news-card-video
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Mencari Ratu Adil di Era Digital: Zaman Edan dalam Dunia AI dan Post-truth

Suhendi bin Suparlan
Mengabdi pada Negara (ASN di BRIN) Asma iku dudu mung celukan. Asma iku tandha, tetenger saka lelampahan kang wus ana sadurunge, lan bakal ditindakake sabanjure. kados swara alon kang ngagem makna, boten gumebyar, nanging netes ing rasa
25 Maret 2025 13:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suhendi bin Suparlan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita sedang hidup dalam masa yang, jika Ranggawarsita hidup hari ini, mungkin akan ia sebut sebagai zaman edan digital. Sebuah masa di mana kebenaran dapat direkayasa, kenyataan bisa dipesan sesuai selera algoritma, dan moralitas tidak lagi bersandar pada etika, melainkan pada statistik klik dan viralitas.
ADVERTISEMENT
Di tengah kabut informasi ini, rakyat masih menyimpan satu harapan lama yang tak kunjung padam: Ratu Adil. Sosok ideal yang sejak masa Jayabaya diramalkan akan muncul “dari arah timur”, membawa keadilan, mengakhiri penderitaan, dan membalik zaman dari edan menjadi terang. Tapi di era post-truth, seperti apakah Ratu Adil itu? Masihkah mungkin ia muncul?
ilustrasi gambar : chatgpt
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi gambar : chatgpt

Zaman Edan Reinkarnasi Digital

Dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita menggambarkan zaman edan sebagai masa ketika kebaikan dianggap kegilaan, dan kejahatan justru dipuja. Ia menulis:
“Zaman edan, yen ora edan ora keduman. Nanging sanadyan edan, isih eling lan waspada.”
Artinya: Jika tak ikut gila, kita tak kebagian; tapi meski ikut gila, tetaplah sadar dan waspada.
Hari ini, kita menyaksikan versi baru dari kegilaan itu:
ADVERTISEMENT

Dalam teori politik, demokrasi seharusnya menjamin suara rakyat. Tapi apa jadinya jika suara rakyat justru dibentuk oleh algoritma? Saat masyarakat menjadi konsumen konten, bukan pencari kebenaran, maka ruang demokrasi berubah menjadi teater popularitas.
Di sinilah makna “Ratu Adil” menjadi penting. Tapi kini ia bukan hanya pemimpin yang tegas dan adil—melainkan pemimpin yang imun terhadap manipulasi informasi, yang berakar pada kesadaran moral kolektif, bukan sekadar pencitraan digital.
ADVERTISEMENT

Ratu Adil sebagai Konsep Etis Baru

Dalam Jangka Jayabaya, Ratu Adil bukan sekadar raja. Ia adalah lambang zaman baru yang adil dan makmur.
Hari ini, kita bisa menafsir ulang Ratu Adil sebagai:

Mungkin benar kata Siliwangi: pemimpin sejati tak selalu datang sebagai raja, tapi sebagai semangat yang tumbuh dari rakyat yang sadar. Di tengah derasnya arus informasi, suara Ratu Adil bisa jadi muncul bukan lewat pengeras suara kampanye, tapi dalam bentuk gerakan kecil—komunitas literasi, kelompok petani bijak, atau kaum muda yang belajar menanam data dengan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Zaman edan digital telah datang, lengkap dengan topengnya: AI, viralitas, dan post-truth. Tapi sebagaimana leluhur kita wariskan dalam bahasa simbol dan wangsit, jalan menuju terang bukan hanya soal mencari pemimpin, tapi juga tentang membentuk kesadaran bersama.
Dalam dunia yang makin absurd, eling lan waspada bukan nasihat kuno—melainkan senjata utama.