Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Representasi Feodalisme Dalam Film Bumi Manusia
5 Januari 2021 15:45 WIB
Tulisan dari Rynny Damayantie Setyaningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
Film merupakan salah satu media hiburan yang semakin digemari oleh masyarakat. Terutama di masa pandemi seperti saat ini, menonton film menjadi sebuah hobi baru bagi masyarakat untuk mengurangi kejenuhan selama berada di rumah saja. Film adalah sebuah media komunikasi untuk menyampaikan suatu permasalahan dalam bentuk cerita yang ditampilkan dengan gambar bergerak dan bersuara (audio visual). Film berfungsi sebagai media untuk menyampaikan suatu pesan kepada para penontonnya, hal ini dikarenakan film dapat merepresentasikan keadaan yang pernah atau sedang terjadi di kalangan masyarakat, sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat tersampaikan. Film terbagi dalam berbagai genre atau jenis, seperti genre romantis, kekeluargaan, kepahlawanan, horor, pendidikan, budaya bahkan isu-isu sosial dan masih banyak lagi. Salah satu film Indonesia yang mengangkat isu sosial yaitu film Bumi Manusia.
ADVERTISEMENT
Film Bumi Manusia merupakan sebuah film karya Hanung Bramantyo yang dirilis pada tanggal 15 Agustus 2019 di seluruh bioskop Indonesia. Film ini dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan, Mawar Eva de Jongh, dan Sha Ine Febriyanti. Film Bumi Manusia diadaptasi dari sebuah novel legendaris karya Pramoedya Ananta Toer dengan judul yang sama. Secara garis besar, film ini bercerita mengenai kisah cinta antara Tirto Adhi Soerjo (Minke) dengan Annalies Mellema di masa kolonial Belanda. Namun, kisah antara Minke dengan Annalies tidaklah semudah yang dibayangkan. Minke yang pada saat itu tengah merasa khawatir dengan kemajuan Eropa serta tengah berjuang untuk membela tanah airnya, bertemu dan jatuh cinta dengan Annalies yang merupakan keturunan Indonesia-Belanda, sedangkan Minke adalah seorang pribumi. Hal tersebut tentu menimbulkan suatu masalah bagi Minke dan Annalies, karena pada saat itu sistem feodalisme masih berjalan.
ADVERTISEMENT
Feodalisme menurut KBBI merupakan suatu sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar atau kekuasaan istimewa kepada golongan bangsawan. Feodalisme tentu saja merugikan beberapa pihak, khusunya bangsa pribumi pada masa kolonial Belanda. Sistem feodalisme sangat merugikan karena dapat menyebabkan ilmu pengetahuan mengalami penurunan, karena hanya mereka yang memiliki uang lah yang dapat berkuasa. Sistem feodalisme yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda tersebut direpresentasikan dalam film Bumi Manusia.
Dalam film Bumi Manusia, diceritakan bahwa pada masa penjajahan Belanda, kekuasaan tertinggi dipegang oleh bangsa Belanda. Selanjutnya di bawahnya terdapat golongan bangsawan dari bangsa pribumi, biasanya mereka yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang menjabat sebagai bupati. Kemudian tokoh Minke yang terdapat dalam film ini merupakan anak dari seorang bupati, karena hal itu maka Minke mendapatkan hak untuk bersekolah di Hogare Burgerlijke School (HBS) bersama anak-anak bangsa Belanda, yang mana hak tersebut tentu saja tidak didapatkan oleh masyarakat pribumi miskin, karena HBS merupakan sekolah yang cukup elite pada masa itu. Namun, meskipun Minke adalah anak dari seorang bupati, Minke tetap mendapatkan perlakuan buruk ketika berada di sekolahnya. Minke mengalami kesenjangan sosial dan diolok-olok oleh teman sekolahnya karena Minke adalah seorang pribumi, yang mana pribumi dianggap sangat rendah oleh bangsa Eropa.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya telah disebutkan bahwa dalam film ini menceritakan kisah cinta antara Minke dengan Annalies Mellema. Annalies merupakan putri dari Nyai Ontosoroh dan Herman Mellema. Nyai Ontosoroh adalah seorang gundik, karena pernikahannya dengan Herman Mellema bukanlah pernikahan yang sah dan Nyai Ontosoroh hanyalah seorang pribumi miskin. Nyai Ontosoroh menjadi seorang gundik karena beliau dijual oleh orang tuanya sendiri demi sebuah jabatan menjadi petugas irigasi. Namun berkat kemurahan hati dari Herman Mellema, Herman membimbing Nyai Ontosoroh cara membaca, menulis, serta cara mengelola perusahaan yang dimiliki Herman Mellema. Sehingga pada suatu hari, perusahaan tersebut dikelola sepenuhnya oleh Nyai Ontosoroh. Meskipun seorang gundik, tetapi Nyai Ontosoroh memiliki sopan santun serta kecerdasan yang luar biasa apabila dibandingkan dengan gundik-gundik lainnya pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Dikisahkan bahwa pada akhirnya Minke berhasil menikahi Annalies Mellema dengan sah secara agama, namun beberapa saat setelah pernikahan tersebut Herman Mellema meninggal dunia. Pada saai itulah sistem feodalisme mulai semakin ditunjukkan secara jelas dalam film Bumi Manusia. Pernikahan Minke dengan Annalies harus dihadapkan dengan hukum kolonial, pernikahan mereka dianggap tidak sah di mata pengadilan Belanda. Bahkan Nyai Ontosoroh yang merupakan ibu kandung Annalies Mellema, tidak memiliki hak untuk menggugat di pengadilan karena beliau adalah seorang pribumi. Seorang gundik pribumi, tidak diperkenankan memperoleh hak atas suami ataupun hak atas anaknya. Oleh karena itu, berdasarkan hukum pengadilan kolonial Belanda, Annalies harus kembali ke Netherlands karena Herman Mellema masih memiliki keluarga lain di sana. Dan seluruh harta yang ditinggalkan oleh Herman Mellema dann Annalies harus diserahkan untuk dikelola kurator yang telah ditunjuk oleh pengadilan.
ADVERTISEMENT
Dalam film Bumi Manusia tersebut juga diperlihatkan bahwa Nyai Ontosoroh harus menerima penghinaan ketika berbagai sidang tersebut sedang berlangsung. Nyai Ontosoroh tidak diperkenankan untuk memakai alas kaki ketika menghadiri sidang tersebut, serta beliau diharuskan berjalan secara merangkak sambil menunduk untuk menunjukkan bahwa Nyai Ontosoroh berasal dari kalangan pribumi. Kemudian Nyai Ontosoroh juga tidak diperkenankan untuk menggunakan bahasa Belanda ketika berbicara dengan hakim, karena menurut bangsa Belanda hal itu merupakan suatu penghinaan bagi mereka ketika bahasa Belanda digunakan oleh kalangan pribumi kelas rendah.
Nyai Ontosoroh telah melakukan sebaik-baiknya perlawanan di pengadilan, namun beliau harus mengalami kekalahan hanya karena beliau seorang pribumi. Sedangkan Minke, meskipun telah melakukan perlawanan melalui media massa dan mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat, dia tetap tidak dapat melawan sistem hukum feodalisme yang berlaku pada masa itu.
ADVERTISEMENT