Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Bahasa Romansh di Swiss: Upaya Konservasi Budaya
1 November 2022 22:07 WIB
Tulisan dari ruth yohanna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Allegra!", demikian sapaan dalam bahasa Romansh, bahasa nasional ke-4 di Swiss yang resmi diakui sejak 1938, setelah bahasa Jerman, Perancis, dan Italia. Bahasa Romansh (atau Rumantsch, dalam ejaan aslinya) hanya dipakai sekitar 60.000 penduduk Swiss sesuai sensus tahun 2020 dan mayoritas penuturnya berdomisili di provinsi Grisons (atau Grischuna, dalam bahasa Romansh) yang terletak di Swiss bagian tenggara, berbatasan langsung dengan Liechtenstein, Austria dan Italia.
Provinsi Grisons dikenal dunia melalui Davos, kota tempat perhelatan World Economic Forum (WEF) digelar; atau St. Moritz, kota yang dipenuhi turis untuk menikmati kemewahan resort ski; atau Bernina Express, rangkaian kereta panorama yang memukau dunia. Jika datang ke provinsi Grisons, pengunjung akan melihat petunjuk jalan dan papan pengumuman berbahasa Romansh yang tersebar merata di kota maupun di sepanjang jalur transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Bahasa Romansh merupakan hasil akulturasi bahasa Latin yang dahulu dipakai prajurit Romawi dengan bahasa Rhaetian yang digunakan penduduk asli provinsi Grisons. Bahasa ini bahkan tidak dikenali dalam aplikasi terjemahan Google. Walaupun kini penutur bahasa Romansh semakin lama semakin sedikit, Swiss tetap mengakui bahasa ini sebagai bahasa nasional untuk kepentingan konservasi budaya. Tidak tanggung, anggaran 7,6 juta Swiss Franc (sekitar 120 miliar Rupiah) rela digelontorkan setiap tahun untuk upaya konservasi bahasa Romansh.
Upaya Swiss tersebut dapat diadaptasi di Indonesia, dengan memperbanyak plang jalan atau papan pengumuman yang menuliskan bahasa daerah, terutama di kawasan yang memiliki bahasa daerah dengan penutur sedikit. Praktik ini dapat mulai diterapkan, antara lain untuk Bahasa Kubu di Jambi, Bahasa Baduy di Banten, Bahasa Maanyan di Kalimantan Tengah, Bahasa Alor di Maluku, beberapa contoh bahasa daerah yang kini penuturnya berjumlah kurang dari 60.000 orang.
Melestarikan bahasa sama dengan melestarikan budaya. Jadi, bahasa daerah apa yang kamu kuasai?
ADVERTISEMENT