Love Earth Plant Hope: Upaya Konservasi Alam Berbasis Kearifan Lokal

Rusydan Fauzi Fuadi
Jurnalis dan Penulis Lepas. Mahasiswa Studi Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Fokus Studi Kajian Budaya dan Sosial Humaniora.
Konten dari Pengguna
14 Mei 2024 7:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rusydan Fauzi Fuadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sesi diskusi bersama narasumber. (Foto: R. Fauzi Fuadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sesi diskusi bersama narasumber. (Foto: R. Fauzi Fuadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak zaman prasejarah, alam dan manusia saling terkoneksi dan saling melengkapi satu sama lain. Manusia membutuhkan sumber daya yang dimiliki oleh alam untuk menunjang kehidupannya sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentu saja dikarenakan alam telah menyediakan segalanya yang dibutuhkan manusia untuk menyambung hidup seperti makan, air, udara, energi, hingga perlindungan.
Sebagai rasa syukur dan timbal balik, kita sudah seharusnya menjaga dan melestarikan alam agar kita tetap mendapatkan kebutuhan dasar tersebut sekaligus menjaga keseimbangan yang ideal. Interaksi ini kemudian menghasilkan suatu kearifan lokal yang memiliki timbal balik yang positif di antara keduanya.
Hal inilah yang hingga detik ini terus diupayakan oleh sepasang suami istri; Dimas dan Rina dalam mengkonservasi mata air dan sungai yang berada di Desa Tamantirto, Bantul, Yogyakarta.
Merawat Air, Melestarikan Alam
Dalam diskusi pada agenda yang diselenggarakan oleh Yoursay dengan tajuk "Love Earth Plant Hope" yang diselenggarakan di Kebon Tamantirto pada Minggu (28/4/2024), Dimas Adhi Surya atau yang akrab disapa Mas Dimas menjelaskan bahwa dirinya dan seluruh anggota keluarganya sudah tidak membeli air minum lagi semenjak ia dan warga sekitar mengelola dan melestarikan sumber daya air sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
"Jadi, semenjak saya dan keluarga mengkonservasi sumber mata air ini, kami sudah tidak lagi membeli air mineral kemasan, tidak pernah lagi. Jadi kami sudah 10 tahun minum langsung dari mata air yang ada di sini dan sampai sekarang ya alhamdulillah sehat-sehat saja," paparnya.
Prosesi pelepasan ikan di Sungai Bedog. (Foto: R Fauzi Fuadi)
Sedari dulu, di Kebon Tamantirto sudah ada dua sumber mata air yang diberi nama Wedhok, Lanang, dan Bedog. Namun dikarenakan tidak terjamah oleh warga sekitar, ketiga mata air itu terbengkalai begitu saja. Hingga pada akhirnya Dimas, Rina, dan ketiga anaknya Jorie, Jalu, dan Jenar menginisiasi untuk menyelamatkan sumber mata air itu hingga menjadi laboratorium konservasi air seperti saat ini.
Upaya yang dilakukan oleh keluarga Dimas inilah yang kemudian dapat disebut sebagai menjaga kearifan lokal yang berdampak pada konservasi alam, terutama pada sumber mata air yang merupakan sumber kehidupan yang berperan vital dalam proses hidrologis. Rina selaku pelaku konservasi air menjelaskan betapa vitalnya menyelamatkan mata air untuk generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
"Sampai sekarang, kami terus mengusahakan agar mata air ini terbebas dari upaya privatisasi dan eksplorasi air tanah untuk produksi air minum dalam kemasan (AMDK). Kalau air sudah tereksploitasi ini nanti dampaknya ke lahan-lahan yang tidak lagi produktif dan tentu saja kekeringan, ya. Sebab, air itu sumber kehidupan, jadi menyelamatkan air itu sama dengan merawat kehidupan untuk generasi yang akan datang," jelasnya.
