Konten dari Pengguna

Mengenal Sukun Makanan Khas Nusantara

Sri Handayani
Humas Pemerintah BRIN
28 Desember 2022 13:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Handayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar foto:  Pohon sukun di Kebun Raya Bogor (Sumber foto. dok. Tatang Rohana Prahum BRIN/Koleksi pribadi).
zoom-in-whitePerbesar
Gambar foto: Pohon sukun di Kebun Raya Bogor (Sumber foto. dok. Tatang Rohana Prahum BRIN/Koleksi pribadi).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dr. Ary Prihardhyanto Keim dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa bangsa besar Nusantara (i.e. khususnya Austronesia) yang dikenal sebagai bangsa maritim diyakini membawa sukun (Artocarpus altilis; Moraceae) sebagai salah satu sumber karbohidrat dalam pelayaran legendaris mereka termasuk ke wilayah wilayah di Pasifik.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, menurutnya, secara etnobiologi, sukun adalah termasuk salah satu bukti pengaruh peradaban Austronesia pada peradaban Melanesia.
Diyakini pula dalam penjelajahan samuderanya para leluhur Austronesia tersebut membawa sukun bukan hanya dalam bentuk buah mentah tetapi juga anakan yang siap tanam bila mereka mendarat di suatu daratan.
Ini sangat beralasan karena sukun sudah menjadi bahan makanan utama mereka, selain beras. Sukun pun memiliki kelebihan bila dibandingkan beras (Oryza sativa; Poaceae) karena ia adalah tanaman yang tidak membutuhkan perawatan rumit (termasuk tata perairan atau irigasi) dan berbuah sepanjang tahun.
Sedemikan pentingnya sukun bagi peradaban Nusantara, bahkan sukun diabadikan di puncak penguasaan teknologi bangunan bangsa besar Austronesia, candi Borobudur di abad ke-9 M.
ADVERTISEMENT
Relief di candi Borobudur dan juga beberapa candi lain seperti Candi Panataran abad ke-13 M di Jawa Timur selalu menampilkan sukun sebagai tanaman budidaya; dan ini menaikkan dugaan bahwa secara etnobiologi sukun adalah tanaman hasil intervensi manusia.
Postulat tersebut juga dikemukakan oleh Dr. Ary Prihardhyanto Keim dengan pernyataan bahwa penguasaan teknologi pertanian bangsa besar Austronesia yang mengagumkan juga antara ditunjukkan oleh sukun, di mana sukun diyakini sebagai bentuk budidaya dari kluwih (Artocarpus camansi).
Pernyataan ini dikuatkan dengan fakta bahwa sukun memiliki biji yang sangat kecil, jauh sangat kecil bila dibandingkan dengan biji kluwih (lihat gambar di atas). Inipun dapat ditafsirkan bahwa secara genetika sukun adalah polipoloidi atau poliploidi dari kluwih serta jelas menunjukkan adanya campur tangan manusia dalam bentuk persilangan dan penyeleksian.
ADVERTISEMENT
Sukun pun selalu ditemukan sebagai tanaman budidaya. Ini sangat berbeda dengan kluwih yang kerap ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan, terutama hutan hujan tropika dataran rendah di bawah 1000 m dpl.
Dr. Ary Prihardhyanto Keim juga menyatakan bahwa sepanjang kariernya sebagai botanikawan, ia tidak pernah menemukan sukun di alam liar, kalaupun ada, lokasinya jelas menunjukkan dulunya adalah pemukiman yang kemudian ditinggalkan.
Sebagai bentuk hidupan poliploidi sukun (A. altilis) memperlihatkan struktur buah yang memiliki kulit luar buah (exocarp) yang halus, daging buah (mesocarp) yang tebal, keras, dan bertepung tinggi (sedemikan hingga ia disebut “buah roti” atau breadfruit dalam Bahasa Inggris) dengan biji yang sangat kecil. Ini jelas sangat berbeda dengan kluwih (A. camansi) yang memiliki kulit luar buah bertonjolan, daging buah tipis, basah berair dan tidak bertepung.
ADVERTISEMENT
Biji kluwih juga sangat besar dan khas untuk jenis jenis Artocarpus lainnya seperti nangka (A. heterophyllus), benda (A. elasticus), keledang (A. lanceifolius), dan cempedak (A. integer).
Secara etnogastronomi suku suku di wilayah barat-tengah Austronesia juga mengetahui bahwa kluwih lebih tepat menjadi atau dimasak sayur, sementara sukun menjadi makanan pokok seperti umbi atau talas.
