WNI di Tiongkok: Respek dengan Petugas Medis COVID-19 di Tiongkok

Rudy Chen
Penulis adalah orang Indonesia yang sudah tinggal di Beijing sejak tahun 2015.
Konten dari Pengguna
1 Juni 2022 6:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rudy Chen tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak Covid-19 pertama kali merebak pada tahun 2020 di Tiongkok, Pemerintah Tiongkok selalu mengambil langkah sigap, cepat dan efektif untuk sedapat mungkin melindungi keamanan dan keselamatan jiwa warganya dari serangan virus Covid. Kebijakan dinamis nol-COVID Pemerintah Tiongkok terbukti cocok diterapkan di Tiongkok dan efektif untuk meredam penyebaran virus secara besar-besaran.
Petugas medis memberikan layanan tes PCR untuk warga kota Beijing
Tiongkok berhasil menekan kasus COVID domestik hingga ke level rendah sebelum wabah terbaru mencuat. Meskipun demikian, angka kematian masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang diakui sebagai kisah sukses Tiongkok dalam memerangi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Tiongkok sejauh ini mencatat total kurang dari 5.000 kematian akibat COVID, meskipun melaporkan nyaris 200.000 kasus COVID dengan gejala dan lebih dari 470.000 kasus COVID tanpa gejala sejak awal pandemi.
Wawancara dengan Luke Theodorius, WNI yang saat ini bekerja di Shenzhen, Tiongkok
Dalam sebuah kesempatan, penulis berbincang-bincang dengan seorang Warga Negara Indonesia yang merantau di Shenzhen, Tiongkok, Luke Theodorius. Beliau mengapresiasi upaya Tiongkok dalam menangangi COVID dan memberikan respek kepada petugas medis yang selalu siap di garis terdepan untuk melayani masyarakat.
"Petugas medis yang bertugas memberikan layanan tes PCR kepada masyarakat mendedikasikan diri mereka untuk orang banyak, saya sangat respek dengan mereka, jadi karena ada mereka, saya merasa aman," ujar Luke.
Para petugas medis yang berada di garis depan dalam memerangi COVID mengorbankan kehidupan pribadi mereka, di mana mereka tidak dapat berkumpul dengan keluarga mereka selama bertugas, agar anggota keluarga mereka terhindar dari kemungkinan infeksi COVID.
ADVERTISEMENT
Luke mengatakan, Omicron sempat mencuat di kota Shenzhen pada Maret lalu, sehingga pemerintah setempat terpaksa melakukan pembatasan sosial yang ketat selama satu minggu, di mana pusat hiburan dan rekreasi ditutup, moda transportasi berhenti beroperasi, warga juga diminta untuk bekerja dari rumah, tapi warga diperbolehkan keluar rumah untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Selama masa pembatasan sosial, pemerintah setempat menjamin tercukupinya pasokan kebutuhan pokok, sehingga masyarakat tidak panik.
Pos-pos tes PCR juga didirikan di berbagai penjuru kota untuk memudahkan warga melakukan tes COVID yang diberikan gratis oleh pemerintah. Biasanya pos tes PCR ini dapat ditemui dalam setiap radius 1 kilometer.
Tidak berbeda jauh dengan kondisi di Beijing, Ibukota Tiongkok. Penulis yang saat ini berdomisili di Beijing, sempat mengalami lockdown ketika Omicron menyerang Beijing sejak April lalu. Begitu kasus positif bermunculan, Pemerintah Beijing secara sigap mengambil sejumlah langkah darurat, di antaranya, perumahan, pusat hiburan dan perkantoran yang berada di daerah pusat pandemi langsung ditutup. Kebijakan lockdown dilakukan dengan persiapan yang cukup matang, Pemerintah Beijing meminta agar ketersediaan kebutuhan pokok dinaikkan tiga kali lipat dibandingkan hari biasanya, sehingga kebutuhan pokok warga yang terkena dampak lockdown dapat terpenuhi.
ADVERTISEMENT
Selama masa lockdown, penulis tidak mengalami kesulitan dalam membeli kebutuhan pokok, warga tetap diperbolehkan berbelanja secara daring, dan tetap diantar hingga pintu gerbang komplek perumahan. Layanan tes PCR gratis disediakan di dalam komplek perumahan, sehingga sangat memudahkan dan menghemat waktu warga setempat. Setelah pembatasan ketat selama kurang dari satu bulan, situasi di Beijing perlahan-lahan pulih kembali. Saat ini, sebagian perkantoran, pusat perbelanjaan hingga pusat hiburan telah dibuka kembali. Moda transportasi di daerah yang terbebas dari COVID juga telah kembali beroperasi secara normal.
Memang, ekonomi Tiongkok mengalami sedikit goncangan akibat pandemi, tapi Pemerintah Tiongkok tetap bersikukuh untuk memprioritaskan keamanan dan keselamatan jiwa warga di atas segalanya. Kebijakan penanganan pandemi diupayakan seefektif mungkin dengan pengorbanan sekecil mungkin. Upaya Pemerintah Tiongkok patut diacungi jempol, meskipun masih ada kekurangan dalam implementasinya.
ADVERTISEMENT