
Hanya dalam waktu kurang dari lima menit, langit di kebun Pak Polo berangsur terang kembali. Aku mengintip. Pak Polo dan beberapa orang duduk sambil berbincang. Lalu langit menutup lagi, dan begitu seterusnya. Siklus terang-gelap itu berlangsung selama empat kali dan pada putaran keempat, sisi gelap menutup tiga perempat langit membiarkan terang menguasai sisi barat. Akibatnya, suasana kebun tampak seperti petang hari yang tidak biasa. Tidak ada hamburan lembayung di langit, cuma cahaya matahari siang yang biasa saja.
Pak Polo bangkit dari kursi, ia memanggil Randu, menyuruhnya mengambil binokular. Sambil berkacak sebelah pinggang ia mengarahkan binokularnya ke ujung kebun sebelah barat.
“Macet lagi?” tanya Pak Polo, agak berteriak. “Lekas perbaiki. Sia-sia saya bayar kamu mahal kalau mesin kamu macet melulu.”
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanplus
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanplus
Gratis akses ke event spesial kumparan
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Konten Premium kumparanplus
Dari retakan di tanah muncul lusinan siluet tangan dan kepala. Cahaya ungu muncul dari mulut dan mata mereka, menyerang pari bandi yang mengerang lebih keras. Beginilah akhirnya.
Nikmati novel Sabda Armandio, MONGREL, di kumparanplus.
18 Konten
KONTEN SELANJUTNYA
Mongrel 017: SIRKUIT & SIKLUS
Sabda Armandio
SEDANG DIBACA
Mongrel 016: KONTAK
Sabda Armandio
KONTEN SEBELUMNYA
Mongrel 015: GAUNG
Sabda Armandio
Lihat Lainnya
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten