Paradigma Baru PT

Konten dari Pengguna
3 Juli 2020 8:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Humas SMP Pasundan Rancaekek tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keniscayaan jika keberhasilan membangun pendidikan itu akan berkorelasi dengan kemajuan suatu bangsa, senyatanya potret pembangunan pendidikan saat ini akan menjadi gambaran kehidupan di masa yang akan datang. Mencermati pendidikan di Indonesia sampai dengan beberapa tahun terkini tercatat begitu banyaknya tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, seperti bonus demografi, perluasan pendidikan anak usia dini, pembangunan pendidikan dasar yang bermutu, pengembangan pendidikan menengah universal, lalu pengembangan perguruan tinggi yang berdaya saing, penguatan pendidikan nonformal dan informal dalam kerangka lifelong learning, pengembangan kurikulum, pengelolaan guru, pendidikan karakter, pendidikan vokasi, dan jumlah pengangguran.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Driving the Skills Agenda: Preparing Students for the Future yang dirilis The Economist Unit Intelligence Unit (2018) dinyatakan perlunya pendidikan untuk memberi bobot pada upaya membangun kemandirian dalam mengeksplorasi beragam pengetahuan serta merespons perubahan yang terjadi begitu cepat. Keterampilan literasi, numerasi, penguasaan bahasa asing, penyelesaian masalah, kerja sama tim, komunikasi, berpikir kritis, kreativitas, literasi digital, kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan kewirausahaan merupakan aspek yang sangat penting dikuasai anak-anak.
Pendulum pendidikan Indonesia pada periode kedua Presiden Jokowi pun tidak hanya berada pada posisi filosofis dari pendidikan, yakni mendidik manusia-manusia muda menjadi pribadi-pribadi beradab. Lebih dari itu, pendulum pendidikan semakin jelas bergeser posisi teknis-pragmatis, yakni pendidikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini menajamkannya lagi dengan cara menginisiasi teknologi big data untuk menggerakkan pendidikan. Dengan begitu, pendidikan menjadi salah satu lokomotif penggerak dan pemenuh motif ekonomi pasar kerja digital. Orientasi pendidikan tersebut dinyatakan dalam era mendikbud “Mas Menteri” dengan istilah link and match pendidikan, dengan kata lain proses dan tujuan pendidikan harus bertautan erat dengan pemenuhan kebutuhan pasar tenaga kerja digital.
Sebuah fakta jika dari 128 juta angkatan kerja, ternyata masih terdapat 7 juta lebih pengangguran terbuka dan hampir 10%-nya berstatus sarjana. Belum lagi persoalan ketidaksesuaian atau ketidakmampuan lulusan dalam memulai pekerjaan baru di tempat kerja yang tersedia. Kampus dengan nama besar juga ternyata tidak mampu menjadi garansi bahwa lulusannya akan mampu bersaing menjadi sumber daya yang mampu menggerakan ekonomi bangsa, perubahan yang turbulent dari basis teknologi informasi seolah-olah memorak-porandakan arsitektur pendidikan tinggi kita.
ADVERTISEMENT
Langkah Pendidikan Tinggi
Mengacu pada data Bappenas 2018, Indonesia memiliki penduduk usia muda (milenial) sebanyak 90 juta. Kelompok milenial ini diharapkan yang akan menjadi motor perubahan dan kemajuan terkait dengan pembangunan ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Pendidikan tinggi diharapkan berada di garis depan dalam memikirkan dan memecahkan masalah yang dihadapi yang diakibatkan perubahan ini. Karenanya, pendidikan tinggi harus mampu melakukan transformasi besar-besaran jika tidak ingin ditinggalkan atau hanya menghasilkan lulusan yang tidak mampu terserap di pasar kerja.
Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam mendidik generasi untuk membangun masa depan harus mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan kemajuan zaman yang dinamis serta mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Hasil penelitian dari pendidikan tinggi harus nyata, relevan, mampu meng¬antisipasi kebutuhan sosial, serta mekanisme transfer pengetahuan yang tepat dan efektif. perguruan tinggi perlu menyusun struktur baru untuk memperluas pengetahuan dan perspektif mahasiswa yang dibutuhkan dunia kerja dengan tidak hanya bertumpu pada satu bidang ilmu (monodisipliner), tetapi bidang yang interdisipliner, lintas disipliner, atau bahkan transdisipliner.
