Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memprioritaskan pekerjaan dengan pertimbangan Return on Effort, ROE
9 Februari 2019 17:27 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
Tulisan dari Rosidi Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam dunia product development, mengatur prioritas pekerjaan adalah salah satu dari sekian banyak tugas dari seorang Product Manager. Daftar-daftar pekerjaan atau yang biasa dikenal dengan Backlog di buat oleh product manager dan dibantu oleh developer untuk kemudian diatur prioritasnya dalam sesi yang bisanya disebut dengan Backlog Prioritization.
ADVERTISEMENT
Perusahaan seperti startup dimana didalamnya terdapat tim engineering, product dan tim data, memprioritaskan pekerjaan bukan hal yang mudah,
Sebagai seorang product manager kita dituntut untuk mampu mencari solusi yang lebih baik lagi dalam memprioritaskan backlog dengan lebih scientific and less subjective. Walaupun pada kenyataannya top level direction sering sekali mengganggu backlog yang sudah di prioritaskan dan menjadi impediment dalam perhitungan project completion.
Dalam backlog prioritization, product manager bisanya mengatur berdasarkan benefit dari fitur yang dibuat seperti, revenue, conversion, customer retention, traffic, cost saving, productivity, atau apalah namanya. Either one or multiple option tersebut kemudian digabungkan menjadi Business Value. Setiap backlog item yang dibuat harus memiliki business value masing-masing yang akan mempermudah product manager untuk mengatur prioritasnya. Value atau point itu tidak ada aturan pastinya, tentunya berdasarkan kesepakatan, layaknya menentukan story points dalam scrum.
ADVERTISEMENT
Value itu sendiri sangat bergantung dengan waktu, kapan pekerjaan itu akan di deliver dan tentunya hal itu terkait dengan market dan trend di luar sana. Contoh sederhana, saat ini sedang trend Flash Sale, maka project membuat Flash Sale akan memiliki value 10 (skala 1-10) jika di deliver 1 bulan kedepan.
Mari kita coba buat contoh sederhana, misalnya delivery time adalah 1 bulan dan kita memiliki 4 project yang akan dikerjakan. Kemudian kita coba berikan business value pada project tersebut menyesuaikan dengan delivery time yakni 1 bulan. Let say, kita coba memberikan value pada project yang akan kita buat dengan skala 1-10, gambarannya seperti ini :
Dari tabel diatas, kita bisa melihat ada 4 project yang akan dibuat dimana setiap project sudah deberikan business value-nya. Agar lebih obvious maka kita coba urutkan tablenya berdasarkan business value.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan business value, maka project C akan dikerjakan terlebih dahulu, dilanjutkan project A, kemudian project D dan project B jadi prioritas terakhir. Total value yang akan di deliver adalah 32 point.
Setelah prioritas tersebut di atur, saatnya berbicara dan berdiskusi dengan tim pengembang atau developer mengenai development effort dari setiap project tersebut. Development effort memiliki value yang sama dengan business value yang tidak ada standarnya atau bisa dibilang bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan. Let say value dari development effort adalah kapasitas tim pengembang yang available dan akan mengerjakan project project tersebut.
Kita coba tambahkan “development effort” dalam tabel diatas, berupa kolom baru setelah "business value". Kemudian berikan value pada kolom “development effort” skala 1-10 dengan pertimbangan, untuk 1 bulan pengerjaan seberapa besar “development effort” yang dibutuhkan. Gambarannya sepeti ini :
ADVERTISEMENT
Sebut saja kapasitas yang dimiliki atau total value dari tim developer untuk development project adalah 13 point. Dari prioritas diatas kita bisa melihat kalau 1 bulan kedepan, yang bisa di deliver adalah project C saja dimana project A bisa dikerjakan namun tidak akan selesai dikerjakan karena kurangnya kapasitas (kapasitas maksimal adalah 13 DE, total kapasitas project C ditambah project A menjdi 15) . Jadi secara business value yang bisa kita deliver di bulan depan hanya 10 karena project A belum bisa di deliver.
Pertanyan pertama, apakah ada yang salah dengan prioritas pekerjaan yang kita lakukan karena bulan depan kita hanya bisa deliver 10 businees value point? Pertanyaan berikutnya jika kita memiliki 2 project dengan business value point yang sama sama 10 dimana project pertama membutuhkan 5 development effort point dan project kedua membutuhkan 8 development effort point maka project mana yang akan dikerjakan terlebih dahulu?
Memprioritaskan pekerjaan berdasarkan nilai bisnis nya tidak salah, namun jika kita merujuk pada ROI (return of invesment) jika kita ingin mendapatkan business value maksimal dengan investasi serendah rendahnya maka project yang effort-nya lebih rendah namun nilai bisnisnya besar, itulah yang menguntungkan.
ADVERTISEMENT
Masih dengan ke tabel 3 diatas, kita coba tambahkan 1 kolom baru untuk melihat ROI. Jika ROI biasa digunakan dalam perhitungan bisnis, kita akan gunakan hitungan yang sama dengan nama yang berbeda, sebut saja ROE atau Return on Effort.
Rumusnya, kita contoh cara perhitungan ROI, ROE sama dengan Business Value (BV) dibagi dengan Development Effort (DE). Jika diimplementasi pada tabel, akan menjadi seperti ini :
Setelah itu kita lakukan pengurutan ulang backlog berdasarkan ROE tertinggi, maka hasilnya akan seperti ini.
Gotcha! we have a new sequence. Apa kesimpulannya? with the new approach and order ranking dengan total kapasitas yang kita punya yakni 13 point maka di bulan depan kita bisa deliver 21 business value point ditambah kita bisa start project C lebih awal.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, pada intinya sebagai product manager atau siapapun yang terbisa mengatur prioritas pekerjaan, fokus dengan business value seperti revenue, retention dan lain lain itu penting tapi jangan lupakan effort dari pekerjaan itu sendiri. Berani mencoba perspective ini?