Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Cacing Sonari yang Kian Diburu
1 Juli 2022 14:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sri Handayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cacing sonari yang memiliki bahasa latin Metaphire musica merupakan jenis cacing tanah yang berukuran besar. Cacing ini dapat ditemukan dibeberapa wilayah di Indonesia. Walaupun tergolong cacing yang berukuran besar, panjangnya masih belum melebihi cacing tanah dari Papua yaitu Amynthas heurni yang dapat mencapai ukuran lebih dari 1 meter.
ADVERTISEMENT
Cacing ini mirip dengan M. longa yang terdapat di Sumatera dan sebagian Jawa Barat. Dalam kehidupan sehari-hari cacing sonari digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh penduduk sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang merupakan salah satu habitat cacing ini. Cacing ini cukup unik karena pada waktu tertentu dapat mengeluarkan suara seperti jangkrik.
Mengenal cacing sonari
Menurut ilmu taksonomi, cacing sonari terdiri dari 2 jenis yang sangat mirip, yaitu Metaphire musica dan Metaphire longa. Metaphire musica dapat ditemukan didaerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Flores. Sedangkan Metaphire longa mempunyai daerah sebaran di Sumatera dan Jawa Barat.
Menurut Hari Nugroho yang merupakan salah seorang peneliti zoologi BRIN cacing sonari mempunyai panjang tubuh maksimum hingga 500 mm, pada umumnya tubuh berwarna coklat gelap pada bagian dorsal/punggung dan berwarna lebih muda pada bagian ventral/perut. Pada setiap segmen tubuh terdapat struktur seperti gelang-gelang yang keras melingkar sepanjang tubuhnya. Struktur yang keras ini berasal dari rangkaian rambut kaku yang melingkar pada setiap segmen tubuh.
ADVERTISEMENT
Seperti cacing tanah pada umumnya, cacing sonari bersifat hermaprodit, yaitu dalam satu individu cacing mempunyai 2 alat kelamin yaitu jantan dan betina. Namun untuk perkembangbiakannya, cacing sonari tetap memerlukan pertukaran sperma yang berasal dari individu lain. Artinya satu ekor cacing tidak dapat berkembang biak sendiri, tetapi tetap memerlukan individu lain untuk melakukan pertukaran sperma yang akan membuahi sel telur.
Habitat cacing sonari
Nugroho menyampaikan bahwa cacing sonari hanya ditemukan di Indonesia, dengan daerah penyebaran meliputi Jawa dan Flores, sedangkan statusnya di Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Timor, dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Nusa Tenggara sampai saat ini belum diketahui. Berbeda dengan kebanyakan jenis cacing tanah lainnya yang mempunyai habitat pada serasah daun atau dalam tanah, cacing sonari sangat unik karena mempunyai sebagian siklus hidup di atas pohon.
ADVERTISEMENT
Cacing sonari biasanya hidup pada tumbuhan paku Sarang burung yang menempel pada pohon-pohon besar, kadang-kadang ditemukan juga hidup pada bagian batang pohon yang sudah lapuk dan lembab. Diketahui kadang sebagian cacing sonari juga hidup pada serasah yang terdapat dihutan. Cacing ini kemudian memanjat naik ke tumbuhan paku sarang burung untuk mendapatkan kelembaban ataupun untuk alasan lain yang belum diketahui.
Dalam penelitian yang dilakukan, Nugroho juga menemukan cacing sonari di paku sarang burung yang berukuran besar pada ketinggian sampai dengan 10 meter dari permukaan tanah. Namun tidak semua individu tumbuhan paku sarang burung digunakan sebagai tempat hidup cacing sonari.
Potensi pemanfaatan cacing sonari
Penduduk di sekitar kawasan Gunung Halimun, Salak dan Gede Pangrango mempercayai khasiat cacing sonari untuk pengobatan demam. Caranya dengan merebus cacing sonari, kemudian air rebusan ini diminumkan pada penderita demam.
ADVERTISEMENT
Cara lainnya adalah dengan dibakar ataupun disangrai sampai kering. Kemudian cacing yang telah kering tersebut ditumbuk sampai halus dan diseduh dengan air panas. Air seduhan ini diminumkan pada penderita demam. Para pengepul di beberapa daerah sekitar Gunung Halimun bahkan membeli cacing sonari dari penduduk untuk kemudian dijual kembali sebagai obat tradisional anti demam.
Sampai saat ini penelitian tentang khasiat cacing, khususnya cacing sonari sebagai obat anti demam belum banyak dilakukan. Diketahui dari beberapa hasil penelitian bahwa cairan tubuh cacing tanah menunjukkan aktivitas sitolitik, aglutinasi, proteolitik, hemolitik, mitogenik, anti-piretik, tumorstatik dan anti-bakteri. Kandungan yang terdapat dalam cacing tanah inilah yang menyebabkan cacing tanah mempunyai potensi sebagai obat penurun demam, penyembuhan luka dan anti radang.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan cacing sonari sebagai bahan obat tradisional dalam skala komersial tentunya akan mengancam kelestarian cacing sonari dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Perburuan cacing sonari tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, seperti merusak tumbuhan paku sarang burung ataupun menebang pohonnya, tentu sangat berpotensi merusak kawasan konservasi. Pola pengambilan atau pemanenan cacing maupun kemungkinan budidaya cacing sonari harus segera dilakukan agar kelestarian jenis dan kelestarian kawasan hutan tetap terjaga.