Konten dari Pengguna

Gemar Berolahraga, Lingkungan Terjaga

Akbar Mia
ASN Kemenpora yang juga seorang adventurir. Menyukai kegiatan luar ruang, hiking, beladiri dan olahraga, terutama Aikido, jogging dan memanah. Alumnus program pascasarjana UI konsentrasi Kajian Stratejik Pengembangan Kepemimpinan
5 Juni 2021 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Mia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wanita muslim berolahraga sambil menggunakan masker. Foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita muslim berolahraga sambil menggunakan masker. Foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
**Oleh: Tutut Bina Sulistyowati dan Akbar Mia
Mens sana in corpore sano
ADVERTISEMENT
Kita mungkin sudah sangat sering mendengar jargon diatas. Apabila jargon bahasa latin tersebut diterjemahkan secara harfiah akan menjadi “a healthy mind in a healthy body” yang berarti “jiwa yang sehat didalam tubuh yang sehat”. Ya, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Contoh sederhana, ketika kita mengalami sakit gigi, batuk, flu, dan sebagainya, secara tidak langsung akan memengaruhi perilaku kita. Kadang kita menjadi malas berbicara, malas keluar rumah, atau bahkan menjadi mudah marah dan gelisah. Meskipun kesehatan fisik bukan satu-satunya faktor penentu kesehatan jiwa, akan tetapi contoh tersebut menunjukkan bahwa kesehatan fisik mempengaruhi kesehatan jiwa.
Apakah jargon tersebut juga berlaku sebaliknya? Apakah kesehatan jiwa juga mempengaruhi kesehatan fisik?.
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang kurang dapat mengendalikan emosi, kebanyakan mudah terserang hipertensi (tekanan darah tinggi); mereka yang mengalami stres berlebihan mudah terserang dyspepsia (maag), dan sebagainya. Hal ini terjadi karena dalam kondisi stres, metabolisme tubuh terganggu dan daya tahan tubuh seseorang akan mudah menurun sehingga penyakit akan mudah menyerang. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan fisik dan jiwa saling memengaruhi satu sama lain. Fisik yang kurang sehat mengakibatkan kondisi emosional dan perilaku (kejiwaan) menurun, sebaliknya, kondisi emosional yang menurun atau tertekan mengakibatkan gangguan kondisi fisik, baik secara akut (dalam bentuk psikosomatis), kronis (dalam bentuk somatisasi), ataupun dapat memperparah kondisi fisik atau organ yang lemah (jantung, gula darah, darah tinggi, dan lain-lain).
Definisi kesehatan jiwa termuat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa Pasal 1 yang menyebutkan bahwa Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Apabila melihat definisi di Undang-undang tersebut maka jelas sekali bahwa orang yang sehat jiwanya sudah selayaknya juga mampu memahami peraturan dan ketentuan yang berlaku untuk menjaga keharmonisan dengan lingkungan sekitarnya.
Situasi di Taman Casamora, Jagakarsa, Jakarta Selatan (Foto: dok pribadi)

Alam dan lingkungan

Aktivitas keseharian kita tak bisa lepas dari alam dan lingkungan. Sayangnya keseharian kita tak jauh juga dari sampah. Data menunjukkan sampah yang dihasilkan penduduk Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Tidak hanya di daratan, di perairan pun sampah banyak tersebar. Menurut data yang ada, timbunan sampah mencapai 65,8 juta ton per tahun, termasuk 6,8 juta ton per tahun berupa sampah plastik dan 620 ribu ton diantara sampah plastik tersebut masuk ke sungai, danau dan laut. Tidak sedikit binatang yang mati karena sampah yang mengalir ke lautan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bisa jadi aktivitas olahraga kita pun berkontribusi pada peningkatan sampah. Minum dengan botol air mineral sekali buang atau bahkan diikuti dengan membuang tidak pada tempatnya. Pada tataran kelompok, even even olahraga berpotensi menyumbang sampah dalam jumlah besar. Total sampah yang berhasil dikumpulkan pasca perhelatan Asean Games 2018 adalah 985,9 ton.
ADVERTISEMENT
Lain lagi yang terjadi beberapa lokasi, seperti sebagian daerah perbukitan di Bandung, Sukabumi, dan Lembang, Jawa Barat, juga di daerah Gunung Kelud, Jawa Timur. Terdapat jalur untuk melakukan olahraga ekstrem, ber-off road, baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Hampir semua provinsi memiliki jalur yang disiapkan untuk menikmati olahraga yang menantang adrenalin ini. Jalur off road dibuat melintasi pepohonan, perbukitan, dan lain sebagainya. Tidak jarang jalur ini menuntut adanya rekayasa berupa pembuatan kubangan, peletakan rintangan, dan lain-lain. Kehadiran para pegiat olahraga ini tidak jarang juga diikuti kehadiran penonton, kumpulan penjual makanan, pernak pernik, suku cadang dan lain-lain yang dapat mengganggu ekosistem. Di samping juga adanya kemungkinan pencemaran dari minyak, bahan bakar dan gas buangan pembakaran kendaraan bermotor yang digunakan. Belum lagi industri olahraga yang juga berpotensi menghasilkan limbah yang jika tidak dikelola secara baik akan mencemari lingkungan.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, luas hutan di Indonesia semakin berkurang. Pencemaran air, tanah dan udara semakin tinggi. Kondisi-kondisi ini semakin membuat kita prihatin, karena bumi yang menjadi tempat tinggal kita semakin lama semakin tidak layak untuk dihuni. Meskipun komunitas, kerumunan dan aktifitas olahraga hanya menyumbang sedikit dari sampah dan kerusakan lingkungan, namun tidak dapat dipungkiri hal ini harus menjadi pemikiran bersama.