ADVERTISEMENT
Pengemasan irisan-irisan pengetahuan setiap bidang ilmu harus dilakukan dengan rancangan yang terintegrasi dan holistis agar menghasilkan pandangan multiperspektif. Model pendidikan ini bertujuan untuk menjawab persoalan-persoalan masyarakat/pembangunan yang semakin kompleks dan tidak dapat lagi dijawab/diselesaikan oleh satu bidang ilmu. Konsep tersebut sejalan yang ditawarkan David Staley (2019) dalam bukunya Alternative Universities: Speculative Design for Innovation in Higher Education. Dia mengajukan beberapa model baru yang bisa diadopsi oleh dunia pendidikan tinggi.
Salah satu model yang cukup menarik adalah Polymath University, setiap mahasiswa mengambil tiga disiplin ilmu (triple majors) misalnya akuntasi-fisika-sejarah, bisnis-sosiologi-filsafat, keuangan-astronomi-agama, atau beberapa kombinasi lain. Lahirnya ide Polymath University didasari oleh realitas dunia pekerjaan saat ini yang membutuhkan lulusan universitas yang mampu berpikir kreatif, lintas ilmu, dan multidimensi. Selanjutnya ada pula model Interface University, di mana mahasiswa dan dosen berinteraksi langsung dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Model universitas ini dilatarbelakangi oleh semakin terintegrasinya kecerdasan buatan dalam sektor industri dan jasa. Lulusan universitas harus mampu berinteraksi dan berpikir bersama komputer, bukan hanya sekedar menggunakannya.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Tinggi Generasi 4.0
Kemudian masalah pendidikan tinggi menyoal ketidaksesuain antara lapangan kerja dan lulusan harus bisa diurai dengan menciptakan lapangan kerja, pendidikan kita perlu melakukan revolusi radikal 5.0 dalam adaptasi inovasi dalam kehidupan bernegara. Negara harus mendorong private sector terlibat dalam program inovasi kampus dan adaptasi inovasi kampus. Dalam era knowledge based economy, tantangan yang dihadapi institusi pendidikan tinggi menjadi semakin komplek. Gibb et al., (2009) mengemukakan paradigma atau cara pandang baru yang diperlukan institusi untuk menyikapi berbagai perubahan lingkungan, diantaranya adanya tekanan publik yang menyebabkan ketidakpastian yaitu: massification of education, tuntutan untuk memberikan open educational resources kepada masyarakat, tuntutan lulusan yang siap kerja, tantangan globalisasi dan persaingan.
ADVERTISEMENT
Tuntutan yang paling mengemuka adalah institusi pendidikan tinggi harus entrepreneur application dan innovation driven, berbeda dari kondisi saat ini hanya beraktivitas di zona aman (pure publicdan budget driven). Seperti halnya di luar negeri banyak pengusaha yang lahir dari kampus, bahkan ada banyak mahasiswa yang begitu lulus kuliah langsung terjun sebagai pengusaha. Contohnya di Babson College, Amerika Serikat.
Menurut laporan Financial Times (2015), sebanyak 46% dari lulusan program MBA Babson College langsung membuka usaha sendiri. Lalu, sebanyak 34% lulusan Stanfords Graduate School of Business juga membuka usaha sendiri. Di Harvard Business School, ada 28% lulusannya yang langsung berwirausaha. Sementara di MIT Sloan angkanya mencapai 26%. Di Inggris, ada 27% dari lulusan Oxford University yang menjadi pengusaha. Kampus lainnya, London Business School ada 25% lulusannya yang memilih berwirausaha.
ADVERTISEMENT
Melihat dari trend dan perkembangan pendidikan tinggi secara global maka terdapat sebuah utopia mengenai sebuah bentuk pendidikan tinggi, keniscayaannya diperlukan perubahan paradigma (change paradigm) bagaimana agar perguruan tinggi mampu mencetak para wirausahawan yang mampu memberikan lapangan kerja kepada masyarakat secara luas. Alhasil, peran dari perguruan tinggi sebagai salah satu institusi penyumbang calon wirausaha sangat dinantikan peranannya.
Oleh :
Asep Totoh Widjaya & Tim Humas SMP Pasundan Rancaekek