Konten dari Pengguna

Kenapa Kita Tergantung Kelapa Sawit?

Ryan Ghiffari
Sedang menempuh perkuliahan di ITB Ahmad Dahlan, mengikuti kegiatan organisasi yaitu IMAKSI (Ikatan Mahasiswa Akuntansi). Mengikuti program sebagai Staff Basic Accounting di salah satu perusahaan Importir
18 Maret 2022 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ryan Ghiffari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dari shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dari shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Perkebunan kelapa sawit sering disebut sebagai biang kerok deforestasi masif, di Indonesia saja perkebunan kelapa sawit sebagai sumber deforestasi terbesar. Apa itu deforestasi?
ADVERTISEMENT
Deforestasi atau penggundulan hutan adalah kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat dialih gunakan untuk penggunaan non hutan, seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman.
Dalam kurun 2001-2016 sekitar 2 juta hektar hutan Indonesia habis karena perkebunan sawit. Tetapi mengapa kita sulit lepas dari ketergantungan terhadap kelapa sawit?
Sebesar 50% barang yang kita konsumsi menggunakan minyak sawit, tidak cuma dipakai untuk komposisi berbagai olahan makanan dan minuman, minyak sawit juga digunakan untuk produksi kosmetik, sabun, dan lain-lain.
Sebenarnya, sumber minyak nabati selain sawit sudah tersedia, misalnya minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed.
Namun dampak deforestasi minyak sawit jauh lebih kecil dibanding dengan tumbuhan penghasil minyak lainnya. Bahkan mengganti minyak sawit dengan minyak nabati lain di prediksi menambah angka deforestasi menjadi 9 kali lipat.
ADVERTISEMENT
Minyak sawit dan minyak nabati lain berdampak besar buat deforestasi, tetapi sebagian besar barang yang kita konsumsi menggunakan minyak sawit. Lalu apa yang bisa dilakukan?
International Union for Conservation of Nature menyarankan diberlakukan kebijakan yang ketat untuk menghentikan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit baru. Permintaan minyak sawit untuk produk non makanan dan minuman juga dinilai perlu dibatasi.
Di perkebunan kelapa sawit yang sudah ada, produsen juga harus mengelola lahan mereka dengan lebih bertanggung jawab untuk mengurangi dampak keanekaragaman hayati tutur International Union for Conservation of Nature.