Inovasi Rompi Penganthi yang Ramah Disabilitas

Rusti Dian
Mass and Digital Communication Student, Faculty of Social and Political Science Atma Jaya Yogyakarta University
Konten dari Pengguna
2 Februari 2021 11:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rusti Dian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika menginjakkan kaki pertama kali di Kantor Tata Usaha Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra (PPSDSN) Penganthi Temanggung, pengunjung akan disambut dengan deretan rompi berwarna merah. Rompi tersebut terpampang rapi dalam sebuah etalase. Tampak bersih dan terawat.
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagian pengunjung akan berpikir, untuk apa ada rompi dalam sebuah panti sosial?
Namun, siapa sangka jika rompi tersebut adalah rompi yang diciptakan guna membantu mobilitas penyandang disabilitas sensorik netra. Diberi nama Rompi Penganthi, sebuah rompi yang telah menyabet posisi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020.
Keterbatasan Bukan Penghalang
(Foto Rompi Penganthi/Dokumentasi Pribadi)
Rompi Penganthi diciptakan untuk mempermudah orientasi dan mobilitas penyandang disabilitas sensorik netra. Hal tersebut dapat dilihat dari unsur-unsur yang ditambahkan dalam rompi seperti lampu LED, sensor, dan alarm. Selain rompi, ada pula tongkat yang menjadi satu kesatuan dengan Rompi Penganthi.
Rompi Penganthi memiliki LED sebagai penanda bahwa pemakai rompi tersebut adalah disabilitas sensorik netra, khususnya oleh pengendara di malam hari.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rompi juga bisa menjadi identitas bagi penyandang disabilitas sensorik netra agar mempermudah mereka mendapat aksesibilitas di ruang publik. Pengguna Rompi Penganthi juga akan diberi tongkat yang dilengkapi dengan sensor jarak (proximity) dan sensor air.
“Rompi dibuat tidak membuat alat khusus atau instrumen khusus, tetapi memanfaatkan sensor yang sudah ada di pasaran,”jelas Windu saat diwawancarai secara langsung pada hari Senin (14/12) di PPSDSN Penganthi Temanggung.
Windu Darojat selaku inovator dari Rompi Penganthi mengatakan bahwa terciptanya rompi dan tongkat tersebut bukan tanpa alasan. Windu menyadari bahwa ada keterbatasan dari penyandang disabilitas sensorik netra, terlebih dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Dengan demikian, Rompi Penganthi dan tongkatnya menjadi satu kesatuan alat yang mampu mempermudah mobilitas penyandang disabilitas sensorik netra.
ADVERTISEMENT
Dalam pembuatannya, Windu memanfaatkan barang-barang yang sudah ada di pasaran. Sensor yang melekat pada rompi dan tongkat dapat ditemukan dengan mudah di toko-toko elektronik.
Windu tidak menciptakan rompi dan tongkat tersebut secara eksklusif. Maka, Windu tidak masalah jika nantinya akan ada yang mereplikasi rompi dan tongkat, baik untuk kepentingan komersial atau sosial.
“Kita memanfaatkan sensor parkir mundur mobil dan sensor air meluap pada bak tamping air,”tutur Windu.
Walaupun target sasaran dari rompi dan tongkat tersebut adalah penyadang disabilitas sensorik netra, mereka harus tetap berlatih untuk menyesuaikan penggunaan rompi dan tongkat. Namun, sejauh ini, para penerima manfaat (PM) merasa bahwa rompi dan tongkat tersebut cukup membantu mereka dalam beraktivitas.
ADVERTISEMENT
“Itu (rompi dan tongkat) dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk mengangkat harkat dan martabatnya kembali di mata masyarakat,”tambah Windu.
Keunggulan Rompi
Dengan sensor dan LED yang melekat dalam rompi dan tongkat dapat menjadi alarm bagi penyandang disabilitas netra. Pasalnya, sensor dalam tongkat dapat mendeteksi kondisi di sekitar penerima manfaat (PM) yang mana adalah penyandang disabilitas sensorik netra.