M. Habib Saifullah selaku ketua Trash Hero dalam diskusi tersebut menyampaikan bahwa dirinya senang dengan Kebon Tamantirto yang saat ini sudah jauh lebih baik dari beberapa tahun lalu sekaligus bangga dengan kerja-kerja konservasi yang dilakukan oleh Dimas dan keluarga.
"Begitu sampai sini, saya sangat senang dengan keadaan lingkungan sekitar yang begitu asri, ya. Terutama dengan sumber air yang sekarang sudah jauh lebih terjaga, bersih, tertata rapi berkat Mas Dimas dan keluarga menjaga Kebon Tamantirto ini jadi lebih sempurna seperti yang bisa kita lihat saat ini," ujar pria yang akrab disapa Ipung ini.
ADVERTISEMENT
Setali tiga uang, pembicara ketiga Wahyu dari Agromulyo, Cangkringan, mengamini penjelasan kedua narasumber sebelumnya bahwa menjaga keberlangsungan mata air sudah menjadi kewajiban bagi manusia yang hidup dari alam dan sudah seharusnya untuk menjaganya.
"Kita sudah seharusnya menjaga dan memelihara lingkungan sekitar kita, dimulai dari hal yang sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya dan mengurangi pemakaian kantong plastik, dengan begitu penumpukan sampah bisa diminimalisir," jelasnya.
Wahyu juga menjelaskan jika dirinya juga melakukan hal yang serupa dengan Dimas yaitu mengkonservasi air di Desa Agromulyo, Cangkringan, dan ia berharap kebersihan dan kemurnian air tetap terjaga dari hulu ke hilir.
"Saya berharap ketersediaan air masih terjaga hingga ke selatan. Sebab, posisi kami berada di utara dan terus mengupayakan dan memastikan sumber air tetap terjaga kebersihannya hingga menuju selatan," imbuhnya.
Persiapan penanaman pohon. (Foto: R. Fauzi Fuadi)
Aksi Penanaman Pohon dan Pelepasan Ikan
ADVERTISEMENT
Setelah sesi sharing dan diskusi, acara selanjutnya yaitu aksi penanaman pohon Gayam, Nyamplungan, dan buah-buahan oleh seluruh kolaborator dan peserta yang diawali secara simbolis oleh Hernawan selaku koordinator Yoursay dan Pinky Monika dari eL Hotel Yogyakarta.
Pohon Gayam dipilih karena akar pohon gayam dapat membelah tanah yang berfungsi sebagai biopori untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah dan mampu menyerap air yang kuat di sekitarnya.
Selain itu, pohon Gayam juga berumur panjang dengan tinggi pohon mencapai 20 meter. Dengan begitu pohon ini menjadi pilihan dalam mengkonservasi lahan sekaligus pelindung sumber mata air yang ada di Kebon Tamantirto.
Sedangkan pohon Nyamplung merupakan tanaman serba guna yang bermanfaat sebagai tanaman konservasi dan penghijauan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Pohon Nyamplung juga menghasilkan produk berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK), salah satunya yaitu minyaknya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi alternatif biodiesel dan bahan dasar obat-obatan. Sementara tempurung bijinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku arang dan dan arang aktif.
Setelah aksi penanaman pohon, acara selanjutnya dilanjutkan dengan pelepasan benih ikan Nilem dan Tawes yang berjumlah 500 bibit ikan yang diikuti oleh seluruh peserta. Kedua jenis ikan ini merupakan ikan endemik sungai Bedog.
Dimas menjelaskan bahwa ikan yang dilepas ini tidak bisa asal, ikan yang dilepas harus yang sesuai dengan habitat sungai Bedog, karenanya Nilem dan Tawes dipilih karena keduanya ikan endemik sungai Bedog.
"Kita tidak bisa asal melepas jenis ikan ke sungai ini, jadi kali ini kita melepas dua jenis ikan; Nilem dan Tawes. Karena kedua jenis ikan ini endemik atau asli sungai Bedog yang juga disarankan oleh dinas terkait," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Semoga, ikan-ikan yang kita lepaskan bersama ini dapat tumbuh besar dan memberi manfaat bagi sungai ini," pungkasnya.