Senioritas, Penting Enggak Sih?

Rusti Dian
Mass and Digital Communication Student, Faculty of Social and Political Science Atma Jaya Yogyakarta University
Konten dari Pengguna
29 April 2018 8:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rusti Dian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
http://3.bp.blogspot.com/
ADVERTISEMENT
Sudah tidak asing lagi bagi anak sekolah baik SMP maupun SMA tentang senioritas. Ya, senioritas biasa ditemukan saat sedang kegiatan MOS (Masa Orientasi Sekolah). Mungkin tidak hanya itu, praktek di lapangan justru senioritas bisa berlanjut ke aktivitas sehari-hari.
Di awal, senioritas dipakai atas nama kegiatan MOS untuk mendidik karakter adik kelas agar senantiasa menghormati orang yang lebih tua. Karakter ini sesuai dengan tata krama di masyarakat bahwa orang yang muda harus menghormati orang yang lebih tua. Seharusnya, orang yang lebih tua mengajarkan hal-hal yang baik agar dapat ditiru oleh yang muda. Namun, makna senioritas yang beredar sekarang justru mematahkan paradigma tersebut.
Orang yang lebih tua di kalangan siswa sekolah disebut kakak kelas, kakak tingkat, senior, dan masih banyak lagi sebutannya. Sedangkan orang yang lebih muda disebut adik kelas, junior, dan biasa dipanggil "dik". Jelas ini sudah menggambarkan bahwa di lingkungan sekolah ada yang namanya strata/tingkatan berdasarkan jenjang kelas.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu, di sini akan lebih disorot tentang tata krama. Dalam teori masyarakat dijelaskan bahwa yang muda harus menghormati yang tua, sedangkan yang tua harus menghargai yang muda. Semua itu harus saling bersinergi. Namun, realitanya adalah yang tua dapat semena-mena dengan yang muda, sedangkan yang muda akan ditindas. Apabila mereka memberontak, yang tua akan lebih bertindak keras.
Ilustrasi bullying (Foto: Pixabay)
Walaupun senioritas hanya dilakukan di MOS dan memiliki maksud bercanda, tidak ada niatan untuk kasar, sewenang-wenang, semena-mena, dan lain sebagainya. Tetapi hal ini dapat memicu benih-benih kebencian dari adik kelas dan menumbuhkan sikap balas dendam. Mungkin untuk beberapa adik kelas melakukan balas dendam tidak kepada kakak kelas, namun ke adik kelas selanjutnya. Jadi, senioritas yang berkonotasi "negatif" ini dilakukan antargenerasi.
ADVERTISEMENT
Namun, senioritas juga dapat berdampak positif bagi yang melakukannya dengan benar dan menanggapinya dengan baik. Hal itu dapat melatih mental kita agar lebih tahan banting. Maksudnya, di masyarakat yang notabene kehidupannya lebih keras, kita dapat melewatinya dengan baik. Apalagi sifat orang berbeda-beda. Apabila kita tidak memiliki pertahanan yang kuat, kita akan mudah menyimpan dendam dan amarah.
Senioritas juga dapat melatih kita untuk menghormati orang yang lebih tua. Berbicara yang sopan, tidak "ngelunjak", menerapkan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun), open minded apabila sedang dinasehati, dan lain sebagainya.
Lalu, bagaimana cara agar senioritas tidak lagi dilakukan dengan marah-marah karena itu terkesan "norak", melainkan lebih menekankan ke pembentukan karakter dengan cara damai?
ADVERTISEMENT
https://velinberita.files.wordpress.com/
Seperti yang diketahui bahwa kegiatan MOS sudah dihentikan oleh Menteri Pendidikan. Kegiatan ini diganti menjadi MPLS2B (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Siswa Baru). Dalam kegiatan ini, pendidikan karakter yang awalnya dilakukan dengan cara senioritas sudah tidak dilakukan lagi. Beberapa sekolah mengakalinya dengan melatih siswa baru bersama tentara KODIM. Diharapkan karakter yang diharapkan saat masih terjadi senioritas dapat dibentuk lewat gemblengan/didikan dari tentara KODIM yang disiplin, mandiri, tangguh, berani, bertanggungjawab, dan lain sebagainya.
Penulis : Rustiningsih Dian Puspitasari