Menilik Etika Bisnis dalam Islam

Muh Ruslim Akbar
Alumni Mahasiswa UIN Alauddin Makassar.
Konten dari Pengguna
6 Januari 2023 18:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Ruslim Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: pexels.com oleh Mart Production
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: pexels.com oleh Mart Production
ADVERTISEMENT
Umat Islam telah lama terlibat dalam kegiatan ekonomi. Hal itu dikarenakan Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa melakukan kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, jauh sebelum Islam datang, Mekkah merupakan kota pusat perdagangan di Jazirah Arab. Nabi Muhammad saw. sendiri melakukan kegiatan bisnis sebagai pedagang bersama dengan istrinya, Khadijah. Pada dasarnya, Allah Swt. mendorong manusia untuk melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana Dia juga mendorong manusia untuk bekerja. Namun, Islam tidak membiarkan begitu saja seseorang bekerja sesuka hati untuk mencapai tujuan dan keinginannya dengan menghalalkan segala cara seperti melakukan penipuan, kecurangan, riba, menyuap dan perbuatan batil lainnya.
ADVERTISEMENT
Islam memberikan suatu batasan atau garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh, yang benar dan salah, serta yang halal dan yang haram. Menurut Amalia (2014), batasan atau garis pemisah inilah yang dikenal dengan istilah etika. Perilaku dalam berbisnis atau berdagang juga tidak luput dari adanya nilai moral atau nilai etika dalam berbisnis. Rasulullah saw. pernah ditanya tentang usaha yang terbaik, beliau pun menjawab, “seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan berdagang secara baik.”
Menurut Dasuki dan Wahyudin (2010), etika bisnis dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip moral yang dapat membedakan apa yang termasuk baik dan apa yang termasuk tidak baik. Menurut Pascual, dkk. (2007), nilai-nilai etika dalam korporasi dan bisnis merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan, di mana norma-norma agama merevisi sistem dan hukum ekonomi sebagai kode etik serta disiplin yang diterapkan untuk memecahkan permasalahan moral dunia bisnis. Secara umum, terdapat perbedaan nilai-nilai etika dalam Islam dengan sistem kapitalisme. Menurut Wibowo dan Mukti (2011), dalam kapitalisme, etika masih berada di luar sistem dunia bisnis. Sedangkan dalam Islam, etika menyatu dengan sistem yang mana etika Islam ini merupakan bagian dari risalah manusia sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
ADVERTISEMENT
Agama Islam tidak hanya mengatur masalah nilai-nilai etika tetapi juga konsep dalam berbisnis. Menurut Burhanuddin (2014), konsep bisnis dalam Islam banyak dijelaskan dalam Alquran dengan menggunakan beberapa bentuk, seperti tijarah, al-bai, isytara dan tadayantum. Dari semua konsep tersebut menunjukkan bahwa bisnis dalam perspektif Islam pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material yang tujuannya hanya mencari keuntungan duniawi, tetapi juga bersifat immaterial yang tujuannya mencari keuntungan dan kebahagiaan ukhrawi. Dalam praktek bisnis Islam dibutuhkan kehati-hatian dalam proses manajemen dan administrasi agar terhindar dari masalah kerugian. Selain menghindari kerugian, para pelaku bisnis juga diharapkan dapat menghindari kebohongan, penipuan, riba dan praktik-praktik sejenis yang dilarang dalam Islam.
Menurut Burhanuddin (2014), kegiatan bisnis tidak hanya dilakukan antar sesama manusia tetapi juga antara manusia dengan Allah Swt. Pada dasarnya, manusia dalam menjalani hidup membutuhkan Allah Swt. sebagai tempat bergantung (hablum minallah), dan juga membutuhkan sesamanya sebagai mitra dalam menjalani hidup di dunia (hablum minannas). Menurut Naim, dkk. (2006), pudarnya komitmen ganda ini dapat menimbulkan problem serius dalam kehidupan manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah Swt. dalam Q.S Ali-Imran yang berbunyi, “mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.’’
ADVERTISEMENT
Menurut Burhanuddin (2014), dalam konteks inilah Alquran menawarkan keuntungan dengan suatu bisnis yang tidak pernah mengenal kerugian, yang oleh Alquran diistilahkan dengan tijaratan lan tabura, karena jika secara material pelaku bisnis muslim mengalami kerugian, tetapi secara immaterial tetap beruntung karena mendapatkan pahala atas komitmennya dalam menjalankan bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam. Di Indonesia, sektor yang dapat digunakan sebagai aktivitas ekonomi yang menggunakan prinsip Islam yakni sektor perbankan syariah.
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Menurut Fitria dan Hartanti (2010), perbankan syariah merupakan sektor yang patut diperhitungkan. Sistem syariah ini menawarkan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan saling percaya antara para pelaku ekonomi. Sistem perbankan syariah juga sangat berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Pada bank konvensional menggunakan sistem bunga bank yang termasuk golongan riba, yang di dalam Alquran sangat jelas keharamannya. Kemampuan perbankan syariah bertahan dari krisis moneter yang melanda negara Indonesia pada tahun 1998 dan 2008, sekali lagi membuktikan bahwa sistem tanpa bunga yang diterapkan oleh bank syariah sebagai implementasi etika berbisnis secara Islam, mampu membawa keberkahan tidak hanya untuk ukhrawi semata, namun juga secara duniawi.
ADVERTISEMENT