisiensi pemerintahan. Jumlah Kementerian yang menumpuk jnga otomatis berimplikasi pada bertambahnya anggaran hingga regulasi-birokrasi yang jauh dari kepastian.
ADVERTISEMENT
Sibuk ‘Mengemis’ Anggaran
Latar belakangnya sebagai aktivis membuat publik berekspektasi tinggi pada kinerja Pigai dalam mengomandoi Kementerian. Menarik dinanti sejauh mana Pigai dapat berkiprah dan dan mengurai masalah di tengah birokrasi kelembagaan yang dikneal rumit. Namun, baru beberapa hari bekerja, Menteri HAM justru sibuk pada urusan internal utamanya ‘berteriak’ membutuhkan anggaran yang besar. Padahal, Pigai seharusnya siap dengan segala konsekuensi sebagai Kepala lembaga baru dan berfokus menyampaikan visi-misi serta targetnya selama menjabat lima tahun mendatang.
Walaupun Pigai berasal dari Papua, kita juga belum mendengar banyak wacana pengarusutamaan HAM di bumi cendrawasih. Padahal, selama ini Papua dikenal sebagai 'episentrum' kekerasan di Indonesia. Selama bertahun-tahun angka pelanggaran HAM terus tinggi sebagai konsekuensi dari pendekatan keamanan yang terus dilanjutkan. Pemerintah, lewat Pigai seharusnya cukup fasih mengurai problematika struktural yang ada, diikuti alternatif pendekatan HAM yang akan dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik di Papua.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pigai pun belum menyebut secara tegas dimana peran Kementrian HAM di bawah kepemimpinannya dalam berkontribusi dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang terus menerus menjadi beban Sejarah. Dalam konstruksi kasus pelanggaran HAM berat, memang penyelesaian secara yudisial telah diatur dalam UU 26 tahun 2000 dimana memandatkan Komnas HAM sebagai penyelidik dan Jaksa Agung sebagai penyidik. Akan tetapi, Kementerian HAM dapat mengambil peran dengan mendorong kedua lembaga tersebut untuk secara cepat menyelesaikan tugasnya. Lebih jauh, pada tahun 2022 lalu, Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2022 untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu lewat jalur non-yudisial. Publik pun belum menerima sikap tegas apakah jalan ini akan dilanjutkan atau dibiarkan menggantung kembali.
ADVERTISEMENT
Isu krusial lainnya yang akan menjadi pekerjaan rumah berat bagi Pigai adalah sejauh mana pemerintah akan menyesuaikan (comply) dengan semangat panduan bisnis dan HAM di tengah arus Pembangunan yang sangat masif. Idealnya Kementerian HAM dapat menjadi pion utama yang memastikan pemenuhan (fulfilness) hak dasar masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab negara. Namun sayangnya, sejauh ini Pigai gagal mengartikulasikan arahan Presiden hingga konkret berupa kebijakan berbasis HAM.
HAM Bukan Prioritas
Kontroversi Pigai dalam memimpin Kementerian adalah buah dari arah politik kebijakan Prabowo yang menempatkan HAM bukan sebagai prioritas utama. Presiden terpilih tersebut secara sembarangan menempatkan orang yang nampaknya tidak terlalu memiliki kompetensi dan kapabilitas di posisi tersebut. Terlebih, saat menjadi Komisioner Komnas HAM di tahun 2012-2017 tidak banyak hal yang dapat dilakukan.
ADVERTISEMENT
Selain masalah personal, Prabowo seharusnya paham bahwa ajaran HAM menghendaki negara sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) untuk menjalankan mandat penghormatan, perlindungan dan pemenuhan. Untuk menjalankan tanggung jawab negara tersebut, Pemerintah pun seharusnya disandingkan dengan alat kelengkapan yang sifatnya independen. Dalam bahasa lain, jika serius pada agenda HAM, Prabowo seharusnya memilih untuk memperkuat kelembagaan Komnas HAM dengan menambah jumlah personil dan anggaranya. Sebab, secara kelembagaan, dalam kerangka human rights mechanism, National Human Rights Institution (NHRI) yang notabenenya independen - yang seharusnya diperkuat.
Selain itu, di tengah prediksi pelanggaran HAM yang terus terjadi akibat singgungan kepentingan arus masuk investasi, pematangan complaint system bagi masyarakat dan otoritas untuk melakukan on-site investigation menjadi sangat penting. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan agar jalur-jalur pemulihan baik lewat mekanisme administratif dan ajudikasi aksesibel khususnya untuk warga terdampak. Satu hal yang tentu sangat penting juga ialah menginvestigasi seluruh bentuk pelanggaran HAM dan memastikan untuk meghukum seluruh pelakunya untuk bertanggung-jawab. Namun, agenda ini cukup sulit mengingat Prabowo bagian dari Jenderal yang memiliki rekam jejak masa yang cukup kelam.
ADVERTISEMENT
Untuk saat ini, Kementrian HAM telah resmi terbentuk. Fungsi dan kemanfaatannya harus didorong semaksimal mungkin. Hal yang dapat Lembaga ini buat misalnya melakukan sinkronisasi dan review seluruh kebijakan baik dari level UU hingga perda yang bertentangan dengan semangat HAM. Selain itu, Kementerian HAM juga dapat melakukan koordinasi dan supervisi antar stakeholder khsusunya lembaga yang kerap melanggar HAM seperti Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia hingga petugas pemasyarakatan.
Di samping itu, dengan sumber daya dan anggaran yang terbatas, sosialisasi di tengah masyarakat bisa terus digaungkan. Pemerintah dapat mewajibkan kampus-kampus paling tidak universitas negeri untuk menerapkan kurikulum berbasis HAM, ketimbang membuat universitas HAM baru. Jika tidak, Kementerian HAM hanyalah badan formalistik dan mempertegas keyakinan publik bahwa keberadaannya hanya untuk mengakomodir kepentingan bagi-bagi jabatan semata.
ADVERTISEMENT