Pegiat olahraga, penjaga lingkungan

Mereka yang giat berolahraga tentunya memiliki raga yang sehat, yang juga berarti diharapkan memiliki jiwa yang sehat pula. Jiwa yang sehat berarti memiliki akal dan pemahaman bahwa membuang sampah sudah seharusnya pada tempat yang disediakan, bahwa alam dan lingkungan yang kita tempati selaiknya dijaga dan dipelihara agar tetap layak huni tidak hanya bagi kita namun juga bagi generasi penerus. Bahwa perilaku yang tidak menjaga kelestarian alam dan lingkungan akan membawa akibat yang tidak baik yang dampaknya tersebut, bisa berbalik kembali pada kita semua. Usaha menjaga kelestarian alam dan lingkungan tidak hanya dilakukan dalam bentuk pasif, yaitu mengingatkan diri pribadi dan keluarga untuk selalu menjaga tindakan dari perilaku yang merusak alam dan lingkungan, tetapi juga diharapkan secara aktif berperan serta mengajak orang dan pihak lain untuk menjaga alam dan lingkungan dari sampah, pencemaran dan perusakan lainnya.
Salah satu bagian Taman Tabebuya, Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang kerap digunakan warga untuk berolahraga dan bercengkerama (Foto: dok pribadi)
Berolahraga memang menyehatkan, namun tidak hanya jiwa dan raga yang diharapkan menjadi sehat, alam dan lingkungan sekitar pun diharapkan tetap sehat pula. Ketika berolahraga, tetap menjaga agar selalu membuang sampah pada tempatnya, membangun prasarana dan sarana olahraga yang tidak merusak lingkungan, atau bahkan bersahabat dengan alam, mengadakan kegiatan olahraga sambil membersihkan dan menjaga alam dan lingkungan sekitar, merupakan sebagian dari hal yang dapat dilakukan.
ADVERTISEMENT
Kita juga bisa memilih olahraga yang ramah lingkungan (eco-friendly sport). Olahraga jenis ini adalah olahraga yang tidak terlalu banyak membutuhkan perlengkapan dan menyisakan jejak karbon yang minim. Beberapa di antaranya adalah yoga, berenang, mendaki, lari, dan bersepeda. Bahkan ada salah satu jenis olahraga yang mengombinasikan lari dan membuang sampah, yaitu plogging. Istilah plogging, dari Bahasa Swedia 'plocka upp' yang memang artinya memungut sampah. Tren ini populer di Swedia sejak 1996 lalu menyebar ke seluruh dunia. Semangatnya adalah menjaga kebersihan sambil berolahraga. Badan semakin bugar, lingkungan juga semakin bersih dan nyaman. Hingga kini sudah terdapat beberapa komunitas plogging di Indonesia.
Dalam even olahraga, masih lekat dalam catatan media aksi memungut sampah usai pertandingan dilakukan juga oleh suporter Jepang di Piala Dunia 2018. Tindakan tersebut mendapat banyak sanjungan dari suporter negara lain dan media seluruh dunia. Tak hanya itu, pemain Jepang juga meninggalkan ruang ganti mereka dalam keadaan bersih. Hal ini menginspirasi Persib untuk melakukan hal serupa saat laga Persib Bandung melawan PSIS Semarang di Stadion GBLA Kota Bandung. Suporter memunguti sampah yang berserakan di tribun. Gerakan memungut sampah ini digagas oleh Bobotoh Persib dan Panpel Persib yang bertujuan agar setelah pertandingan stadion kembali bersih dan bebas dari sampah.
ADVERTISEMENT
