Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Cognitive Laziness dan Resistensi Terhadap Proses Berpikir Ulang
24 Oktober 2024 15:48 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rosidi Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cognitive Laziness dibahas dalam buku nya Adam Grant yang berjudul Think Again dan menjadi dasar kenapa pada umumnya manusia cenderung resisten terhadap proses rethinking atau proses berpikir ulang. Artikel ini merupakan bagian pertama dalam pembahasan mengenai buku tersebut, kalau ramai, lanjut part 2.
ADVERTISEMENT
Kecerdasan tidak hanya tentang seberapa banyak yang kita ketahui atau seberapa cepat kita belajar, tetapi juga tentang seberapa adaptif kita dalam menghadapi perubahan. Kemampuan untuk berpikir ulang dan melupakan memungkinkan kita untuk tetap relevan, terbuka terhadap kemungkinan baru, dan membuat keputusan yang lebih baik di dunia yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Cognitive Laziness, Malas Secara Mental
Kita sebagai manusia memiliki tingkat resistensi yang mendalam terhadap proses berpikir ulang. Kita cenderung menganggap keyakinan kita terhadap pengetahuan dan opini yang kita miliki sebagai sesuatu yang pasti dan tidak perlu dipertanyakan, sehingga kita menghindari segala bentuk keraguan atau pertanyaan yang dapat menggoyahkannya. Kita tidak hanya sulit menerima bahwa kita mungkin salah, tetapi kita bahkan enggan untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa kita salah.
Masalah tersebut muncul karena kita sebagai manusia cenderung malas secara mental (dikenal dengan nama cognitive laziness). Kita lebih suka mempertahankan cara pandangan lama atau yang sudah kita yakini karena lebih mudah kita proses daripada memproses informasi baru dan mengubah cara berpikir. Kita enggan menggunakan upaya kognitif yang dibutuhkan untuk mempertanyakan dan merevisi keyakinan kita. Mempersoalkan keyakinan diri kita dalam hal pengetahuan dan opini, membuat dunia terasa kurang pasti. Hal tersebut juga menimbulkan ketidaknyamanan karena kita kehilangan rasa kendali dan kepastian.
ADVERTISEMENT
Kita harus mengakui bahwa fakta bisa berubah dan apa yang dulu benar bisa jadi sekarang salah. Kita antusias mengganti pakaian, gadget, dan perabotan yang sudah ketinggalan zaman. Namun, dalam hal pengetahuan dan opini, kita cenderung bersikeras pada pandangan lama.
Kita cenderung lebih mudah mengubah hal-hal eksternal daripada keyakinan internal kita. Ada kemalasan kognitif dan ketakutan akan ketidakpastian yang mendasari keengganan kita untuk berpikir ulang. Kita perlu menyadari paradoks ini dan berusaha untuk lebih terbuka dalam mengevaluasi kembali pengetahuan dan pandangan kita, layaknya kita mengganti baju atau gadget yang sudah usang.
Nyaman dan Terjebak
Seringkali kita terlalu nyaman dan terjebak dengan pola pikir dan kebiasaan lama kemudian kita gagal menyesuaikan diri dengan perubahan bahkan ketika situasi sudah berubah dan menuntut kita untuk berubah. Ini seperti membawa beban berat saat berlari menyelamatkan diri. Kita perlu berlatih untuk "membuang" kebiasaan dan keyakinan yang sudah tidak relevan agar bisa bergerak maju dengan lebih lincah. Kita perlu membuang pola pikir, kebiasaan lama, keyakinan, atau bahkan tujuan hidup yang sudah tidak relevan agar bisa beradaptasi dan berkembang. Kita harus berpikir ulang tentang pekerjaan dan peran kita dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Simpulan
Daripada berpegang teguh pada konsistensi dan mempertahankan keyakinan terhadap pengetahuan dan opini kita, kita diajak untuk menjadikan fleksibilitas sebagai dasar identitas diri. Artinya, kita harus terbuka untuk berubah, belajar, dan beradaptasi dengan situasi baru, tanpa takut kehilangan jati diri.
Menguasai seni berpikir ulang diyakini dapat membawa kita pada kesuksesan dalam pekerjaan dan kebahagiaan dalam hidup. Dengan kemampuan untuk mempertanyakan dan merevisi keyakinan, kita dapat menemukan solusi baru untuk masalah lama, dan menerapkan solusi lama pada masalah baru.
ADVERTISEMENT
Berpikir ulang membuka jalan untuk belajar lebih banyak dari orang di sekitar kita dan hidup dengan lebih sedikit penyesalan. Kita dapat melihat dunia dari perspektif yang berbeda, mempertimbangkan sudut pandang orang lain, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana.