Film 'Soul' sebagai Panduan untuk Menyambut Tahun 2021 dengan Biasa Saja

Rulli Rachman
mari bicara soal buku, kopi, bola, film dan engineering.
Konten dari Pengguna
17 Januari 2021 20:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rulli Rachman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Soul/DIsneyPixar, 2020
zoom-in-whitePerbesar
Soul/DIsneyPixar, 2020
ADVERTISEMENT
Jerry (Richard Ayoade) terkejut ketika Joe Gardner (Jamie Foxx) bertanya kepadanya, jadi sebenarnya apa tujuan hidup dari jiwa nomor 22 (Tina Fey). Jerry menegaskan pada Joe bahwa di alam sana, Great Before–alam ketika jiwa-jiwa yang masih murni dipersiapkan sebelum turun ke bumi–mereka tidak mengajarkan tentang tujuan hidup. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya, Joe Gardner, seorang guru musik di sekolah menengah, tetap ngotot memutuskan untuk kembali ke Bumi demi apa yang ia yakini sebagai tujuan hidup: menjadi musisi jazz!
ADVERTISEMENT
Yang terjadi selanjutnya adalah Joe berhasil meyakinkan Dorothea Williams (Angela Bassett) bahwa ia sudah ditakdirkan untuk bermain musik di Half Note, sebuah klub jazz di kota New York. Joe memainkan piano dengan energik, terus tersenyum walaupun sekujur tubuh berkeringat, jazzing bersama Dorothea dan grup bandnya sepanjang malam.
Usai manggung, ternyata tidak banyak perubahan yang dirasakan oleh Joe. Sebelumnya ia menduga kalau dunia akan menjadi terang benderang, akan jadi lebih berwarna dan akan berbeda ketika pada akhirnya ia berhasil menuntaskan misinya tersebut: manggung bermain jazz.
Nyatanya tidak. Hidup Joe tetap sunyi dan hampa. Kereta bawah tanah yang biasa ditumpanginya juga masih sama, tetap suram, lengkap dengan para penumpang yang nyaris semuanya berwajah muram.
ADVERTISEMENT
Fragmen perenungan ini bisa kita jumpai dalam film produksi Disney/Pixar terbaru, Soul. Film dengan rating 8 di IMDb ini niscaya akan membuat kita berpikir ulang tentang bagaimana kita menikmati dan memaknai hidup. Hal ini juga ditegaskan sendiri oleh sang produser film, Dana Murray. Nikmati hal-hal kecil, sesederhana nongkrong di pinggir jalan sembari mengudap pizza bersama kawan-kawanmu, demikian ujar Murray kepada Gregg Goldstein dari Variety.
Film yang sudah tayang sejak Desember 2020 ini menyimpan banyak hal menarik. 'Soul' sendiri merupakan film pertama Pixar yang menghadirkan sosok afro-american. Meski demikian, Murray tidak mengiyakan ketika ditanya apakah film Soul ini ada hubungannya dengan tagar Black Lives Matter yang sedang marak belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Soul menceritakan tentang pengalaman hidup (dan mati) Joe Gardner, seorang warga kota New York, seorang kulit hitam yang memiliki passion luar biasa tentang musik jazz. Joe memiliki ambisi untuk menjadi musisi jazz: manggung di klub, memainkan piano yang merupakan instrumen keahliannya, dan menghibur pengunjung sepanjang malam.
Saking terobsesinya dengan musik jazz, Joe sampai merasa bahwa itu adalah satu-satunya tujuan ia hidup. Ia tak begitu bersemangat dengan pekerjaan sampingannya sebagai guru musik di SMU. Bahkan reaksinya pun datar saja ketika ia diberitahu bahwa ia diangkat menjadi guru tetap di sekolah tersebut. Aneh, bukan? Ketika di Indonesia, banyak orang gerah dengan status karyawan kontrak, Joe malah berpikir-pikir lagi ketika ia mendapat tawaran pekerjaan tetap.
ADVERTISEMENT
Tak heran kalau ibunya, Libba (Phylicia Rashad), ngomel melihat respons Joe tersebut. Ibunda Joe itu berpendapat kalau hidup Joe akan susah kalau ia masih ngotot menjadi seorang musisi. Sesungguhnya apa yang diungkapkan ibu Joe ada benarnya. Half Note, klub jazz tempat Joe manggung ternyata punya banyak cerita.