Aksi bersih sampah sambil olahraga bersama juga pernah dilakukan di tahun 2020. Pada tanggal 23 Februari 2020 lalu, memperingati hari Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setiap tanggal 21 Februari dilakukan aksi bersih dan pungut sampah di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) /car free day di Jl. MH Thamrin, Jakarta. Aksi ini muncul diantaranya sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinan atas banyaknya sampah yang muncul dalam HBKB yang rutin dilaksanakan. Meskipun jumlah sampah yang dibuang sembarangan sudah jauh berkurang, namun fakta bahwa masih ada sampah yang dibuang sembarangan membawa keprihatinan tersendiri. Sebagian besar penikmat HBKB merupakan komunitas, ataupun warga yang datang untuk berolahraga
ADVERTISEMENT
Berolahraga dan menjaga alam dan lingkungan bukanlah dua hal yang bertentangan atau berseberangan, malah keduanya merupakan hal yang sejalan beriringan. Semboyan Mens Sana In Corpore Sano hendaknya tidak hanya berhenti sampai dengan semboyan belaka. Namun perlu dihayati dan di-ejawantahkan dalam tindakan dan pikiran. Wujudkan hasil dari olahraga berupa raga yang sehat dan jiwa yang juga sehat dengan terus menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Dengan alam dan lingkungan yang lestari, bersih, dan sehat, berolahraga semakin terasa aman, nyaman, menenangkan, dan menyehatkan. Maka, menjadikan badan sehat dan jiwa sehat dengan olahraga adalah keniscayaan, jika kita tak melakukan perbuatan paradoksal terhadap lingkungan.
Salam olahraga... Jaya!
*Penulis adalah Kepala Bagian Humas, Hukum dan Sisinfo Sekretaris Deputi Pembudayaan Olahraga dan Kepala Seksi Koleksi dan Dokumentasi pada Museum Olahraga Nasional, Kementerian Pemuda dan Olahraga
ADVERTISEMENT
Sumber:
Agregasi VOA, Jurnalis •2019, Jumlah Sampah di Indonesia Capai 64 Juta Ton diakses padahttps://techno.okezone.com/read/2020/06/09/56/2226704/2019-jumlah-sampah-di-indonesia-capai-64-juta-ton Selasa 09 Juni 2020 12:17 WIB
Anomym.Top Eco-Friendly Sports. Diakses pada https://www.ways2gogreenblog.com/2020/04/25/top-eco-friendly-sports/
Anonym. 19 Desember 2020. Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental (Mental Health). Diakses pada https://www.konsultanpsikologijakarta.com/pengertian-dan-faktor-yang-mempengaruhi-kesehatan-jiwa-mental-health/
Antara, • Kamis 22 April 2021 22:25 WIB Masyarakat Indonesia Produksi 185 Ribu Ton Sampah Setiap Harinya diakses pada https://nasional.okezone.com/read/2021/04/22/337/2399295/masyarakat-indonesia-produksi-185-ribu-ton-sampah-setiap-harinya
AN Uyung Pramudiarja. Kamis, 22 Mar 2018 07:05 WIB . Plogging, Tren Olahraga Sambil Pungut Sampah yang Nggak Baru-baru Amat. Diakses pada https://health.detik.com/kebugaran/d-3929850/plogging-tren-olahraga-sambil-pungut-sampah-yang-nggak-baru-baru-amat
David Oliver Purba. Ada 159 Ton Sampah Selama Asian Games di Jakarta, Sebagiannya Didaur Ulang. Diakses pada https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/05/12591061/ada-159-ton-sampah-selama-asian-games-di-jakarta-sebagiannya-didaur-ulang.
Wisma Putra. Minggu, 08 Jul 2018 21:58 WIB.Seperti Suporter Jepang, Bobotoh Punguti Sampah Usai Pertandingan. Diakses pada https://sport.detik.com/sepakbola/liga-indonesia/d-4104751/seperti-suporter-jepang-bobotoh-punguti-sampah-usai-pertandingan
ADVERTISEMENT
Rahmah Saniatuzzulfa, S.Psi., M.Psi. (Psikolog RS UNS). January 11, 2017, 18:02 “Mens Sana in Corpore Sano” Benarkah??? https://rs.uns.ac.id/menssanaincorporesano/.
Republika. Senin 15 Feb 2021 14:42 WIB. KLHK: Sampah Rumah Tangga Meningkat 36 Persen Saat Pandemi. https://www.republika.co.id/berita/qok82f428/klhk-sampah-rumah-tangga-meningkat-36-persen-saat-pandemi