Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Keanekaragaman Rotan di Indonesia
12 November 2022 12:04 WIB
Tulisan dari Sri Handayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rotan merupakan jenis palem yang merambat dan umumnya berduri, tidak semua juga jenis rotan merambat, setidaknya ada satu jenis rotan yang ditemukan di Sumatra bagian utara yang berperawakan semak dan tidak pernah menunjukkan kecenderungan untuk merambat, Calamus castaneus atau dikenal juga dengan nama daerah rotan semak.
ADVERTISEMENT
Sebagian terbesar rotan adalah perambat yang tangguh, batangnya beragam dari kecil hingga sangat besar. Berbeda dengan bambu, batang rotan padat alias tidak berrongga.
Rotan termasuk kelompok keluarga palem paleman (Arecaceae) sebagaimana halnya kepala (Cocos nucifera), aren (Arenga pinnata), pinang (Areca catechu), lontar (Borassus flabellifer), salak (Salacca zalacca), gebang (Corypha utan), dan nipah (Nypa fruticans).
Rotan dapat ditemui di daratan Asia, Afrika, dan bagian utara Australia dengan keragaman jenis tertinggi di kawasan kawasan hutan hujan tropika dataran rendah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Keseluruhannya terdapat 13 marga palem yang tergolong rotan, di mana hanya 3 di Afrika.
Tujuh di antaranya ditemukan di Indonesia dengan sekitar 300 jenis. Dari ke-13 marga tersebut, marga Calamus adalah yang paling banyak anggotanya dan tersebar di Asia, Afrika, dan bagian utara Australia. Keragaman jenis Calamus adalah di Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
ADVERTISEMENT
Beragam hewan
Pecut ujung atas (cirrus) juga kerap digunakan beberapa jenis burung untuk membangun sarang mereka seraya memanfaatkan duri-duri yang tajam pada pecut sebagai pelindung yang sangat bagus untuk anak anak mereka
Banyaknya jenis serangga yang ditemukan di seputar perbungaan saat bunga mekar (anthesis) menunjukkan serangga sebagai agen penyerbuk (pollinator) rotan. Temuan yang nampaknya sama untuk semua anggota anak suku palem buah bersisik (Calamoideae).
Daging buah sebagian besar jenis rotan yang basah berdaging serta manis rasanya membuat agen penyebar/pemencar rotan meliputi banyak ragam hewan di hutan, mulai dari burung (bahkan burung-burung besar dan tidak terbang seperti kasuari di Maluku dan Papua) dan hewan-hewan menyusui dari babi dan kijang hingga primata, seperti monyet, lutung, dan bahkan orangutan serta juga manusia.
ADVERTISEMENT
Semut semut banyak ditemukan hidup di rotan, termasuk bersarang di seludang daunnya yang menggelembung (okrea) dan bersimbiosa dengan rotan.
Dr. Ary Prihardhyanto Keim, ahli sistematika palem dan pandan dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), BRIN meyakini duri-duri rotan melindungi mereka dari pemangsa, sementara para semut agaknya membantu dalam penyerbukan atau setidaknya melindungi perbungaan rotan, terutama saat masa mekar bunga (anthesis).
Penggunaan rotan
Dr. Ary Prihardhyanto Keim mengatakan bahwa rotan telah lama diketahui sebagai ragam tumbuhan yang memiliki banyak manfaat dan sudah dikenal oleh suku-suku di Nusantara (terutama bangsa besar Austronesia di Paparan Sunda, di mana rotan mencapai puncak keragaman jenisnya khususnya Kalimantan, Semenanjung Malaya, dan Sumatra.
Dr. Ary Prihardhyanto Keim juga menambahkan bahwa dapatlah dikatakan di sini jika rotan adalah bagian sangat penting dalam peradaban Austronesia, khususnya bagian barat dan tengah (West Central Austronesia).
ADVERTISEMENT
Austronesia juga adalah kawasan, di mana penggunaan rotan mencapai puncak keragamannya juga, di mana rotan digunakan mulai dari alat rumah tangga sehari hari, makanan, pengobatan hingga yang menyentuh alam supernatural.
Batang rotan sendiri bersifat kuat, kokoh namun lentur sehingga banyak digunakan untuk berbagai keperluan dari bahan bangunan, perabot rumah tangga hingga kerajinan tangan, sehingga batanglah bagian tubuh rotan yang paling umum dipanen untuk diperdagangkan.
Satu jenis memiliki nilai ekonomi yang sangat bagus sehingga kerap dipanen hingga mendekati keterancaman jenis tersebut sendiri di alam, di Kalimantan dan Sumatra dikenal sebagai ‘rotan manau’ (Calamus manan).
Buah beberapa jenis rotan bermanfaat untuk pengobatan dan disebut ‘darah naga’ sudah dibuktikan secara ilmiah untuk pengobatan aneka penyakit termasuk kangker dan potensi anti virus, termasuk untuk memerangi Covid 19.