Secara morfologi sukun berperawakan pohon tunggal, besar dengan daun tunggal yang besar dan bercangap cangap dengan banyak variasi belahan dalam cangap sehingga tidak dapat menjadi patokan (rujukan) pasti, mengingat daun kluwih juga sama dan hampir tidak dapat dibedakan dengan daun sukun atau bahkan kerabatnya yang lain seperti nangka atau cempedak.
Perbungaannya berumah tunggal (monoecious) yang artinya perbungaan jantannya (yang mirip pentungan) dan perbungaan betina (bulat) keduanya berada dalam satu pohon. Buahnya majemuk dan umumnya berbentuk bulat hingga agak lonjong.
ADVERTISEMENT
Bijinya sangat kecil, pipih, dan berwarna hitam. Perbungaan jantan yang sudah tua dan kering dapat digunakan untuk obat.
Dr. Ary Prihardhyanto Keim menambahkan bahwa sebagaimana juga pada nangka dan cempedak, asap dari perbunggan jantan yang dibakar dapat mengusir nyamuk.
Potensinya sebagai insektisida alami atau setidaknya sebagai “obat nyamuk” menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Setidaknya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sukun telah tersebar luas ke banyak wilayah tropis dunia, termasuk ke benua Afrika dan Amerika. Meski para pelaut Austronesia telah sampai dan mendiami pulau Madagaskar setidaknya semenjak 2000 SM, hingga saat ini tidak ada catatan resmi seputar kemungkinan sukun juga dibawa dan dibudidaya mereka di Madagaskar.
ADVERTISEMENT
Sementara sukun diintroduksi ke Amerika, terutama wilayah-wilayah Karibia oleh para kolonial, khususnya Belanda dan Inggris adalah utamanya sebagai sumber pangan murah untuk para budak.
Pertumbuhan pohon sukun di beberapa wilayah daerah tropis umumnya berbatang besar dan lurus hingga mencapai tinggi 30 meter bila dibiarkan meliar.
Di daerah pedesaan biasanya tinggi hanya mencapai belasan meter saja. Daun berwarna hijau tua yang mengkilap di bagian atas, serta kasar dan berbulu halus di bagian bawah. Bertajuk renggang, terdapat kuncup yang tertutupi daun penumpu besar berbentuk kerucut.
Keragaman manfaat buah sukun yang merupakan makanan khas Nusantara, termasuk Indonesia sebagai tulang punggungnya sangat luarbiasa. Karena ia memiliki daging buah berwarna putih, bertepung tinggi dengan tekstur buah lembut lunak diikuti dengan cita rasa agak manis membuatnya banyak disukai, baik dimakan langsung setelah langsung direbus, dikukus atau digoreng maupun setelah diolah menjadi menjadi beragam jenis makanan olahan atau kudapan (cemilan) seperti keripik.
ADVERTISEMENT
Selain memiliki kandungan karbohidrat yang setara dengan yang terdapat pada beras (Oryza sativa; Poaceae), kandungan kalorinya lebih rendah sehingga sukun cocok sebagai menu untuk diet sehat.
Sukun bahkan juga dianjurkan sebagai makanan untuk para penderita diabetes. Selain itu sukun juga dapat membantu pertumbuhan anak yang sedang berkembang dalam hal ini perkembangan otak besar karena mengandung asam lemak Omega 3 dan adanya sepasang asam lemak esensial yang baik untuk kesehatan jantung.
Manfaat lainnya adalah sebagai sumber antioksidan yang dapat membuat kulit lebih sehat baik luar maupun dalam, obat susah buang air besar dan juga dapat mengeluarkan racun dari usus.
Buah sukun juga baik sebagai sumber vitamin dan mineral untuk rambut karena adanya asam lemak Omega 6 yang bermanfaat bagi kesehatan folikel rambut. Selain itu juga bagus untuk kecantikan karena kandungan Omega 3 dan 6 tersebut.
ADVERTISEMENT
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) Propinsi Jawa Timur sudah berhasil membuat mie dari bahan dasar tepung sukun.
Tepung sukun yang dipakai 30% agar mie tersebut tidak mudah patah. Meski begitu, warna tepung sukun masih belum cerah dan menarik (eye catching) seperti mie gandum. Untuk itu perlu kajian agar tampilan mie lebih “cerah dan terkesan bersih”.
(SH. /Sumber: Dr. Ary P. Keim, Majalah Biodiversity “Sukun, Sumber Karbohidrat Dari Leluhur Untuk Masa Depan”, Februari 2021).