Shalat Tarawih Tanpa Gangguan Bau Badan dan Mulut: Kritik dan Saran

Hafizzatul Nofyn
Student of religions studies at the Faculty of Usuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
1 April 2024 9:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hafizzatul Nofyn tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Bulan Ramadan, bulan penuh berkah, adalah waktu yang istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selama bulan ini, umat Muslim berbondong-bondong menuju masjid untuk menunaikan shalat tarawih, ibadah sunnah yang dilaksanakan setelah shalat Isya. Namun, ditengah keindahan ibadah ini, ada tantangan yang tidak dapat diabaikan, yaitunya masalah bau badan dan bau mulut yang dapat mengganggu khusyuk dalam beribadah.
ADVERTISEMENT
Pengalaman pribadi penulis, bertemu dengan seseorang yang mengalami masalah ini, memunculkan refleksi yang mendalam tentang pentingnya kesadaran diri akan kebersihan pribadi dalam konteks komunal. Bertemu dengan seseorang yang mengalami masalah bau badan atau bau mulut selama shalat tarawih membawa kita pada titik kritis dalam memahami pentingnya kebersihan diri.
Kebersihan pribadi adalah aspek penting dalam agama Islam dan juga merupakan bagian tak terpisahkan dari tata krama sosial. Namun, seringkali kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan diri ini terkikis oleh kesibukan atau kurangnya pemahaman akan dampaknya.
Pertama-tama, kita perlu mengkritisi kurangnya kesadaran diri yang mungkin dimiliki oleh orang yang mengalami masalah bau badan atau bau mulut. Seringkali, mereka tidak menyadari bahwa masalah ini tidak hanya memengaruhi mereka secara pribadi tetapi juga orang di sekitar mereka. Dalam konteks ibadah komunal seperti shalat tarawih, hal ini dapat mengganggu konsentrasi dan khusyuk para jamaah, mengurangi nilai spiritual dari ibadah tersebut.
ADVERTISEMENT
Saran pertama yang bisa diberikan adalah tentang menjaga kebersihan diri dengan baik. Mandi secara teratur, menggunakan deodoran yang efektif, serta membersihkan gigi dan lidah secara teratur adalah langkah-langkah sederhana yang bisa membantu mengatasi masalah bau badan dan bau mulut. Penting untuk diingat bahwa menjaga kebersihan diri bukanlah sekadar kewajiban, tetapi juga bagian dari ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam.
Namun, seringkali masalah ini bukanlah hanya masalah kebersihan fisik, tetapi juga bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan yang lebih serius. Oleh karena itu, saran kedua adalah untuk mendiskusikan masalah ini dengan profesional kesehatan jika masalah tersebut terus berlanjut meskipun telah dilakukan upaya untuk menjaga kebersihan diri. Dengan berkonsultasi dengan dokter, kita bisa mendapatkan bantuan dan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi kita.
ADVERTISEMENT
Kritik yang perlu dilakukan juga terhadap stigma sosial yang terkait dengan masalah bau badan atau bau mulut. Stigma ini membuat banyak orang enggan membicarakan masalah kebersihan diri secara terbuka. Sebagai komunitas, kita perlu menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan mendukung di mana masalah-masalah kesehatan seperti ini dapat dibicarakan tanpa rasa malu atau takut. Dengan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, kita bisa membantu individu yang mengalami masalah ini untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Saran berikutnya adalah untuk menyediakan fasilitas pendukung di tempat ibadah seperti masjid. Sabun, air, serta permen atau mints bisa disediakan untuk membantu orang-orang yang mengalami masalah bau badan atau bau mulut. Langkah sederhana ini dapat membantu mengurangi potensi gangguan dalam ibadah komunal seperti shalat tarawih.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, kita juga perlu menyadari bahwa masalah bau badan atau bau mulut bukanlah masalah yang terisolasi. Hal ini dapat menjadi cerminan dari keadaan kesehatan fisik dan mental seseorang, serta dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pola makan, stres, atau bahkan kondisi medis tertentu. Oleh karena itu, kritik terhadap stigma sosial harus disertai dengan upaya untuk memahami akar penyebab masalah ini dan memberikan dukungan yang tepat kepada individu yang mengalaminya.
Dalam menghadapi tantangan kebersihan diri dalam ibadah, penting bagi kita untuk mengedepankan sikap empati dan pengertian. Dengan menyadari bahwa setiap individu memiliki pengalaman dan tantangan yang unik, kita bisa membentuk komunitas yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesejahteraan satu sama lain. Dengan demikian, ibadah komunal seperti shalat tarawih bisa menjadi momen yang lebih berkat dan bermakna bagi semua jamaah, tanpa terganggu oleh masalah-masalah yang seharusnya dapat diatasi dengan pemahaman dan dukungan bersama.
ADVERTISEMENT