ADVERTISEMENT
Bahkan ‘darah naga’ juga diketahui sebagai bahan kosmetika. Indonesia masih termasuk negara utama pengeksport ‘darah naga’ dan kini secara ketat diatur perniagaannya dengan memperhatikan perlindungan (konservasi) jenis ini secara alami.
Buah rotan yang bersisik juga digunakan sebagai bahan kerajinan tangan seperti di Jawa dari jenis Plectocomia elongata untuk pembuatan kalung dan tasbih.
Terkait pembuatan tasbih, Dr. Ary Prihardhyanto Keim mengutarakan bahwa nampaknya dari masa sebelum masuk dan menyebarnya Agama Islam ke Jawa.
Tasbeh dari buah Plectocomia elongata sebagai alat penghitung mantra dan doa sudah dipakai semenjak agama leluhur asli di Pulau Jawa, Kapitayan (terutama Sunda Wiwitan) dan agama-agama pendatang seperti Hindu dan Buddha kemudian.
Dengaan kata lain, secara silvikultur rotan adalah salah satu mata dagangan hasil hutan bukan kayu yang sangat penting sebagai sumber pendapatan negara dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ragam koleksi artefak rotan
Koleksi artefak barang barang budaya berbahan dasar rotan yang termasuk paling beragam dan lengkap di Indonesia bahkan mungkin juga di dunia tersimpan di Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (MUNASAIN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di kota Bogor.
Koleksi koleksi artefak ini dikumpulkan dari eksplorasi ke berbagai tempat di Indonesia yang dilakukan oleh para peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) dan Pusat Riset Etnobiologi dan Ekologi (PREE), BRIN.
Sebagian besar koleksi artefak berasal dari rotan bermarga Calamus, suatu hal yang wajar mengingat jenis-jenis Calamus memang memiliki keragaman jenis terbesar yang salah satunya di Pulau Kalimantan, di mana 2/3 bagiannya adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Koleksi-koleksi tersebut ditampilkan dalam bentuk pameran (display) di lokasi khusus di MUNASAIN, khususnya di lorong bagian tengah ruang pameran lantai dasar. Lokasi pameran yang secara ilmu permuseuman dikenal sebagai bentuk vitrin.
Vitrin sendiri merupakan tempat khusus di dalam museum yang digunakan untuk menampilkan benda benda koleksi untuk ragam artefak tertentu, di mana vitrin rotan ini memperlihatkan berbagai benda koleksi yang terbuat dari rotan beserta informasi budayanya, tentu saja termasuk pemanfaatanya.
Artefak yang dipamerkan meliputi koleksi berupa bakul, keiba, brangka, sukat, belanyat, ba anak, gesek, pengki, ingen, inghee, saringan, tas, lanjung basalip, butah, boyong, amo, kusat sarangan sipa, slipi, tempat benih, ke dan, kiran, tempat benang, sungep, kupe wei, kariring, kinjai, keranjang, kiba atau kiang, butah, gawang, vas bunga, apai, randa, rinjing, kaneron, langka polio, kisa, dan bakol.
ADVERTISEMENT
Koleksi artefak menggambarkan berbagai pemanfaatan dari bahan rotan seperti alat untuk membawa barang atau keranjang, pengangkut beras, membawa padi, menyaring kelapa, membawa hasil ladang, alat untuk membawa anak, menyimpan beras dan benih padi, tempat beras, tempat sirih pinang, tempat menyimpan benang, untuk membawa makanan ke sawah, membawa hasil hutan, tempat bunga, tempat perhiasan, untuk jemuran, menyimpan biji kopi, sebagai tas, untuk alat bawa ke pasar, tempat membawa ayam, tempat duduk, tempat buah buahan, pemeras kelapa dan lain-lain
Adapun asal daerah koleksi-koleksi tersebut dari berbagai pelosok Indonesia seperti Propinsi- Propinsi Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Riau, Maluku, Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Jawa barat. Sebagaimana juga keragaman jenis, keragaman pemanfaatan rotan juga tertinggi dari wilayah-wilayah di Pulau Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, pada rotan jelas terlihat kalau Pusat Keragaman Biologi (Center of Biological Diversity/CBD) berada di lokasi yang sama dengan Pusat Keragaman Etnobiologi (Center of Ethnobiological Diversity/CED). Dalam beberapa kasus, CBD belum tentu berada pada tempat atau kawasan yang sama dengan CED.
Konsep ini tengah dikembangkan di PREE BRIN dan pendataan atas jenis-jenis tanaman berguna di Indonesia menjadi prioritas karena terkait juga dengan upaya konservasi mereka.
Sumber: Dr. Ary Prihardhyanto Keim, Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, BRIN dan Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia BRIN.