Half Note merupakan nama klub jazz yang terletak di ujung jalan antara Hudson dan Spring Street di bilangan Manhattan. Half Note didirikan pada 1957 oleh Mike Canterino yang mulai menggilai jazz sejak keluar dari angkatan laut AS (entah apa yang dialaminya selama masa tersebut). Klub jazz ini sempat mengalami masa sulit dan nyaris bangkrut di tahun 60-an. Beruntung, pada suatu malam ketika Mike sudah putus asa dan mabuk berat, seorang bankir Dick Gibson yang juga penggemar garis keras musik jazz memberikan cek kepadanya agar supaya klub tidak gulung tikar.
ADVERTISEMENT
Di awal pendirian klub, Mike dan saudaranya, Sonny Canterino membujuk Lennie Tristano, seorang pianis kondang sekaligus guru musik. Sepintas terlihat kalau Lennie Tristano dan Joe Gardner mempunyai kesamaan: sama-sama guru, sama-sama pianis. Bedanya, selain warna kulit yang berbeda, Lennie dirayu dengan bola daging khas Italia agar ia sudi bermain di Half Note, sementara Joe musti memohon dan memelas supaya ia bisa manggung.
Dorothea Williams, legenda jazz yang piawai dengan saxophone dalam film Soul adalah tokoh fiktif. Dalam kehidupan nyata ada Anita O’Day, penyanyi jazz cantik yang pernah satu kali manggung di Half Note lalu pergi menghilang setelah menerima honor. Empat tahun tanpa kabar, tiba-tiba pada suatu malam O’Day menelepon Mike. O’Day mengaku kalau ia kehabisan uang di Bangkok dan memohon Mike untuk mengirimkan sejumlah uang. Canterinos bersaudara akhirnya membantu wanita tersebut untuk bangkit lagi dalam karier jazznya.
ADVERTISEMENT
Libba nampaknya paham betul bahwa seseorang yang memilih jazz sebagai jalan ninjanya niscaya akan sengsara. Kalau tak cukup dengan cerita soal Half Note di atas, Film Lalaland (2016) juga mengingatkan kita akan hal tersebut. Sebastian (Ryan Gosling) dianggap bakal lebih sukses (dan banyak cuan) andaikan ia tetap meneruskan karirnya sebagai anggota band pop ketimbang melanjutkan mimpinya membikin klub jazz sendiri.
Pada akhirnya, film 'Soul' mengajarkan kita untuk hidup apa adanya, menjalani hidup dengan mengalir saja. Yang namanya tujuan hidup masing-masing kita jelas ada. Hanya saja, seringkali kita terjebak dalam definisi tujuan hidup, berusaha mencarinya ke sana kemari tak tentu arah, dan berujung pada ketidaksanggupan menikmati setiap detik kehidupan. Persis seperti apa yang dialami Joe.
ADVERTISEMENT
Film Soul adalah panduan yang cukup bagus agar kita memulai tahun 2021 dengan biasa saja. Jalani saja tanpa ekspektasi dan harapan yang berlebih, nikmati saja. Tahun 2020 sudah cukup mengajarkan kita soal bagaimana segala hal yang kita rencanakan akan gagal dengan tanpa diduga. Liburan cuti akhir tahun yang sudah direncanakan jauh-jauh hari terpaksa harus dibatalkan ketika berada di rumah saja itu jauh lebih aman ketimbang merelakan hidung kita dicolok demi mendapatkan sepucuk surat pemeriksaan swab antigen.
Film 'Soul' mengajarkan kita untuk tetap bergembira dan menikmati waktu beraktivitas di dalam rumah. Working from home (WFH) sambil stress mengajari anak-anak berhitung rumus matematika? Tidak masalah, nikmati saja. Karena berada di rumah saja adalah sebuah pilihan hidup yang paling rasional saat ini. Toh keberanian Menteri Kesehatan yang baru untuk akhirnya hadir dan mau duduk di kursi kosong Najwa tidak serta merta akan menghentikan laju pertambahan kasus Covid-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Film Soul dan tahun 2020 mengingatkan kita bahwa segala nikmat dalam bentuk terkecilnya patut kita syukuri. Saat ini, kita akan sangat bahagia ketika bisa sekadar mencium aroma kopi robusta yang baru dituangkan ke dalam cangkir, atau menghirup aroma khas indomie rebus yang bercampur dengan kuah kental berisikan mecin yang katanya tidak sehat itu.
Bahkan ketika kita masih mampu mencium bau kentut sendiri itu juga hal yang sangat luar biasa. Karena itu pertanda bahwa indera penciuman kita masih baik-baik saja.