Mengingat kondisi jalanan di Indonesia masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas karena masih ada tiang yang terpasang di tengah trotoar, banyak lubang, tenda pedagang kaki lima (PKL), dan lain sebagainya.
Rompi Penganthi yang sudah diberi sensor jarak dapat memberikan peringatan bagi penyandang disabilitas sensorik netra. Sensor tersebut akan berbunyi dalam radius tiga meter sebelum terjadi benturan.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan tongkat yang memiliki sensor di bagian ujung. Sensor tersebut akan berbunyi ketika ada genangan air atau kondisi jalan yang licin. Dengan demikian, cedera atau trauma penyandang disabilitas sensorik netra dapat diminimalisir.
Wahyuniati (22) selaku penerima manfaat PPSDN Penganthi Temanggung juga turut bersuara terkait rompi dan tongkat Penganthi.
“Mungkin buat yang kurang pede pakai tongkat, bisa pakai rompi itu. Sama yang tongkat itu berguna banget ya,”tutur perempuan yang akrab disapa Ayu.
Keunggulan Rompi Penganthi ini adalah harganya murah dan mudah didapatkan di pasaran. Rompi dan tongkat tidak dijual dengan harga lebih dari 500 ribu rupiah sehingga masih cukup terjangkau. Pun bila ada masyarakat yang ingin mereplikasi rompi dan tongkat tersebut, alat dan bahan yang dibutuhkan pun dapat ditemukan dengan mudah.
ADVERTISEMENT
“Sisi keunggulan yang ketiga adalah alat ini portable, mudah dibawa ke mana-mana,”tutur Windu sambil menunjuk ke arah rompi dan tongkat yang terpampang rapi dalam etalase.
Sejauh ini, Rompi Penganthi dipasarkan lewat jaringan para pendamping disabilitas yang ada di Jawa Tengah. Kemudian dibantu juga oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Rompi Penganthi juga dapat dipesan lewat situs belanja daring yang ada di Indonesia seperti Bukalapak dan Tokopedia.
“Di Provinsi DKI Jakarta, kita sudah mengirimkan sekitar 27 rompi dan 35 tongkat untuk dipergunakan pada waktu peringatan Hari Tongkat Putih Dunia yang dilaksanakan oleh Lions Club Jakarta,”jelas Windu.
Butuh Penyempurnaan
(Tongkat Penganthi/Dokumentasi Pribadi)
Windu mengakui bahwa Rompi Penganthi masih belum 100% sempurna. Ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, salah satunya adalah belum ditemukannya di mana letak sensor paling efektif.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, sensor terletak pada rompi bagian dada sebelah kanan. Beberapa instrumen yang ada dalam rompi juga masih harus disusun ulang agar hasilnya lebih rapi dan aksesibilitasnya maksimal.
Selain itu, baterai sensor masih harus sering dicas sehingga dianggap tidak efektif. Terlebih jika daya baterai terus berkurang, maka fungsi dari rompi dan tongkat itu sendiri menjadi tidak maksimal.
Tongkat yang awalnya bisa mendeteksi dengan radius tiga meter, jika daya baterainya berkurang, tongkat pun hanya bisa mendeteksi dalam radius setengah meter saja.
Instalasi kabel juga menjadi problematika tersendiri yang harus diperbaiki dalam pembuatan Rompi Penganthi. Pasalnya, pemasangan yang belum rapi dianggap mengganggu aksesibilitas penyandang disabilitas sensorik netra.
Walaupun semua sensor bersifat portable dan dapat dilepas kapan saja. Namun, kabel yang menjuntai dan belum rapi tetap menjadi hambatan tersendiri bagi produsen Rompi Penganthi.
ADVERTISEMENT
Selain rompi dan tongkat, perbaikan juga perlu dilakukan dalam hal sosialisasi. Windu menyadari bahwa sosialisasi kepada masyarakat masih kurang masif dan komprehensif.
“(sosialisasi dilakukan) agar masyarakat paham, tau, mengerti, dan apa yang harus dilakukan jika ada penyandang disabilitas sensorik netra yang menggunakan rompi dan mengalami kesulitan dalam mobilitas pada fasilitas publik,” jelas Windu.
Penulis: Rustiningsih Dian Puspitasari